Siaran baseball di saluran TV nasional menjadi latar suara. Selagi aku membuat makan malam, sesekali mata ini dengan kurang ajarnya mengintip ruang tengah. Di mana Hae Chan sedang belajar dan hal yang nyaris bikin aku tak yakin mataku normal adalah Tae Yong mengajari adikku!
Bukannya aku merendahkan manusia, tapi si berandalan itu yang mengaku sendiri dirinya seorang pengangguran dan tidak jelas asal-usulnya, tiba-tiba mengajari Hae Chan pelajaran. Orang-orang saja yang melihat pasti tak akan percaya kemampuan akademiknya, selain wajahnya yang sangar lebih cocok jadi tukang pukul. Kecuali ia memamerkan piala dan bukti nilai akademiknya yang gemilang di sekolahnya, baru aku percaya.
Ingin aku ke sana dan menjauhkan Hae Chan supaya ia tak tertular pengaruh buruk Tae Yong. Namun hal itu tidak benar-benar terjadi sebab Hae Chan bertepuk tangan, senang karena soal terjawab benar.
Diam-diam aku mulai merasa bersalah sudah meremehkannya.
Makan malam telah tergelar di meja. Aku menyuruh mereka mendekat. Aku masih belum menyendok nasi, lebih tertarik memperhatikan mereka makan.
Keberadaan Tae Yong membawa keceriaan pada Hae Chan. Hal yang jarang ia kemukakan terang-terangan. Ia terlihat kalem, berbeda dari biasanya yang kerap menawarkan permusuhan padaku.
Sudah jelas, bukan, Hae Chan lebih menginginkan seorang Hyung macam Tae Yong yang berlagak sebagai abang yang baik hati layaknya malaikat, ketimbang Noona yang lebih sering memarahinya selayaknya ibu tiri.
Aku meraup udara. Tersenyum kecut. Lantas mengambil nasi. Selama makan. Hanya diam yang kusuguhkan, sementara dua pria ini berceloteh riang, seolah mereka hanya berdua saja dan aku cuma mikrob yang melayang tak berguna di udara.
"Hyung, akan menginap?" tanya Hae Chan dan seketika secara kompak, aku dan Tae Yong saling pandang.
"Tidak!" Aku lebih dulu bereaksi. "Tidak baik menampung orang asing di rumah kita! Bisa saja ia melakukan hal buruk ...."
"Noona! Bisakah kau membuang kecurigaanmu yang berlebihan itu jauh-jauh? Tae Yong Hyung sudah menyelamatkanku, aku yakin dia tidak punya alasan untuk berbuat jahat pada kita. Lagipula dia juga bekerja di kedai Imo. Itu artinya dia bukan lagi orang asing lagi!"
Aku tertawa tanpa suara. Lelucon macam apa ini, kami bertengkar hanya karena si berandalan ini.
"Tetap saja, kita baru mengenalnya! Apa salahnya waspada. Tidak seorang pun bisa menjamin ia tetap bersikap lurus!"
Hae Chan dan aku berlomba mengeluarkan kekuatan tatap menatap. Berusaha setajam mungkin untuk saling mengalahkan. Untuk beberapa menit, aku cukup mengakui kelebihannya bertahan dari intimidasiku.
"Aku tidak ingin menjadi penyebab perang antar saudara di sini."
Kelopak mengedip. Bergulir ke arahnya yang bangkit.
Hae Chan kontan mengikuti jejaknya. "Hyung mau pergi? Apa karena Noona?"
Ia menggeleng. "Hyung ada urusan penting. Lanjutkan belajarmu. Hyung janji akan sering datang." Lantas mengusap surai hitam milik Hae Chan.
Tebak seberapa senang Hae Chan sekarang. Mulutnya terbuka lebar-lebar. Menarik sudut-sudut bibir nyaris merobeknya.
Aku mendengkus. Ikut senang juga, bukan karena janjinya, melainkan ia tahu diri siapa ia di sini dan bagusnya ia memilih pergi.
Aku bukan tuan rumah yang jahat. Aku sangat berbaik hati mengantarnya ke pintu demi formalitas kesopanan. "Baguslah, kau sadar diri!" celetukku seraya melipat lengan. "Tapi terima kasih," lanjutku setengah-setengah.
Ia menyeringai. "Tidak usah bersusah payah bilang terima kasih jika kau tidak merasa nyaman."
Ia berlutut memakai sepatunya. Kembali tegak setelah kedua kakinya terpasang sempurna sepatu. "Aku akan bilang sekali saja, kalau kau masih menganggapku buruk, itu terserah kau. Yang jelas aku tidak pernah mencari keuntungan apalagi memanfaatkannya demi hal buruk dari orang lain yang sama sekali tidak bersalah. Terima kasih untuk makan malamnya." Sempurna sudah tubuhnya dilahap pintu yang ia buka.
Aku menggigit bibir. Entah kenapa aku dihantam perasaan bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Never Loved You
FanfictionDi sepanjang rel kereta api, aku tiduran di atasnya. Bukan karena bosan hidup, melainkan menemani si Berandalan yang otak udangnya sedang bermasalah. "Selagi hidup, lakukan hal yang kau sukai dan wujudkanlah hal yang ingin kau gapai." Si Berandalan...