"Di Tya!"
Kim Li Sa memanggilku. Mengembalikan setengah kesadaran dari kejutan besar ini. Mereka sudah berhenti berpelukan.
Aku mendekat. "Apa kabarmu, Li Sa?"
"Baik sekali."
"Sedang apa kau di sini? kangen aku, ya? Atau kau lapar dan mau memesan udon?"
"Iya, aku merindukanmu, Li Sa."
"Kalau begitu, masuklah!" Aku kikuk menyilakannya, tapi ia tak mengikutiku karena lebih dulu dicegat Tae Yong. Aku tak menunggunya. Tak peduli mereka berbicara apa, aku lebih memilih menuju dapur, menyiapkan makanan untuk Li Sa.
***
Ia makan lahap, sementara aku memperhatikannya.
"Kau terlihat bahagia sekarang, Li Sa. Tidak seperti keadaanmu pertama kali datang ke sini."
Ia menurunkan sumpit dan senyumnya mekar. "Aku sangat bahagia sekarang. Appa tidak lagi membenciku. Eonni dan Eomma menerimaku baik dan sebentar lagi aku akan bertunangan dengan Jung Kook."
"Wah! Aku turut bahagia Li Sa! Kau menemukan cinta yang luar besar." Aku merasa senang teman baruku sudah menemukan kebahagiannya sendiri, Sementara aku kapan? Ah! Tidak boleh iri. Sudah ada porsi masing-masing. Aku yakin akan menemukannya cepat atau lambat.
"Makasih. Oh, ya! Nyaris lupa." Ia mengaduk tas selempangnya, mengeluarkan sebuah undangan cantik. Lantas menggesernya di depanku. "Aku sangat berharap kau datang ke pesta pertunanganku, Di Tya."
Aku mengambil kartu undangan itu, meraba kulit embossnya. Elegan.
"Jadi, kau datang kemari untuk memberiku ini?"
Ia mengangguk amat senang.
"Aku usahakan Li Sa."
"Tidak, kau harus datang. Aku akan menyuruh sopir keluargaku untuk menjemputmu. Aku memaksa!"
"Baiklah! Baiklah!" Aku angkat tangan, tanda menyerah. "Aku akan datang."
Ia melanjutkan makan setelah meraih kemenangan dan membuatku tak bisa menolak. Kulirik Tae Yong yang sedang mengawasi di balik punggung Li Sa. Melihat tatapannya aku yakin, ia melihat Li Sa, bukan padaku. Entah apa yang sedang namja itu pikirkan.
Aku jadi penasaran hubungan apa yang kedua itu jalin.
"Li Sa." Aku membungkuk ke depan, menatapnya serius. Keningnya mengedut, makannya ia tunda. Menatapku antusias.
"Kalian saling kenal? Kau dan Tae Yong?" Aku berbisik, tak ingin orang yang dibicarakan dengar.
Ia menatapku, tak jua mengatakan apapun. Ia menelan ludah sebentar. "Kami kenal saja."
Lalu ia melanjutkan makan. Aku mencebik. "Kenal begitu saja?! Pendek sekali! Harusnya kau bercerita kenal di mana? Dan bagaimana bisa kenal? Mana mungkin sebatas kenal saja, main peluk begitu."
Ia tersenyum misterius. Aku bersumpah ia sempat mengerling. "Kau cemburu, ya?"
Cih! Aku bersedekap, memandangnya seolah dia gila. "Aku cemburu? Yang benar saja. Kurasa matamu yang bermasalah."
Ia terkekeh. "Kami tidak ada hubungan apa-apa. Hanya sebatas teman." Dia menjelaskan tanpa diminta. Meski aku tak butuh penjelasan apa pun, aku akui hatiku sedikit lapang.
"Dengar, Di Tya. Aku akan memberitahumu. Tae Yong pemuda yang baik. Dia memiliki hati yang sangat tulus di balik sikapnya yang menyebalkan. Kalau kau mengenalnya lebih dalam, aku harap kau jatuh cinta padanya."
***
Aku melambai pada mobil yang ditumpangi Li Sa pergi dari kedai. Aku menghela napas dan kembali ke dalam. Namun kakiku memancang, melihat Tae Yong masih berdiri tak bergerak. Kalau saja ia tak bernapas, kemungkinan sudah bisa dikategorikan patung lilin.
"Kau menyukainya, ya? Memandang Li Sa sampai segitunya, padahal dia sudah pergi." Entah dari mana datangnya pertanyaanku. Tiba-tiba saja melintas begitu saja. Anggaplah aku iseng saja.
"Iya." Lalu dia masuk ke kedai, terkesan tak peduli, membiarkanku berkutat pada penyesalan. Seharusnya aku tak bertanya seperti itu jika hanya denyutan sakit yang kudapatkan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Never Loved You
FanfictionDi sepanjang rel kereta api, aku tiduran di atasnya. Bukan karena bosan hidup, melainkan menemani si Berandalan yang otak udangnya sedang bermasalah. "Selagi hidup, lakukan hal yang kau sukai dan wujudkanlah hal yang ingin kau gapai." Si Berandalan...