Tae Yong itu mengerikan. Sangat mengerikan.
Hanya butuh semalam saja, ia berhasil membuatku tak berdaya dengan perjanjian aneh yang terpaksa aku sepakati. Bagaimana aku bisa melawan, kalau dia saja menculikku, mengikatku ke kursi apartemen mewahnya dan dia mengancamku dengan gelitikan maut di kaki? Siapa yang tidak menyerah dengan mudah kalau begitu?!
Kalau boleh aku tak tahu diri pada Tuhan, aku mau minta pacaran dengan Soobin saja ketimbang dengan Tae Yong yang memaksaku menandatangani selembar kertas bermuatan hukum. Kalau melanggar kertas tipis itu saja, bukan penjara sih melainkan kerja rodi di rumahnya seumur hidup tanpa bayaran. Kejam banget, kan?
Oke, aku sebutkan isi perjanjiannya itu. Aku gak boleh putus sama dia selamanya. Aku kira aku yang paling aneh di dunia ini, sebelum aku menyadari Hae Chan berada di atasku satu tingkat. Lalu aku bertemu dengannya dan ia ternyata lebih aneh lagi dari Hae Chan. Beratus-ratus lebih-lebih dari Hae Chan malah.
"Nuna?! Cacinganmu kumat lagi, ya?!"
Aku melepaskan sisi kepala dari permukaan meja yang sejak tadi merekat kuat sepanjang hari ini. Menatap Hae Chan datar sebelum kembali menempelkan sisi kepala ke meja.
Hae Chan berdecak. Cuma mendengar kursi ditarik dan suara riuhnya buku-buku terbanting ke meja, aku sudah tahu dia gak hanya belajar di akhir pekan, melainkan juga kepincut mengorek penasarannya.
"Nuna? Apa yang telah dilakukan Tae Yong Hyung semalam sampai kau seperti mayat hidup cacingan?!"
Kalau saja moodku sedang baik, sudah kucolok matanya. Berhubung semalam Tae Yong masih mempengaruhi suasana hatiku, aku jadi malas melakukan apa-apa. Huhu ... Aku bergumam seperti orang idiot, melafalkan banyak kosakata sampai nyanyi random.
Sungguh selain perjanjian konyol yang ia paksa, bukan berarti aku tidak dapat apa-apa. Justru tawarannya sangat sepadan dengan kerja rodi di apartemennya. Bahkan kerja rodi tidak ada apa-apanya dengan apa yang akan kudapatkan. Namaku sudah direkomendasikan di universitas bergengsi, tinggal menunggu persetujuanku saja, aku bakal mudah menjadi seorang mahasiswi tanpa biaya sepeserpun. Selain itu yang mengejutkan, dia sudah melunasi hutang-hutang Imo tanpa sepengetahuanku, juga Imo. Bagian terakhir, aku belum memberitahu Imo. Aku saja kaget, apalagi nanti Imo kalau tahu. Mungkin dia bakal menangis histeris.
"Nuna, cepat katakan, apa yang dilakukan Tae Yong Hyung? Apa kau kena bully di pesta? Jawab, pallihe!"
"Hae Chan-ah," aku mengangkat kepala, mendesah dengan raut nelangsa. "Kau percaya tidak kalau kubilang Tae Yong itu anak kandung dari kandidat terkuat presiden tahun ini, Lee Jae In?"
"Kau mabuk, ya?" Lengkap dengan ekspresi syok dibuat-buat.
"Sudah kuduga." Aku meletakkan kembali kepala di meja. Bergumam tidak jelas lagi.
"Kau pacaran dengan Tae Yong saja aku tidak percaya!"
"Ya, Di Tya! Mau sampai kapan kau seperti itu! bantu Imo menggoreng ayam!" Imo datang dengan marah-marah.
"Sekali-kali aku libur, Imo! Huhu ... Aku sedang tidak baik-baik saja!" balasku masih di posisi sama.
"Tae Yong kenapa juga tidak datang hari ini. Sebenarnya kalian ada masalah apa?!"
"Dia sakit. Masuk angin." Aku ingin cerita kalau asetnya sudah kutendang dua kali, dia bilang dia mau absen dan mau pergi ke dokter kelamin untuk memeriksakan sejauh mana kerusakannya. Namun aku tak jadi bilang faktanya.
"Tidak ada." Timpalku pada akhirnya.
"Kau pikir aku yang sudah merawatmu sampai sebesar ini, tidak boleh tahu apa yang kau sembunyikan, tak tahu diri sekali kau ini!"
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Never Loved You
FanfictionDi sepanjang rel kereta api, aku tiduran di atasnya. Bukan karena bosan hidup, melainkan menemani si Berandalan yang otak udangnya sedang bermasalah. "Selagi hidup, lakukan hal yang kau sukai dan wujudkanlah hal yang ingin kau gapai." Si Berandalan...