Kembalinya Keenam Atlet

903 55 3
                                    

Keenam anak kebanggaan Pak Chandra baru saja tiba di restoran, tadi Millo menghubungi Papanya dan mengatakan mengatakan bahwa mereka sedang libur dari dunia atlet selama 3 bulan. Pak Chandra terlihat memanggil pelayan dan menyuruh pelayan tersebut untuk mengeluarkan menu terbaik di restorannya, pelayan itu mengangguk sebelum akhirnya pergi meninggalkan keluarga yang terlihat bahagia itu.

"Meskipun kalian libur, kalian harus tetap latihan. Ingat Papa mau semua anak Papa turut andil dalam olimpiade tahun depan." Ucap Pak Chandra. Keenam anaknya itu menganggukkan kepala.

"Papa, jika Haidar berhasil mendapatkan juara apa Papa akan memberikan Haidar hadiah?" Tanya Haidar.

"Pastinya, apapun untuk anak kesayangan Papa." Ucap Pak Chandra sambil tersenyum.

"Padahal Ayden bungsu, tetapi Papa jarang memberikan Ayden hadiah." Ayden merajuk, Papanya itu memang lebih perhatian ke Haidar daripada dirinya.

"Lah kan yang bungsu Nigel." Celetuk Zidan.

"Memangnya dia dianggap dalam keluarga ini?" Ucap Joan sekenanya.

Seketika mereka semua tertawa termasuk Pak Chandra, pria itu berpikir jika Nigel tidak pernah hadir dalam kehidupannya pasti sampai sekarang istrinya akan tetap hidup dan melihat tawa bahagia keenam anaknya itu.

"Permisi, ini makanannya." Pelayan datang dengan troli makanan dan menyajikan makanan tersebut ke meja.

Haidar yang pada dasarnya hobi makan tanpa sadar membuka mulutnya melihat betapa menggiurkannya makanan dimeja tersebut.

"Astaga tutup mulut mu, lihat lah air liur mu menetes." Ucapan Millo membuyarkan lamunan lelaki berpipi gembil itu.

"Sudah lebih baik sekarang kita makan." Ucap Pak Chandra.

Makan siang ini terasa begitu nikmat sebab Pak Chandra bisa makan bersama keenam anaknya, biasanya Pak Chandra makan sendiri atau bersama pelayannya terkadang. Namun sepertinya dua bulan kedepan beliau akan sering satu meja makan bersama keenam anaknya itu.

***

Millo dan Zidan tengah berada di GOR, setelah makan siang bersama dengan Papa dan saudaranya tadi mereka memutuskan untuk pergi ke GOR dan berlatih meskipun dunia atlet mereka sedang libur tetapi mereka tetap harus melakukan latihan agar ketika melakukan seleksi untuk olimpiade tahun depan mereka bisa diterima dan ikut andil dalam olimpiade. Hanya mereka berdua yang pergi latihan sedangkan lainnya memilih untuk kembali ke rumah.

Sebelum memulai latihannya Millo terlebih dahulu melakukan pemanasan dan kemudian berlari pada arena yang sudah ada, sementara Zidan menyiapkan dart boardnya sebab GOR tempat mereka latihan sekarang hanyalah sebuah lapangan luas dengan tribun disisi kanan dan kiri, GOR ini biasanya hanya digunakan untuk olahraga sepak bola, voli, badminton atau lari seperti yang dilakukan Millo sekarang.

Zidan mengambil panahnya, ini hanya panah biasa yang digunakan untuk latihan berbeda dengan yang digunakan untuk lomba, jauh lebih besar dan berat. Zidan menutup mata kanannya berusaha mengarahkan anak panahnya itu tepat di tengah dart board. Setelah yakin anak panahnya itu diluncurkan olehnya.

Sembilan, poin yang didapatkan dalam tembakan pertama itu tidak buruk dan tergolong bagus sebab untuk membuat panah tepat pada sasaran cukup sulit.

Sementara itu Millo sudah mulai berkeringat namun tak gentar lelaki itu untuk terus berlatih, ditambah matahari yang semakin bersinar terik membuat peluhnya semakin banyak. Millo yang merasa kegerahan mulai melepas kaos olahraganya menyisakan kaos dalam berwarna putih kemudian mendatangi Zidan yang masih berlatih.

"Istirahat dulu." Ucap Millo menyiramkan air dingin dalam genggamannya keatas kepala membasahi tubuh atletisnya itu.

Tidak tahukah dia jika sejak tadi ada anak SMA berseragam olahraga tengah memperhatikannya? Memperhatikan bagaimana tetesan air itu mengalir ke leher jenjangnya. Para gadis melihatnya sambil meneguk ludah, enggan untuk mengalihkan pandangan dari lelaki tampan yang berdiri tak jauh dari tempat mereka.

NIGEL (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang