17

604 109 20
                                    

Apa yang bisa diharapkan oleh seorang namja tidak jelas seperti Lee Tae Yong? Berkencan di Seoul tower? Jalan-jalan di Myeongdong? Tidak! Itu terlalu romantis dan terlalu mewah untuknya. Dia hanya sanggup berdebat denganku. Menyebalkan.

Waktu berlari begitu cepat. Tahu-tahu empat hari saja. Harapan untuk melihat sesuatu yang berbeda dari anak jalanan itu adalah hal yang salah. Pukulan rasa menyesal telak mengenai ekspektasi. Kalau begini, sebelum seminggu habis, aku sudah mencampakannya ke jalanan lagi.

Ia sedang mengulum lolipop, baru saja keluar dari minimarket. Aku menunggunya berteman bosan. Ia melirikku sinis, sesuatu yang jadi kebiasaan acap kali melihatku.

Dia pacarku. Secara teknis, meski cara menembaknya tidak elit sama sekali. Seharusnya menghormati posisiku, bukan, dengan berperilaku macam orang berpacaran kebanyakan. Walau cuma bergandengan tangan saja sebab aku tahu dan maklum orang tidak jelas sepertinya, isi dompetnya pasti beberapa lembar saja.

Tapi apa yang dia lakukan, perlakuannya padaku sungguh ironi. Jauh dari kata sepasang kekasih. Lebih tepatnya dua asing yang dipaksa bersama.

"Begini cara kau memperlakukan seorang pacar? Mendiamkannya seperti seorang tidak dikenal. Miris sekali gadis yang pernah jadi pacarmu," sindirku.

Yah! Dia melirikku. Tampangnya masih sedingin besi di jembatan penyeberangan. "Kau salah. Sebagian pacarku menyesal, dan minta balikan. Tapi aku menolak."

"Apa kau sedang menyombongkan diri, Tuan Lee?"

"Tidak. Kenyataannya memang begitu." Ia angkat bahu tak peduli.

"Sebelum minggu berakhir, aku ingin melihat keseriusanmu menjalin hubungan denganku. Tapi sejauh ini, tidak ada hal spesial yang membuatku berkesan." Aku melipat lengan memandangnya mencemooh. "Apa kau sengaja mengerjaiku? Dan setelah satu minggu, kau akan menertawakan kebodohanku yang kena tipu. Wah sungguh baik hati dirimu, mencampakkanku sebelum aku mencampakkanmu."

Lee Tae Yong masih bertahan dengan ketenangannya. Ia hendak berkata, namun sebuah mobil berhenti tepat di samping kami.

"Kau ternyata di sini, my bro."

Jae Hyun, seingatku keluar dari mobil lalu disusul pria asing yang tak kukenali.

"Mau apa kalian?"

"Dingin sekali tanggapanmu," oceh si pria asing.

"Yang lain sudah menunggu di tempat biasa. Akhir-akhir ini kau alpa dari agenda berkumpul bersama. Atau karena gadis ini kau sulit dihubungi?" Jae Hyun angkat alis menggoda.

"Aku sedang malas berkumpul," jawab Tae Yong.

"Alasan saja." Jae Hyun mendorong Tae Yong. "Hari ini kau harus ikut kami ke markas. Ada pertunjukan menarik."

"Tidak!"

Tae Yong mungkin menolak, tapi kedua temannya lebih pemaksa. Tahu-tahu aku ikut pula satu mobil dengan mereka. Sungguh canggung berada di sini.

"Siapa namamu?" Pria asing yang menyetir bertanya. Tersenyum amat lebar. Senyumnya langsung mengingatkanku akan matahari di musim panas. Amat cerah sekali.

"Lee Di Tya."

"Namaku Johnny Suh. Kau bisa panggil aku casanova," katanya melirik dari spion depan, mengedip.

"Tidak! Kau akan muntah jika mengatakannya." Jae Hyun menyela sambil pura-pura muntah. "Panggil saja dia bodoh."

"Yaa, Jae Hyun keparat. Kau memang mau aku kasih kecup bogemku."

"Kalian berisik sekali," keluh Tae Yong.

"Dengar Tae Yong, kau akan berterima kasih jika ikut, karena akan ada banyak wanita menemani kita. Dan ada mantanmu. Si seksi So Mi."

Tae Yong tak menyahut. Sebenarnya mereka mau membawa kami ke mana, sih?!

***

Tempat ini bersisik sekali. Seperti sebuah klub yang pernah kudatangi beberapa waktu lalu. Alkohol dan masih banyak lagi aksi mesum lainnya di sudut-sudut temaram. Aku bergidik teringat pengalaman menjijikkan beberapa waktu lalu. Tanpa sadar trauma menyusup pikiran.

Kurasakan tarikan lembut padaku. Aku melirik, bahuku sudah didekap oleh Tae Yong.

Mereka naik ke lantai atas, menyelusuri koridor dan kami berakhir di sebuah ruangan ditempati dua pria bersetelan necis duduk santai dan dua lainnya bermain biliar.

"Kau datang, Tae Yong?" Si pemain biliar mendongak, sejurus melihat ke arahku.

"Lihat, siapa yang datang. Kau bersama seorang gadis baru?"

Aku mendelik. Mengenal salah dua dari mereka. Mark, seorang produser hebat yang terkenal menciptakan ratusan lagu dan selalu memuncaki chart. Lalu Moon Taeil, pemilik agensi besar berlabel Moon Entertainment.

Tunggu! Aku teringat sekelompok chaebol (konglomerat) yang berpengaruh bagi kekuatan ekonomi Korea. Mereka selalu mengisi kolom lembaran terdepan koran dengan headline news besar-besar. Salah satunya bernama Mark Lee serta  lainnya yang tidak kukenali pasti, hanya membacanya sambil lalu. Jadi, Tae Yong ... tidak mungkin! Aku meliriknya horor.

If I Never Loved YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang