Nigel melirik arlojinya yang menunjukkan pukul 06.20 kepalanya menoleh kearah kanan melihat rumah disampingnya yang masih tertutup rapat seolah tidak ada siapapun di dalam sana.
Kakinya mulai terasa gemetar, terhitung sudah 15 menit dia berdiri menunggu sang pemilik rumah keluar. Tak lama suara pintu terbuka dapat didengarnya, menampilkan sosok gadis yang sedari tadi ditunggu olehnya.
Kana tersenyum sembari melambaikan tangannya, berjalan mendekat kearah Nigel. Keduanya memang berjanji untuk pergi dan pulang bersama setiap ke sekolah. Hubungan mereka juga sudah lanjut ke tahap lebih tinggi, kemarin selepas dari taman bunga Kana mengutarakan perasaannya sekaligus menembak Nigel.
Iya, yang menembak adalah Kana bukan Nigel dan Nigel hanya menerima saja.
"Sudah siap sayang?" Tanya Kana.
Kata "Sayang." Terdengar asing dan menggelitik di telinga sang lelaki. Hanya senyum yang bisa dia berikan kepada gadis disampingnya.
Kana meraih tangan kekasihnya menautkan jemarinya dengan tangan yang berbanding dua kali lipat lebih kecil dari miliknya. Keduanya berjalan menuju halte bus.
Sepanjang perjalanan Kana bersenandung, menirukan lagu yang samar-samar terdengar di rungunya. Lagu yang didengar oleh kekasihnya.
"Nggak budek tuh telinga?" Tanya Kana. Yah, Nigel mendengarkan lagu dalam volume penuh.
Yang ditanya hanya terdiam tanpa membalas, bagaimana bisa membalas jika mendengar saja dia tidak bisa karena suara keras yang memenuhi telinganya.
Kana melepas sebelah earphone putih itu membuat sang lelaki menoleh kearahnya.
"Ada apa?" Tanyanya.
"Busnya sudah datang." Kata gadis itu.
Nigel menganggukkan kepalanya, melihat bus yang berhenti didepannya dengan orang-orang yang mulai berhamburan keluar masuk. Sebenarnya dia tidak ingat kapan dirinya sampai di halte, karena selama perjalanan tadi dia hanya terfokus pada musiknya.
***
"Jadi? Apa Kamu nggak jadi ikut lomba fotografi?" Tanya Gilang. Saat Nigel berjalan menuju kelasnya, Gilang mencegatnya didepan pintu dan membawanya ke ruang fotografi.
Nigel menggeleng, ingin sekali mengikuti lomba namun apa daya jika kamera saja dia tidak punya. Bisa menggunakan kamera ponsel namun hasilnya tidak akan sebagus kamera dslr.
"Apa ini soal kamera?" Entah Gilang dapat membaca pikiran atau bagaimana, namun pertanyaan itu benar adanya.
Lelaki itu hanya terdiam tanpa menjawab, Gilang melepaskan kamera yang sedari tadi bertengger di bahu sebelah kirinya. Mata Nigel memicing namun tangannya tetap terulur menerima kamera tersebut.
"Pakai kamera Gue aja, kalau udah kasih hasil fotonya ke Kenanga." Gilang menepuk pundak Nigel kemudian berlalu meninggalkan lelaki itu.
Nigel tersenyum, memandang punggung kakak kelasnya yang berangsur menghilang dari pandangannya. Di lihatnya kembali kamera yang ada dalam genggamannya. Mungkin dengan memenangkan lomba kali ini Papanya bisa bangga terhadapnya.
***
Nigel tengah duduk di halte bus, seperti biasa lelaki itu menunggu bus yang akan mengantarkannya kembali ke rumah hanya saja bedanya sekarang dia tidak sendiri lagi. Dia bersama dengan Kana, yang duduk disampingnya sembari memakan roti yang sempat dia beli saat disekolah tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
NIGEL (TAMAT)
Teen FictionIni kisah tentang anak bungsu bernama Nigel Ghaitsa yang selalu dibanding-bandingkan dengan keenam kakaknya, kata siapa jadi anak bungsu itu enak. Siapa yang mengatakan jika anak bungsu itu dimanja dan apapun yang diinginkan di turuti. Buktinya Nige...