Harapan si Bungsu

584 49 0
                                    

Jika aku boleh meminta, hanya ada satu pinta ku. Aku hanya ingin dipeluk oleh kalian, meskipun itu adalah pelukan terakhir

***

Tubuh Nigel ditarik dengan paksa oleh Papanya, semalam Nigel hampir saja tertabrak oleh mobil jika saja Tama tidak ada disana dan menolongnya. Beruntungnya Tama datang disaat yang tepat, Nigel berhasil diselamatkan oleh Tama, sehingga dia tidak sampai tertabrak oleh mobil. Tama membawa Nigel ke rumah sakit sebab Nigel pingsan setelah ditolongnya dan wajahnya juga terlihat pucat pasi.

"Pak, anak Anda itu sedang sakit! Biarkan dia beristirahat dulu!!" Ucap Tama tak habis pikir dengan pikiran pria yang sedari tadi terus memaksa Nigel untuk turun dari ranjangnya.

"Heh, ini urusan Saya dan anak Saya ya. Kamu tidak perlu ikut campur." Pak Chandra melepas paksa infusan Nigel membuat darah langsung muncrat.

Nigel ditarik paksa oleh Pak Chandra keluar dari kamar rawat, melewati suster yang akan memeriksa Nigel. Pak Chandra mengabaikan teriakan suster yang meminta untuk mengembalikan Nigel. Pria dewasa itu menulikan telinganya dia tetap membawa Nigel dengan mencengkeram erat tangan kirinya. Nigel sendiri hanya bisa pasrah ditarik seperti itu oleh Papanya.

"Loh, Nigel dimana Tam?" Tanya Dean yang baru tiba dan tidak melihat keberadaan Nigel diranjangnya.

"Dibawa pergi sama bokapnya. Orang tua goblok! Kok bisa sih nyiksa anak sendiri kayak gitu." Kesal Tama, Dean hanya diam.

Sesampainya si bungsu di rumah dia sudah dihadang oleh keenam kakaknya. Millo Kakak tertuanya maju mendekatinya kemudian dengan entengnya tangannya itu melayang ke pipi pucat sang adik

"Aelaahh, sakit gitu doang manja." Ucap Agham sesaat Nigel baru saja sampai rumah.

Plaakkk.....

"Kita itu ngurung Lo di gudang buat kasih hukuman, buat kasih Lo efek jera, buat kasih tahu Lo kalau Lo itu nggak seharusnya ngelawan kita. Lo malah dengan bodohnya kabur dari rumah ini. Apa Lo mau hukuman Lo kita tambah dua kali lipat dari sebelumnya." Ucap Millo, Nigel menggeleng lemah.

"Ck, udah buat kali ini kita biarin dulu aja dia." Ujar lelaki jangkung itu, Ayden.

"Lah kok gitu!" Zidan terlihat tidak terima.

"Kalau dia mati gara-gara kita siksa nggak lucu. Biarin dia istirahat dulu." Ucap Ayden.

Semuanya setuju dengan perkataan Ayden, kemudian mereka pergi dari ruang tengah meninggalkan si bungsu yang masih ditemani oleh Kakak keenamnya.

"Ke dapur sana, ada makanan bekas Gue pagi tadi." Ucap Ayden setelahnya pergi meninggalkan Nigel.

Nigel tersenyum, dia tahu diantara keenam Kakaknya Ayden lah yang sebenarnya paling peduli terhadapnya.

"Saya mau ke restoran, kamu jaga rumah jangan buat ulah dengan kabur seperti semalam." Ucap Pak Chandra saat melewati dapur.

"Baik Pa." Ucap Nigel.

Nigel memakan makanan yang diberikan oleh Ayden, meskipun hanya makanan bekas tetapi setidaknya cukup untuk mengganjal perutnya.

***

Nigel mendudukkan dirinya didepan meja belajar, mengambil buku diary-nya seperti biasa rutinitasnya setiap hari adalah menulis diary menumpahkan semua rasa sesak dalam dada ke sebuah tulisan. Katanya menulis itu adalah obat terbaik untuk menata hati yang tak karuan, menulis bisa menjadi wadah dalam mengekspresikan perasaan ketika kita tidak tahu pada siapa lagi harus bercerita.

Tring....

Ponselnya bergetar tanda sebuah pesan masuk, Nigel meletakkan penanya dan melihat siapa yang mengirimnya pesan.

Mas Tama

Dek, gimana keadaan kamu?

Udah mendingan Mas,

Puji Tuhan

Syukurlah, besok kerjanya
libur dulu yah.. istirahat dulu

Eh, nggak usah Mas

Aku sudah enakan kokbesok udah bisa kerja

Ya sudah kalau gitu
sampai jumpa besok

Siap Mas

Nigel meletakkan ponselnya kembali kemudian merapikan meja belajarnya. Meletakkan penanya di wadah stasionery bening didepannya kemudian memasukkan buku diary-nya kedalam laci. Zidan memasuki kamar Nigel dengan wajah suram dan terlihat tidak bersahabat, lelaki itu merebahkan tubuhnya begitu saja diatas kasur tanpa meminta izin pada pemilik ranjang.

"Kamar Lo lumayan juga." Ucap Zidan.

"Mas ngapain disini?" Tanya Nigel, Zidan berdecak mendengar pertanyaan si bungsu. Diubahnya posisinya menjadi duduk kemudian berdiri kemudian berjalan mendekati Nigel yang masih duduk di kursi meja belajarnya.

"Lo nggak ada niatan buat nyusul Mama gitu?" Ucap Zidan tanpa beban.

"Lo tahu nggak, dulu sebelum Lo datang hidup kita berenam begitu bahagia sama Mama dan Papa. Terus waktu Mama hamil Lo awalnya kita antusias, kita dulu sayang sama Lo. Waktu Lo masih ada didalam kandungan Mama, kita semua nungguin kedatangan Lo, termasuk Papa."

"Tapi rasa sayang kita berubah menjadi kebencian yang teramat dalam ketika Lo terlahir di dunia ini. KELAHIRAN LO TUH CUMAN BAWA PETAKA BUAT MAMA. SEANDAINYA LO NGGAK LAHIR MAMA NGGAK MUNGKIN MENINGGAL. PASTI MAMA SEKARANG SAMA KITA KALAU LO NGGAK PERNAH LAHIR.KITA SEMUA BENCI SAMA LO NIGEL."

Zidan berteriak tepat ditelinga Nigel, tangisnya pecah begitupun dengan Nigel yang tubuhnya bergetar hebat jantungnya berpacu cepat setelah mendapatkan bentakan dari kakaknya itu.

"Dan ingat ini" Zidan membisikkan sesuatu yang membuat hati si bungsu teriris perih.

"Kau terlahir di dunia ini untuk menebus dosa-dosa mu, biarkan kami menyiksa mu hingga kau menemukan ajal mu. Karena pada dasarnya kelahiran mu bukan untuk menemukan kebahagiaan tetapi menerima siksaan kita semua."

"Aku nggak pernah minta untuk dilahirkan di dunia ini, Mama sendiri yang memilih buat mempertahankan Aku Mas." Nigel membela dirinya. Sepasang empat mata itu terlihat saling beradu. Zidan yang menatap Nigel penuh kebencian dan Nigel yang menatap Zidan penuh luka.

"Aku juga mau Mas sayang begitupun yang lainnya, Aku mau ngerasain gimana rasanya punya Kakak. Aku mau ngerasain dipeluk sama kalian. Nigel mau ngerasain jadi bungsu yang sebenarnya Mas." Nigel mengeluarkan semua yang dirasakannya selama ini. Bagaimanapun juga dia adalah si bungsu yang ingin bermanja dengan kakak-kakaknya, namun sepertinya hal itu tidak mungkin terjadi padanya.

"Sampai kapan pun Gue nggak bakal sudi nganggep Lo adek. Bahkan sampai napas terakhir Lo nanti Gue nggak bakalan pernah mau meluk Lo."

"Salah Aku apa sih? Sampai kalian begitu benci sama Aku." Lirihnya air mata kembali berlomba keluar dari pelupuknya.

"Kesalahan Lo adalah terlahir di dunia ini." Ucap Zidan, lelaki putih pucat itu memajukan wajahnya mendekat ke telinga Nigel.

"Gue bakal jatuhin mental Lo sejatuh-jatuhnya sampai Lo lupa gimana caranya berpikir normal dan akhirnya Lo mengakhiri hidup Lo sendiri atas kemauan Lo." Bisiknya, hati Nigel sakit mendengar ucapan Kakaknya itu.

Nigel pernah berpikir apakah kelahirannya di dunia sebenarnya hanya untuk menebus segala dosanya karena telah membuat Mamanya meninggal karena kelahirannya. Mata sembab itu kembali ber air, berpikir sampai kapan penderitaannya ini akan berakhir?

###

NIGEL (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang