Kelas X-IPA 2 terlihat sepi hanya menyisakan ketiga sahabat yang masih berada didalam kelas, lebih tepatnya menunggu Halim yang tengah melaksanakan piket kelas. Hanya Halim yang piket hari ini, sisanya kabur. Nigel dan Liam setia menunggu Halim didepan papan tulis. Merasa bosan, Liam mencoret-coret papan tulis dan kemudian menghapusnya lagi.
Tak lama Halim telah selesai melaksanakan piketnya, menyambar tas ranselnya dan kemudian keluar kelas. Mereka bertiga berjalan bersama melewati lapangan yang juga banyak siswa berlalu-lalang.
"Ah jangan lupa Sabtu besok ke rumah ku, Papa ku ulang tahun." Ucap Liam.
"Siap, Nigel gimana? Bisa datang?" Tanya Halim.
"Ah bisa, tapi Aku bisa datang saat malam, pagi Aku harus bekerja." Ucap Nigel.
"Tidak masalah." Ucap Liam.
Halim dan Liam berbelok kearah parkiran motor sedangkan Nigel berjalan keluar gerbang. Sempat berpamitan sejenak sebelum ketiganya berpisah dipersimpangan. Nigel menyapa Pak Satpam saat melewati gerbang, berjalan kearah barat sekitar 1 meter menuju halte bus.
Nigel duduk di halte bus, mengeluarkan headset juga ponselnya. Mendengarkan lagu di siang hari sepertinya tidak buruk. Dipasangnya benda berwarna putih itu kedalam rungunya, menyetel musik dan menikmatinya.
Sesekali bibirnya bersenandung mengikuti alunan yang terputar di telinganya, tanpa sadarnya seorang gadis yang entah sejak kapan berada disana memperhatikannya dengan senyum yang mengembang.
"Sepertinya Kau sangat menikmati musik mu, apa boleh Aku mendengarnya juga?"
Suara lembut itu menyapa rungunya, musik yang disetel oleh Nigel tidak terlalu keras sehingga dia masih bisa mendengar bisingnya suara jalanan termasuk suara lembut barusan. Nigel melepaskan salah satu earphonenya dan menoleh kearah kanan. Seorang gadis dengan pakaian sederhana tersenyum menampilkan deretan gigi putihnya yang dihiasi oleh pembatas.
"Apa Kamu berbicara dengan Ku?" Tanya Nigel.
"Apa ada orang lain selain Kau disini?" Bukannya menjawab gadis itu justru bertanya kembali.
Nigel mengedarkan pandangannya ke sekeliling, tidak ada siapapun selain dirinya dan si gadis yang belum diketahui namanya itu.
Beberapa saat kemudian bus yang ditunggu datang, Nigel dengan buru-buru memasuki bus tersebut meninggalkan si gadis yang kini merengut kesal.
"Belum juga berkenalan, sudah ditinggal."
"Pokoknya harus ketemu lagi, nggak mau tau caranya gimana." Ucap gadis tersebut.
***
Disini lah Nigel sekarang disebuah tempat dengan aroma khas yang umumnya dibenci oleh banyak orang. Nigel melangkahkan kakinya menuju resepsionis memberitahukan maksud kedatangannya kemari. Resepsionis tersebut melayaninya dengan baik, memberikannya nomor antrian dan menyuruhnya untuk menunggu giliran.
Nigel duduk disalah satu kursi yang kosong, disekelilingnya banyak sekali orang yang mengantri menunggu panggilan. Matanya tak berhenti menelisik setiap pintu yang ada di area ini, bahkan telinganya seolah lebih tajam dari biasanya. Dia bisa mendengar jerit tangis seseorang, teriakan kesakitan dan masih banyak lagi.
"Awas minggir......" Teriak seorang perawat mengusir apapun yang menghalangi jalannya.
Seorang korban kecelakaan dibawa menggunakan brankar yang didorong oleh tiga perawat dan diikuti oleh seorang dokter. Beberapa orang yang diduga adalah keluarganya ikut berlari, bahkan Nigel bisa melihat seorang pria yang masih lengkap dengan pakaian kerjanya terus-terusan memanggil nama anaknya. Nigel yang melihat itu tiba-tiba saja berpikir bagaimana jika pasien tersebut adalah dirinya? Apakah Papanya juga khawatir seperti itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
NIGEL (TAMAT)
Teen FictionIni kisah tentang anak bungsu bernama Nigel Ghaitsa yang selalu dibanding-bandingkan dengan keenam kakaknya, kata siapa jadi anak bungsu itu enak. Siapa yang mengatakan jika anak bungsu itu dimanja dan apapun yang diinginkan di turuti. Buktinya Nige...