Jarot Laksono Umar, mungkin bukan pria baik bagi isterinya, Ratu. Tetapi dia, adalah pria yang memegang janji, pada cinta pertamanya, Edelia. Setidaknya, sampai detik ini, hanya wanita itu yang bergelung di dalam selimut tebalnya. Berbagi kehangatan, meski kondisi sedingin salju.
"Sembilan tahun, dan tetap seperti ini…" keluh Edelia, membuat matanya basah.
Jarot mendekapnya erat, mencoba untuk terus meyakinkan, bahwa dia tak akan berubah meski langit mengutuknya. Semua demi Edelia, cinta sejati yang membuatnya sulit berpaling, meski isterinya terlihat jauh lebih menawan. Wanita itu, bahkan terlalu pasrah juga hingga cuma bisa diam menghadapi kasus perselingkuhan suami.
"Aku selalu bersamamu, bagaimana kau bisa masih mengeluh?" bisik Jarot.
"Tetapi Ratu, wanita itu! Dia membuatmu tak utuh."
"Kalaupun Ratu tak ada, Ibuku pasti menyodorkan wanita lainnya."
"Yang bibit, bebet, bobotnya bagus dari sekarang sampai ke Nabi Adam?"
"Begitulah."
"Kapan itu berakhir?"
"Kau kan tidak mengharapkan ibuku mati, bukan?"
"Tentu tidak! Aku menghormatinya, tapi…"
"Diamlah!"
"Tapi kau harus…"
"Harus apa?!"
"Bukan, maksudku…"
Jarot menyingkap selimut, lalu bangkit tergesa dari ranjang. Dia merasa sangat kelelahan. Ada masalah di pabrik minyak goreng milik keluarganya. Pasokan sawit sedang tidak baik-baik saja. Dia tidak pulang ke rumah. Melainkan ke apartemen mewah Edelia. Berharap dapat sedikit menenangkan diri. Tetapi wanita itu, malah makin membebaninya.
"Kau mau ke mana, Jarot!" jerit Edelia cemas.
"Pulang!"
"Rumahmu di sini."
Jarot menghela nafas,"Aku tak suka berdebat. Pabrik lagi kacau. Aku butuh ketenangan. Bukan drama sembilan tahun yang tidak tamat. Lebih baik aku pulang, bertemu Ratu. Dia pasti cuma diam seribu bahasa. Tapi itu lebih baik."
"Jarot!"
Tapi Jarot sudah memutuskan untuk pulang. Meski Edelia menangis histeris. Ini belum pernah terjadi. Tetapi konon, hubungan jelang satu dasawarsa terkadang mengerikan. Kecemburuan malah berlebih, sensitivitas tinggi.
"Apa kau ingin disiapkan makan malam?" tanya Ratu, saat melihat suaminya datang dengan kesal.
Jarot jarang pulang. Tetapi jika dia pulang, Ratu tetap berusaha melayani kebutuhan makan dan pakaian. Sebelum pria itu tidur di kamar lain. Mereka tak pernah satu kamar.
"Ya, aku sedikit lapar." sahut Jarot akhirnya.
Ratu mengangguk, memberi kode pada pembantunya untuk menyiapkan makan malam. Jarot melepas jasnya, dibantu Ratu, membuat wanita itu terbiasa dengan bau parfum wanita milik Edelia.
"Tadi dari sana?" tanya Ratu.
Jarot tak menjawab, malah sibuk memilih lauk. Ratu lalu duduk di seberang suaminya, ikut makan meski tak banyak. Dia merasa sedikit penasaran mengapa Jarot meninggalkan Edelia pada tengah malam. Mendadak dia yakin, keduanya lagi tidak akur.
"Aku memasak sup ayam, kegemaranmu." kata Ratu.
"Ah, kau tahu." Jarot seakan baru tersadar.
"Ya, sudah sembilan tahun. Setidaknya aku tahu beberapa hal. Apa kau ingin ditambahi bawang gorengnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
RATU (Sisi Lain Kehidupan Wanita)
RomansaRatu, tak pernah menjadi ratu dalam rumah tangganya. Karena sebelum menikahinya, suaminya Jarot telah menjadikan Edelia, sebagai ratu dihatinya. Perasaan terhina, putus asa, dan sedih dalam fase 9 tahun pernikahan itu, akhirnya malah semakin berkonf...