Chapter 33

32.1K 1.1K 11
                                    

Sebelumnya saya berencana ingin membuat sequel dari buku ini namun karena banyak yang protes tidak bisa menemukan cerita satunya, saya memutuskan untuk tetap melanjutkan ceritanya di buku ini. Thanks for the comment and suggestions guys. It means alot. Dont forget to follow me!

Kandungan ku sudah 4 bulan dan seluruh tubuhku sudah mulai membengkak. Sekarang, aku sedang menunggu suami ku pulang kerja.

Ryan sekarang menjadi pewaris perusahaan ayahnya. Dia sekarang menjadi pekerja keras karena dia bilang dia ingin anaknya bangga memiliki ayah seperti dirinya.

Suara mobil membangunkan ku dari lamunanku. Aku beranjak bangun dari kasur dan menuju ke pintu depan rumah kita di New York ini. Aku membukakan pintu.

"Welcome home, sayang." Ucapku kepada Ryan yang sedang berjalan menuju pintu.

Dia mencium keningku. "Ooh, sudah sulit untuk menciummu." Ucapnya. "Pasti karena anakku yang besar ini." Ucapnya sambil menciumi perutku.

Aku tersenyum melihatnya. "Besar seperti daddy nya." Ucapku.

"Sayang, jangan berbicara jorok di depan anak kita." Ucap Ryan.

"Astagfirullah, sayang aku tidak bermaksud seperti itu." Ucapku sambil mencubit pinggangnya.

Dia tertawa dan mencium bibirku. "Okay, okay, mungkin daddy yang terlalu berlebihan."

Aku pun tersenyum. "Ayo kita makan malam, sayang." Ucapku kepada Ryan.

Aku menggandeng tangan Ryan ke dalam rumah dan mengunci pintu nya. Ryan membuka jas nya. Dan aku mengambilnya dari tangan Ryan.

"Tidak usah, sayang. Biarkan aku saja yang menaruhnya. Kamu kan sedang hamil." Ucapnya padaku.

"Aku bisa, sayang. Tidak mungkin aku membiarkan kamu merapihkan baju mu sendiri, kamu kan suamiku." Ucapku.

"Sayang, kalau kamu mondar mandir nanti kamu keletihan." Ucapnya.

Aku pun mengalah padanya. Dia pun tersenyum dan mencium pipiku. Ia masuk ke kamar dan aku mengikutinya. Ia mengganti pakaian.

"Ayo kita makan." Ucapnya. "Aku sudah kelaparan."

Kita pun keluar dari kamar dan berjalan menuju ke dapur. Aku mengambil piring dan menyiapkan makanan untuk Ryan. Ryan memperhatikanku dengan tatapan nya yang mesra dan mengintimidasi itu. Subhanallah.

"Tolong jangan menatapku seperti itu." Ucapku sambil menyendokkan makanan ke piringnya.

"Why? Itu membuat mu horny?" Tanyanya.

"Kenapa kamu selalu percaya diri?" Ucapku meledek.

"Karena aku tampan." Ucapnya.

Aku pun tertawa dan mengangguk. "Iya, mungkin." Ucapku.

Lalu aku duduk di samping Ryan. Ryan mengelus perutku.

"Makan dulu, sayang." Ucapku kepadanya.

"Aku mau nya disuapin." Ucapnya manja.

"Ada ada saja kamu." Ucapku. Dan aku pun mulai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

Ia tersenyum memandangku. "Kamu ingat tidak saat pertama kali kamu menyuapkan aku dan apa yang terjadi setelahnya?" Tanyanya

Aku tertawa mengingat kejadian itu. "Lebih dari ingat, sayang." Ucapku.

"Aku jadi terangsang mengingatnya." Ucapnya.

Aku tersenyum malu. "Kita sudah lama tidak berhubungan intim." Ucapku.

Dia mengangguk. "Iya, sudah 4 bulan. Aku sangat membutuhkan vagina mu." Ucapnya.

A pray of DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang