Raut wajah pria yang sedari tadi duduk di meja kerjanya itu terlihat gusar. Diusaknya dengan kasar surainya yang mulai memutih. Beberapa jam yang lalu dirinya mendapatkan kabar bahwa penjualan di restorannya mulai menurun.
Pak Chandra tidak tahu apa yang membuat penjualan menurun beberapa minggu ini, kemarin-kemarin dia rasa restoran masih berjalan dengan normal.
"Permisi Pak." Salah satu pegawainya masuk sembari membawa map plastik merah.
"Ada apa?" Tanya Pak Chandra.
"Maaf Pak sebelumnya, Saya harus mengatakan bahwa penjualan semakin menurun." Ucap pria bernama Hans.
"Apa Kamu tahu apa penyebabnya?" Hans mengangguk mendengar pertanyaan Pak Chandra.
Dibukanya map plastik merah kemudian mengeluarkan kertas yang ada di dalamnya. Menyerahkan kertas tersebut kepada atasannya. Hans melangkah mundur sementara Pak Chandra mengamati kertas yang baru saja diterimanya.
Rahangnya menegas kala mengetahui penyebab penjualan beberapa bulan terakhir. Tangannya mengepal erat, matanya menajam menatap lembaran kertas yang kusut akibat remasan dari tangannya.
"Sialan, Dia kembali." Bibirnya mengumpat kala mengetahui apa yang menjadi alasan penjualan restorannya menurun.
"Bagaimana Pak? Apa yang harus kita lakukan?" Tanya Hans.
"Biarkan saja, kita lihat sejauh mana Dia bermain. Kau boleh pergi." Pak Chandra bersmirk sementara Hans menundukkan kepalanya sekilas sebelum meninggalkan ruangan.
Ditatapnya kembali kertas dalam genggamannya itu isinya merupakan surat perjanjian pendirian restoran dan juga foto seorang pria dengan senyum lebar tengah memotong pita sebagai bentuk peresmian restorannya.
***
Haidar melempar cakram dengan kekuatan penuh, tetapi tetap saja kepingan hitam itu tidak pernah jatuh sampai targetnya. Sementara yang lainnya berlatih sesuai bidang mereka masing-masing.
Di sebelah utara, beberapa meter dari tempat Haidar berdiri sekarang terlihat Ayden tengah mengambil ancang-ancang untuk berlari kemudian melompat melewati mistar setinggi hampir 4 meter.
Ah iya, mereka tengah berlatih di GOR tempat dimana para atlet seperti mereka berlatih hanya saja bedanya GOR yang mereka pakai ini bukan GOR umum, melainkan GOR pribadi mereka. Tentu saja Pak Chandra yang membangunkan tempat ini untuk keenam putra kesayangannya.
"Ikut Gue." Agham menarik tangan Nigel.
Jujur saja dia bosan melihat yang lainnya berlatih sementara dia hanya menyaksikan saja, sebagai atlet renang tempatnya berlatih tentu saja dikolam renang dan kolam renang berada di dalam GOR.
"Bawa baju ganti kan?" Tanya Agham saat mereka sudah berada didalam. Nigel mengangguk sebagai jawabannya.
"Temenin Gue renang, sebentar Gue ganti baju dulu." Ucap Agham.
Sambil menunggu Agham berganti baju renang, Nigel juga ikut mengganti celananya. Yah dia hanya mengganti celana panjangnya yang kebetulan selalu disimpan didalam loker, berjaga jika dia akan berenang seperti sekarang sedangkan untuk baju dia lebih memilih menggunakan kaos oblong.
Kini mereka berdua sudah berada dikolam renang, mereka sudah melakukan pemanasan terlebih dahulu sebelum menceburkan diri mereka ke kolam. Meskipun Nigel tidak bisa berenang, tetapi dia tidak sebodoh itu untuk mengetahui pentingnya pemanasan sebelum berenang.
Agham yang sudah bertemu dengan air mulai melakoni aksinya bak seekor paus di lautan, kedua kakinya menghentakkan air secara bergantian menciptakan ombak kecil di kolam renang. Sedangkan Nigel hanya berdiam dipinggiran kolam dan menyaksikan Kakaknya itu berenang, sesekali air terciprat diwajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NIGEL (TAMAT)
Teen FictionIni kisah tentang anak bungsu bernama Nigel Ghaitsa yang selalu dibanding-bandingkan dengan keenam kakaknya, kata siapa jadi anak bungsu itu enak. Siapa yang mengatakan jika anak bungsu itu dimanja dan apapun yang diinginkan di turuti. Buktinya Nige...