31

257 43 3
                                    

Pada akhirnya kami mendapatkan kabar baik dua hari kemudian pasca pengecekan di apartemen Tae Yong. Soobin berhasil melacak keberadaan plat mobil yang menculik Tae Yong. Dibantu bodyguard Jae Hyun yang mengerahkan banyak orang, akhirnya kami bisa menemukan lokasi di mana Tae Yong ditahan. Itu sebuah gedung terbengkalai yang mulanya digunakan sebagai flat. Jaraknya jauh hampir keluar daerah dan terpencil.

Jae Hyun, Jung Woo dan Johnny melarang aku untuk ikut. Bukan Di Tya namanya jika tidak keras kepala. Aku bahkan memukul ketiganya secara barbar. Tidak peduli mereka tuan muda kaya raya, atau bahkan telah berjasa menemukan lokasi keberadaan Tae Yong, karena aku terlalu mencemaskan Tae Yong sampai rasanya ingin menjadi orang pertama yang membunuhnya.

Jae Hyun memegang pundakku ketat usai menerima bertubi-tubi rasa sakit dari pukulanku. Wajahnya berubah garang. Aku berani membalas tatapan tidak ramahnya. Sepertinya stok kesabarannya telah habis dan tidak membiarkan dirinya pasrah saja.

"Kau tetap tidak boleh ikut! Kau tahu tidak ini sangat berbahaya! Biar kami saja yang menyelamatkan Tae Yong! Kita tidak tahu apa yang terjadi di sana kalau kau memaksa ikut! Entah itu Tae Yong yang selamat atau situasi memburuk dengan keberadaanmu yang mengacau dan kau yang akan terluka. Tae Yong pasti tidak suka dan dia akan menghabisi kami yang gagal mencegahmu!" Jae Hyun berteriak di wajahku.

Entah aku yang sudah lelah menahan diri atau aku sudah kehabisan cara untuk menahan lebih lama lagi emosi ini. Padahal aku tidak suka menangis di depan orang. Aku selalu bagus dalam hal memakai topeng baik-baik saja, tapi aku gagal. Mataku perih dan mengabur. "Kau tidak mengerti perasaanku ingin sekali membunuh Tae Yong saking khawatirnya aku padanya!  Aku ingin sekali melihatnya baik-baik saja dengan kepala mataku sendiri dan menghajarnya habis-habisan! Aku tidak ingin ..." Suaraku tersendat-sendat dan hidung mampet. Rasanya tidak nyaman sekali menangis karena marah luar biasa. "Aku tidak ingin menyesal terlambat menyatakan perasaan ini jika Tae yong tidak ..." Aku menelan ludah susah payah lantas menangis sejadi-jadinya. "Jika Tae Yong tidak selamat!"

"Di Tya! Tae Yong pasti selamat!" Jae Hyun mengguncang bahuku seakan sedang menyadarkanku dan sialnya kenapa aku secengeng ini. Padahal aku benci melihat orang bertingkah dramatis, tapi justru sekarang akulah yang bertingkah dramatis. Sangat menjijikan.

Semua orang memandangku tanpa berkata apa-apa. Mungkin juga situasi yang mendadak canggung karena mereka simpati padaku dan tidak memiliki cukup kata-kata menenangkan. Lantas menunggu Jae Hyun yang mengatasi ledakan emosiku. Lou Di yang super duper menyebalkan dan biasanya akan bereaksi menertawakanku, ia justru bungkam dan ikut berkaca-kaca. Soobin tak berkomentar. Ia hanya menghela napas di posisinya menyandar pada badan mobil.

Jae Hyung menarik napas dalam, sebelum akhirnya ia membuangnya dari mulut lalu berkata, "Baiklah, kau boleh ikut. Asal kau tidak mengacau, selalu berada di jangkauan mata pengawalku, dan turuti semua perintah, mengerti!"

Seakan diguyur jutaan kubik kelegaan. Aku menyusutkan hidung lantas menghapus air mata sialan ini.

"Kajja! Kita pergi sekarang sebelum kemalaman." Itu Johnny yang memecah canggung.

Siang itu kami meninggalkan tempat pertemuan di base camp Soobin. Aku bersama Jae Hyun, Johnny, Jung Woo dan Gija satu mobil. Gija yang menyetir. Sementara Lou Di dan Soobin di mobil terpisah bersama dua bodyguard dan satu lagi mobil berjumlah empat orang. Jae Hyun mengerahkan banyak sekali bodyguard. Ia memiliki firasat banyak musuh yang menjaga tae Yong. Jadi, ia membawa banyak pengawal untuk berjaga-jaga dari hal buruk.

Sepanjang perjalanan yang tak banyak percakapan karena situasi terlalu tegang, aku yang duduk di belakang menyandar pada jendela mobil. Memandang matahari yang bersinar terang. Kuharap Tae Yong selamat dan aku masih bisa menyatakan perasaan ini.

If I Never Loved YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang