22

654 94 14
                                    

"Tapi kau menyukai Li Sa." Seranganku berhenti mendadak ketika satu pemikiran itu melintas dan Taeyong pasang mimik diam seribu bahasa.

Ini memang sulit mengajak Taeyong yang baru aku kenal, untuk jujur. Bahkan ini semua rasanya mustahil untuk diungkapkan, tapi aku memilih untuk sakit hati pada kenyataan ketimbang bersembunyi di balik kebohongan. Sungguh rasanya memang sakit kedua-duanya, tapi sakitnya berbeda porsi. Percayalah sakit pada kenyataan, kau tak perlu lagi merasakan sakitnya pengharapan pada ekpektasi. Setidaknya sakitnya tidak dobel-dobel. Semoga kalian tahu maksudku.

"Ya, memang. Sampai sekarang rasa itu masih ada." Bobanya berterus terang. Mau disingkirkan sakitnya, sayang, aku tidak sanggup berhenti menatap bola mata itu yang lebih menarik ketimbang mulutnya, "hanya saja," ia menghela napas. "Aku sedikit khawatir kalau-kalau aku gagal berhenti menyukai Li Sa jika kau masih berniat putus denganku."

Aku mengedip cepat, sulit mencerna setiap kata yang ia pakai. Mulutnya itu, lho minta digeplak dan aku sudah melakukannya. Tidak keras, sih tapi itu bikin wajahnya jadi menjauh, aku jadi bisa bernapas normal setelahnya.

Ia terkekeh renyah, aku bersungut. "Kau pikir aku bakal lemas di kakimu sama gombalanmu itu?! Gak akan!"

Ia terkekeh lagi dan secara ajaib tanpa sempat aku mencerna, aku jatuh ke pelukannya. Tangannya yang besar dan kokoh menangkup punggungku, sementara yang lainnya bertengger di kepalaku dan aku bisa merasakan deru napasnya di pucuk kepalaku, juga elusannya. 

"Jika kita putus, artinya kau telah menghancurkan harapanku, Di Tya. Tapi jika kau berani membawa hubungan ini ke jenjang yang lebih serius, aku pastikan aku akan belajar mencintaimu."

Oke, ini salah mulutnya yang berbisik bikin aku merinding, juga jantungku yang mengadakan konser mendadak. Bukan diriku sendiri yang mulai membiarkannya luluh. Dia sendiri yang melemahkanku dengan kata-kata manis. Oke, apa bedanya kalau begitu? Pokonya beda!

"Jangan menggombal, deh. Kau mau aku tendang asetmu, ya?!"

Bukannya terancam, justru ia makin tergelak. Apa otaknya sedang semplak, ya?

"Sekarang aku tahu mengapa kau jomblo sampai sekarang, karena kau terlalu laki-laki dari laki-laki sesungguhnya. Kau harusnya bersyukur, cuma aku yang menyukaimu apa adanya." Meski, tidak tampak, aku sangat yakin ia menyeringai cemooh di atas kepalaku.

Bukan lagi isapan jempol, aku mengangkat kaki, lantas menendang bagian berharga dari miliknya. Ia mundur setelah berteriak kencang. Aku tertawa terpingkal-pingkal, puas melihatnya meringis memegangi asetnya dalam posisi membungkuk.

"Sialan, kau Di Tya!" rintihnya. Sekarang ia berlutut. Meratapi masa depannya.

"Itu untuk ciuman pertamaku yang kau curi seenaknya. Untuk kebohonganmu berpura-pura miskin. Untuk gombalanmu yang iuuuh ... menjijikan! Hahaha .... Aduh perutku sampai sakit. Aku puas sekali!"

Terlalu keasyikan menertawakan kebodohannya, tahu-tahu ia berdiri saja di depanku. Masih tercetak ringisan kesakitan, tapi tatapannya yang serius mengunci milikku sampai aku tak bisa berpaling ke yang lain. Tawaku lesap seketika.

Tangannya yang besar menyusup pelan di bawah telinga. Parahnya, mengapa fokusku berpindah pada bibirnya yang tipis dan merah jambu. Lantas sebelum aku sempat berkedip, bibirnya mendaratkan diri di dahiku.

Napasku mendadak lupa ritme dan jantungku sudah diajak konser lagi. Aku mematung seperti orang bodoh di posisi ... Ewww ... Aku bilang apa, ya romantis?

Bibirnya terlepas untuk waktu yang ke ... Entahlah berapa lama. Tangannya masih saja di sana tak mau berpindah. Sebelum akhirnya jempolnya bergerak mengusap sudut bibirku lembut. Aku termangu. Terhipnotis akan dalamnya sebuah tatapan, dan aku terpenjara di sana. Mataku sayu saat kepalanya miring dan makin turun. Aku bisa merasakan panas dari embusan napasnya mencapai hidung dan bibirnya ... Bibirnya mulai memangkas jarak dan kurasakan sangat lembut serta manis. Dia bergerak dan aku mengikuti ritme yang ia ciptakan. Kepalaku kosong.

If I Never Loved YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang