Berbagi Cerita

375 37 0
                                    

Keringat itu mengucur membasahi wajahnya, sudah seperti gerimis yang berjatuhan tanpa henti seragamnya pun demikian, karena terlambat Nigel harus menerima hukuman yaitu membersihkan lapangan yang sialnya sekarang adalah musim kemarau dimana daun-daun banyak yang berguguran. Tangan kanannya menengadah keatas membiarkan salah satu daun kering itu jatuh diatasnya.

Daun kering dalam genggamannya terlihat begitu rapuh, sekali dia menggenggam tangan maka daun itu akan hancur. Dibiarkannya daun yang hancur itu terbang mengikuti angin, entah kemana angin akan membawa daun itu pergi yang jelas ia hanya pasrah mengikutinya.

Nigel kembali menyapu halaman sekolah dengan sapu lidi. Matahari bersinar dengan terik menyorot langsung ke wajahnya yang terlihat begitu letih, sesekali dia mengusap keringat di keningnya.

"Nigel." Seseorang memanggilnya, Nigel menoleh mendapati guru BK yang menghukumnya datang menghampirinya.

"Sudah hukumannya Kau bisa kembali ke kelas, lain kali jangan terlambat." Ucap guru BK itu.

Nigel meletakkan sapunya ditempat semula, mengambil tasnya yang digeletakkan begitu saja dibawah pohon meninggalkan gurunya yang masih berada disana setelah dia mengucapkan kata terima kasih.

***

"Jadi, bagaimana? Apa Lo udah punya foto buat di daftarkan ke lomba?" Tanya Liam, lelaki yang sibuk membaca novel lewat ponselnya itu sama sekali tak menjawab.

"Baca apa sih? Serius amat?" Liam mencuri pandang kearah ponsel Nigel.

Lelaki itu menoleh setelah mematikan layar ponselnya. "Membaca novel." Katanya.

Liam mengangguk-anggukkan kepalanya sudah seperti patung kucing yang ada di etalase toko. Halim yang sedari tadi menyenderkan tubuhnya di tembok berdiri menghampiri kedua sahabatnya, kabel earphone yang terpasang di telinganya bergerak seiring dengan kakinya melangkah. Dia mengambil duduk ditengah keduanya membuat Nigel dan Liam menggeser duduknya.

"Lo baca apa? Gue boleh lihat?" Tanya Halim. Nigel menyerahkan benda persegi panjang miliknya.

"Ceritanya hampir mirip dengan kehidupan Ku. Aku hanya merasa penulis itu membuatkan cerita untukku." Terang lelaki itu.

Halim membaca sekilas novel yang dibaca oleh Nigel. Sesekali dia menganggukkan kepalanya tanpa sadar.

"Gue mau cerita, Gue capek memendam semuanya sendiri." Ucap Nigel kepalanya menengadah keatas melihat kearah langit biru tanpa awan. Mereka bertiga sedang berada di rooftop.

"Apa? Lo menyembunyikan sesuatu dari kita?" Liam bertanya penasaran.

Hembusan napas kasar itu keluar dari bibir lelaki bungsu itu, matanya terpejam erat. Dia benar-benar tidak bisa menahan semuanya sendirian, terlebih ucapan Tama saat itu membuatnya tersadar bahwa dia membutuhkan bahu untuk bersandar.

"Kamu tidak bisa menyimpan semuanya sendirian, berbagilah cerita kepada sahabat mu jika Kamu tidak bisa berbagi cerita sama Mas. Sekuat apapun Kamu menyimpan luka, Kamu tetap membutuhkan obat untuk menyembuhkannya, tetap membutuhkan bahu untuk bersandar dan yang jelas Kamu membutuhkan seseorang untuk mendengarkan semua masalah mu."

"Dan Kamu bisa melakukan itu ke sahabat mu."

Matanya yang terpejam kembali terbuka, ditatapnya kedua sahabatnya yang sedari tadi menunggunya berbicara.

NIGEL (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang