7.

541 104 7
                                    

"Yaa! Apa yang kau lakukan!"

Seluruh darahku mendidih melihat tampang datarnya muncul memenuhi area penglihatanku sesaat kepalaku memutar ke belakang. Ia jelas menguntit.

"Kalau kau menyusul demi sebuah maaf dariku," Telunjukku  menunjuk-nunjuk dadanya, keras, "usahamu sia-sia karena harga diriku terlanjur terluka sekarang dan tidak akan semudah itu untuk sembuh."

Pandangan kami saling berbenturan. Aku dengan segala emosi menjadi satu tatapan marah, sedangkan ia dengan matanya yang sulit kujabarkan akal sehat. Sial! Kenapa pula aku harus merasa menyesal melihat tanda merah gambaran tanganku di pipinya? Penghinaannya tadi padaku berputar lagi di kepala, mengeraskan hati. Apa yang kulakukan pantas ia dapatkan, setara dengan rasa sakit yang ia torehkan pada hatiku, jadi aku tak perlu merasa menyesal, bukan?

"Kau boleh saja marah padaku dan pergi begitu saja, tapi kau harus ingat kemarahan Bibi besok kalau tahu restoran dalam keadaan tak terkunci. Kau tidak inginkan restoran disatroni perampok malam ini?"

Meski tidak ada cermin, aku sangat yakin pipiku memerah bukan bekas dari tangisan sialanku tadi, melainkan rasa malu terhadap kata-katanya.
Aku benci mengakui bahwa ia benar.

Aku kembali, menghentakkan kaki dengan kesal. Kunci restoran ada di dalam tas dan tertinggal di dalam restoran. Emosi benar-benar membuatku bodoh di hadapannya dan kehilangan logika. Setelah mendapatkan mereka, aku segera mengunci restoran.

Dia masih di sini. Berada di sampingku. Matanya mengawasi gelagatku.

"Kenapa kau masih di sini!? Pergi sana!"

Pikiranku sudah membodohiku tadi ketika Tae Yong menyusul dan dengan kepercayaan diri yang tinggi aku sangat yakin ia akan meminta maaf, nyatanya tidak! Sekarang aku tidak akan mudah dibodohi lagi dengan keberadaannya yang masih di sini.

"Haiz! Kau membuang-buang waktuku saja!" Pergi adalah pilihan tepat sebelum emosi bertambah dan diriku tidak tahan menghajar wajahnya itu.

Belum juga selangkah, Tae Yong menarikku. Emosiku tersulut dan siap ditumpahkan. Menghinanya sepertinya akan sangat memuaskan batin. Tetapi mataku terlanjur melotot ketika tanpa diduga Tae Yong berjongkok. Menalikan tali sepatu kiriku yang lepas.

"Ceroboh. Bagaimana kau bisa mendapatkan pria kaya jika kau seceroboh ini."

Apa maksudnya coba ia berbicara seperti itu? Lagipula apa hubungannya ceroboh dengan mendapatkan pria kaya?!

"Mungkin kau akan mendapatkan pria yang kau mau dengan pakaian minim dan datang ke klub. Tapi kau terlalu polos untuk mengerti jalan pikiran mereka. Kau tidak tahu betapa liciknya mereka. Kau akan diiming-imingi uang berlimpah, fasilitas mewah dengan satu syarat yang harus kau lakukan untuk mendapatkan tawaran itu semua. Memuaskan mereka di atas ranjang. Kau mungkin akan mendapatkan semua kemewahan itu, tapi kau lupa bahagia bukan soal harta. Kau akan menyesal pada akhirnya karena sekali kau melakukan itu, kau akan sulit untuk keluar dari jerat iblis."

"Jadi, selagi sempat, lebih baik lupakan mencari pria kaya di sana." Tae Yong mendongak. Menatapku sejurus. Aku masih dalam posisi diam, mencerna baik kalimatnya.

"Tapi carilah pria yang benar-benar menyukaimu apa adanya dirimu. Menyukai pakaian tomboimu itu, menyukai wajah polos tanpa make-up itu dan dengan segala sifat meledak-ledakmu itu. Percayalah, mereka akan lebih menghargaimu sebagai wanita dan menganggapmu berharga di hidup mereka. Dan tentu saja mereka akan melakukan segalanya demi dirimu."

Sepatuku telah selesai ia ikat dengan baik. Mataku mengikuti gerak-gerik Tae Yong yang berdiri menjulang dan aku perlu mendongak agar bisa melihat matanya. Kedua tangannya menyusup ke dalam saku jeans, menatapku lekat.

"Kali ini anggap saja nasihatku sebagai permintaan maaf."

Ia menepuk kepalaku beberapa kali sebelum membalikkan badan dan melangkah pergi. Tanpa kusadari aku menyentuh dada kiriku. Rasanya dejavu, bukan. Melihatnya pergi sementara senja membungkus indah tubuhnya, sementara aku harus menahan detakan jantung yang menggila. Meski terasa aneh, tetapi ini sangat menyenangkan.

Siapa sangka penampilan tidak menjamin seseorang baik atau buruk. Awal bertemu Tae Yong aku sudah mencapnya sebagai berandalan karena penampilannya dan perlakuannya padaku. Sekarang masih sama ia tetap berandalan, namun 'berandalan tidak begitu buruk'.

Aku benci mengakui bahwa kadar kebencianku padanya tergerus sedikit. Ingat hanya sedikit!

———

If I Never Loved YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang