Nigel memasuki kelas dengan keadaan yang bisa dibilang pucat pasi, sebenarnya kondisinya belum terlalu membaik namun Ayahnya meminta supaya dia berangkat sekolah tanpa alasan apapun. Halim yang duduk sebangku dengan Nigel mulanya ingin menghujani berbagai macam pertanyaan mengapa dia tidak datang ke coffe shop yang sudah dijanjikan. Tetapi saat melihat wajah pucat sahabatnya itu Halim memutuskan untuk tidak menanyakannya.
"Lo sakit?" Tanya Halim, suaranya terdengar khawatir.
"Tidak, hanya kelelahan sedikit." Ucap Nigel setelah mendudukkan dirinya di kursi samping Halim.
Halim yang tidak mempercayai ucapan Nigel langsung menyentuh dahi Nigel yang ternyata panas.
"Lo sakit Nigel, suhu tubuh Lo tinggi." Kata Halim, sekarang dia benar-benar khawatir dengan keadaan Nigel.
"Aku nggak apa-apa, cuman kelelahan." Nigel masih dengan sikap keras kepalanya yang mengatakan jika dirinya baik-baik saja.
"Baik-baik aja dari mananya, enggak Lo sakit. Gue anter pulang sekarang atau Gue anter ke rumah sakit buat ngecek kondisi Lo?" Tawar Halim.
Nigel dengan cepat menggelengkan kepalanya, dia tidak mau pulang ke rumah yang ada Ayahnya bisa-bisa memarahinya belum lagi saudaranya yang lain akan membullynya.
"Tapi Lo sakit, butuh istirahat. Kalau nggak mau pulang, Gue bawa ke rumah sakit." Lagi-lagi Nigel menggeleng, dia tidak ingin pergi ke rumah sakit dan berakhir dijemput paksa oleh Ayahnya seperti kemarin.
"Terus sekarang mau Lo gimana?" Tanya Halim dengan sabarnya.
"Biarin Aku ikut pelajaran." Mohon Nigel.
"Tetapi....."
"Ada apa?" Liam yang baru saja tiba bertanya kepada kedua sahabatnya itu.
"Nigel sakit, tetapi dia tidak mau dibawa pulang atau ke rumah sakit." Jawab Halim.
Liam melihat kearah Nigel, kondisinya jauh dari kata sehat. Wajah pucat pasi dan bibir kering. Tangannya terulur mengecek suhu tubuh Nigel. Panas, itu yang Liam rasakan kala punggung tangannya menyentuh dahi Nigel.
"Yakin nggak mau pulang?" Liam bertanya untuk memastikan dan jawabannya masih sama Nigel hanye menggeleng.
Saat ingin bertanya lagi guru sudah datang, membuat Liam mengurungkan pertanyaannya dan duduk dibangkunya yang ada didepan Nigel.
***
Kenanga merapikan alat tensi yang baru saja dipinjam oleh salah satu anggota PMR, diletakannya benda yang biasa digunakan untuk mengecek tekanan darah itu dipinggir meja bersama alat kesehatan yang lainnya, hari ini dia bertugas sebagai petugas UKS. Kenanga selain mengikuti klub PMR dia juga mengikuti klub fotografi, sebenarnya menjadi anggota PMR bukan lah keinginannya, hanya saja klub PMR kekurangan satu anggota sebab anggota yang biasa menjaga UKS dikabarkan sudah tidak bersekolah lagi disini. Akhirnya Kenanga lah yang menggantikan posisi sementara sampai menemukan pengganti. Beruntung kedua orang tua Kenanga adalah seorang dokter jadi dia sedkit paham tentang kesehatan.
"Tolong cek in tensi darah Gue dong." Seorang lelaki tiba-tiba saja duduk di depan Kenanga, dari suaranya saja gadis itu tahu siapa lelaki tersebut. Sudah pasti Gilang, ketua klub fotografi.
"Ck, ganggu aja." Decak Kenanga namun tetap memeriksa tensi Gilang.
Dengan telaten Kenanga melilitkan bantalan berwarna abu-abu itu ke lengan kanan Gilang kemudian menekan tombol yang ada di alat tensi digital. Alat tensi itu mulai bekerja Gilang bisa merasakan kala bantalan abu-abu dilengannya mulai mengempis dilengannya seolah tengah mencengkeram lengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NIGEL (TAMAT)
Teen FictionIni kisah tentang anak bungsu bernama Nigel Ghaitsa yang selalu dibanding-bandingkan dengan keenam kakaknya, kata siapa jadi anak bungsu itu enak. Siapa yang mengatakan jika anak bungsu itu dimanja dan apapun yang diinginkan di turuti. Buktinya Nige...