Hukum Newton Satu

478 41 0
                                    

Seluruh murid tengah berdiri didepan mading sekolah, mereka mendengar kabar bahwa klub fotografi mengadakan lomba yang total hadiahnya cukup untuk dipakai mentraktir bakso satu sekolahan. Para murid yang berdesakan untuk melihat poster yang tertempel, entah karena mereka memang berniat untuk mengikuti lomba atau hanya sekedar kepo, beberapa murid lainnya juga acuh hanya melewati kerumunan tanpa peduli sama sekali.

"Nigel sini deh." Panggil Liam yang berada ditengah kerumunan.

"Ada apa?" Tanya Nigel saat sudah berada disamping Liam.

"Liat deh..."

Sreekkk....

Liam mencabut poster yang ada dimading dan diserahkan kepada Nigel, para murid berseru melihat aksi Liam yang terlampau berani. Salah satu peraturan sekolah adalah dilarang merusak fasilitas tetapi Liam dengan santainya mencabut poster tanpa rasa takut.

"Apa ini?" Tanya Nigel sembari menerima poster tersebut.

"Lihat saja."

Nigel melihat poster tersebut dan membacanya dengan seksama

"Lomba fotografi?" Nigel menolehkan kepalanya, Liam menganggukkan kepala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lomba fotografi?" Nigel menolehkan kepalanya, Liam menganggukkan kepala

"Iya, Kau kan gemar memotret apa salahnya mencoba? Lagipula itu semua gratis." Ucap Liam.

"Tetapi Aku tidak memiliki kamera." Ucap Nigel, wajahnya terlihat begitu sendu.

"Tidak masalah, masih ada kamera ponsel bukan? Lagipula diposter tidak dijelaskan harus menggunakan kamera SLR/DSLR." Ucap Liam.

Nigel kembali menatap poster yang ada dalam genggamannya sembari berjalan menuju kelas, total hadiah yang sangat menggiurkan untuknya. Setidaknya meskipun dia hanya berhasil sampai juara 3, hadiah yang dia dapatkan juga terbilang masih banyak bukan? Nigel tersenyum, mungkin ini saatnya dia menunjukkan kepada Papanya jika dia bisa membanggakan Papanya dengan caranya sendiri.

***

Kenanga terlihat tidak terlalu fokus pada penjelasan guru didepan sana dan Gilang menyadari semua itu. Diliriknya jemari Kenanga yang bersembunyi dibalik kolong meja saling bertautan tak karuan, gadis itu memainkan jemarinya bahkan kakinya kirinya mengetuk-ketuk ubin menghasilkan nada acak. Raut wajah Kenanga juga tampak gusar, seperti tengah memikirkan sesuatu.

"Kenanga, Lo kenapa?" Bisik Gilang selirih mungkin agar tidak ketahuan guru didepan sana.

Kenanga menoleh tanpa menghentikan aktivitasnya bermain dengan jemarinya, gadis itu menggeleng seolah mengatakan bahwa dia baik-baik saja tetapi Gilang tahu ada yang tidak beres dengan teman sebangkunya itu.

Tok..tok...tokkk...

"Jika kalian tidak bisa mendengarkan Saya, keluar saja dari sini!!! Ini kelas untuk menimba ilmu, bukan pacaran!!" Suara tegas itu menyadarkan Gilang dan Kenanga akan posisi mereka yang sangat dekat sekarang.

NIGEL (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang