Chapter 18

37.7K 1.4K 9
                                    

Dia tertidur di pelukan ku. Aku memandangi muka nya yang mungil itu. Dia sangat cantik. Aku belum mengingatnya tapi aku sudah yakin bahwa aku mencintainya. Dia yang membuatku merasa hidup. Dia membuat hatiku menari nari hanya dengan memandanginya tidur.

Kita sudah sampai di Miami. Sekarang masih siang disini. Sangat panas.

"sayang, kita sudah sampai." Ucapku sambio mengecup keningnya.

Dia membuka matanya. Dia menatapku dan melihatku dengan terkejut. "Ini bukan mimpi?" Tanya nya.

Aku menggelengkan kepala. "Bukan sayang." Jawabku. "Ayo kita turun. Bersiap siaplah menghadapi ribuan kamera."

Dia menatapku dengan bingung. "Maksudmu?"

"Lihat saja nanti." Ucapku santai.

Aku menuntun nya keluar dari pesawat. Lalu kita disambut oleh seorang lelaki berpakaian rapih. Aku yakin dia adalah bawahan ayahku.

"Welcome back, Mr. Blake and..." Ucap anak bahawan ayahku itu sambil memandang ke Karin.

"Mrs. Blake." Ucapku.

Lelaki itu tersenyum. "Welcome back Mr. and Mrs. Blake."

Aku menatap Karin yang merona. "Aku baru saja menyebut mu istriku." Bisikku padanya. Dia tersenyum malu.

Kita keluar dari bandara. Dan tentu saja paparazzi langsung menyerbu kita.

Sebelum mereka mendapatkan kesempatan untuk mengganggu Karin aku menggendong karin dan lari ke mobil. Beribu kilat menyerbu kita dan aku tidak takut akan hal itu. Aku yakin besok pagi foto aku menggendong karin akan tersebar di seluruh negara bagian.

"Tadi gila." Ucap Karin setelah kita di mobil.

Aku hanya terdiam sambil memfokuskan pandangan ku ke lekukan tubuhnya yang sangat sexy. Aku mulai terangsang. "Take me home right the fuck now." Perintahku kepada supirku. Mr. Hancock.

"Siap, tuan." Ucapnya.

Karin memandang keluar jendela seperti anak kecil. Dia tersenyum melihat gedung gedung tinggi.

"disini sungguh berbeda dengan Indonesia." Ucapnya. Aku tidak menjawab karena jika aku menjawabnya, dia akan menyadari bahwa penis ku sedang tegang karena suaraku akan terdengar sedikit mendesah.

Sesampainya di rumah, Mr. Hancock membukakan pintu mobil untuk kita berdua. Aku merangkul pundaknya. Dia sangat kecil dibandingkanku.

Aku menuntun nya masuk ke rumah. Dia menggenggam tanganku dengan erat. Saat kita masuk sampai di dalam rumah, Dia melihat ke sekeliling ruang tamu dengan mata berbinar binar. Aku yakin dia terkesima.

Aku menghampirinya dan mencium lehernya dari belakang. "Kamu lucu kalau sedang terkejut." Ucapku. Dia memejamkan mata merasakan kecupan ku dilehernya yang mungkin membuat nya nyaman.

Dia membalikkan badan dan mengecup bibirku. "Aku mau mandi."

Aku tersenyum dan mencium lehernya. "Kamu nakal." bisikku.

"Astaga, Ryan. Maksudku sendiri." Ucapnya.

Aku memandang nya dan memalsukan muka sedih dan murung. "Kamu tidak mau mandi denganku?"

Dia tertawa dan mencium pipiku. "Tidak, Aku sedang butuh momen pribadi."

Aku tersenyum dan mencium pipinya. "Kamu belum beli baju, ingat?"

Dia menatapku. "Kamu benar. Tapi aku sudah bau."

Aku mencium lehernya. "Kamu sama sekali tidak bau. Kamu mau pakai kaus ku dulu?" Ucapku. Dia mengangguk.

A pray of DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang