Kematian, demi kematian. Bahkan kini, mertuanya juga ikut mati.
Ratu tak sanggup lagi menghadapi segalanya. Dia pingsan, dan dirawat berhari-hari di rumah sakit. Melewatkan segenap prosesi pemakaman keluarga suaminya, bahkan terpisah dari Putri yang sementara dititip pada Bude Menur. Wanita yang kini ikut sibuk membiayai pengobatannya.
Jarot datang hampir setiap hari, duduk di sebelah ranjang rumah sakit tanpa bicara. Wajahnya lesu dan seperti kehilangan akal. Sesuatu yang makin melukai pandangan Ratu, yang terus dikejar rasa bersalah. Dia sudah minta Jarot untuk tidak sering-sering menjenguknya, tetapi pria itu tetap selalu ada.
"Hanya kau dan Putri yang kini kumiliki," sahut Jarot, setiap kali disuruh pergi.
Ratu, memejamkan mata. Inikah yang dia inginkan selama ini? Jarot dimilikinya seutuhnya? Tetapi, bukan seperti ini akhir hidup yang diinginkannya!
"Bukaaaaaaaaaan......." jerit Ratu sekerasnya.
Jarot terperangah. Sementara para perawat dan seorang dokter terlihat berlarian memasuki ruangan, dan cepat berusaha menenangkan Ratu yang seperti kesurupan.
"Mohon maaf Pak, harap Bapak keluar ruangan dulu." Kata seorang perawat, membuat Jarot terpaksa meninggalkan ruangan istrinya. Duduk di bangku lorong rumah sakit, berdiri diam dengan perasaan tak karuan.
Semenit, dua menit, dia mencoba berusaha tenang. Tetapi ternyata tak mudah. Apalagi ketika dia mendengar langkah sepatu yang mendekat ke arahnya, dan lalu duduk di sebelahnya. Jarot menoleh, dia makin terkejut. Seorang wanita, kini tampak tersenyum memandangnya.
"Edelia?!" Jarot seakan tak percaya dengan penglihatannya.
"Aku tahu dari Bu Menur, jika dia terpaksa menjaga Putri karena Ratu masuk rumah sakit. Jadi, ini bukan suatu kebetulan. Aku benar-benar berniat ingin menjenguk," ucap Edelia sembari menyandarkan tubuhnya ke bangku.
Jarot membuang muka, dia merasa muak melihat wanita itu. Apalagi kini kondisi hidupnya sedang kacau, dia merasa wanita itu seperti sedang berusaha menghinanya. "Sebaiknya kau pergi dari sini," ujar Jarot, kesal.
Edelia tertawa,"Tenang, Jarot. Aku tidak sedang ingin merayumu. Aku tak ada hubungan denganmu. Urusanku dengan Ratu."
"Apa urusanmu dengan si Ratu?!" Bentak Jarot, sambil menoleh dan melotot. "Seumur hidupnya dia tak pernah menganggumu. Kau yang merusak hidup dan cintanya!"
"Oh ya?" Edelia terkekeh. "Dulu, mungkin iya. Tetapi sekarang, mungkin sebaliknya."
"Sebaliknya? Apa maksudmu!"
"Kau pikir, istrimu sebaik itu?"
"Jangan berbelit, apa urusanmu bicara seperti itu?"
Edelia menghela nafas, lalu memeluk tas kulit mahal di tangannya, mendekap dengan mesra. "Tas ini satu-satunya kenangan darimu yang tidak kujual. Saat kau mencampakkanku, hidupku sengsara dan anakku mati. Ya, kau benar. Dia memang bukan anakmu. Tetapi Putri juga bukan anakmu!"
"Apa?!"
"Putri itu anak Kei, pelukis muda yang juga kau kenal."
"Omong kosong apa ini!" Jarot berusaha bangkit untuk pergi, tetapi Edelia cepat menarik tangannya untuk segera duduk kembali.
"Dengarkan aku, sekali ini saja! Putri itu anak hasil hubungan gelap Ratu dengan Kei!"
"Oh, kau tidak tahu jika ada bukti tes DNA? Hah, menyedihkan ulahmu ini, Edelia!"
"Kau yang menyedihkan, Jarot! Kau buang aku demi si Ratu. Tetapi wanita itu berselingkuh dan punya anak dari pria lain. Jika benar tes DNA itu bukan rekayasa dia, buat apa dia mengoperasi plastik si Putri sampai ke Amerika?"
"Anakku ada penyakit langka, bodoh!"
"Kau yang bodoh! Sampai tidak tahu jika istrimu membayar penjahat bernama Jamin, untuk membakar pabrikmu!"
"Apa-apaan kau ini? Apa tujuan Ratu membakar pabrik kami sendiri? Kau pikir dia gila! Sudahlah, kau gila jangan ajak-ajak kami. Pergi!"
"Istrimu memang gila, Jarot! Demi membuat orang berpikir bahwa Putri adalah anakmu, dia tega mengalihkan perhatiammu ke kebakaran pabrik, biar dia bisa lancar menggelar operasi wajah si Putri. Coba kau pikir, mengapa wajah anak itu yang bule awalnya, kini berubah mirip kamu yang blutek kayak kamu?!"
"Entah apa yang sudah merasuki pikiranmu, Edelia."
"Coba kita tanyakan itu pada si Ratu, Jarot. Ayo, kita temui dia sekarang jika kau tidak percaya. Bila perlu, kita jebak agar si Jamin itu juga ke sini. Kita hadapkan keduanya!"
Jarot tertawa,"Dari tadi kau bilang Jaman-Jamin, dia itu siapa?"
Edelia menatap Jarot,"Aku ini lonte, Jarot. Aku tidur dengan siapapun yang bersedia membayarku. Tak disangka, dunia ini sempit. Suatu hari aku bertemu si Jamin ini. Pria yang saat mabok, mengoceh tak karuan tentang pembakaran pabrik..."
Jarot sudah bersiap bangkit, ketika tiba-tiba Edelia menyodorkan ponselnya yang memperlihatkan tayangan video. Seorang pria separuh baya yang tampak sedang mabuk, mulai mengoceh tidak karuan. Jarot berusaha untuk menjauhkan ponsel itu, ketika dia mendengar pria mabuk itu berteriak-teriak.
"... udah gue bakar pabriknya si Jarot tuh. Niat cuma mengalihkan perhatian itu bos bego... biar bininya bisa lancar operasi plastik muka wajahnya biat mirip si Jarot! Eh, kagak tahu gue kalo tuh Jarot bakal bangkrut gila-gilaan... lha, gue yang sekarang ilang job dari bininya karena udah miskin. Sumpah, gue nyesel bakal tuh pabrik, Edelia. Pertama...ilang job... kedua...kagak tega juga gue ama si Jarotnyaa... "
Jarot memandangi Edelia,"Berapa kau bayar pria itu untuk melakukan video setingan begini? Kau menjijikkan, Edelia!"
Edelia terperangah. Tetapi Jarot terlanjur bangkit dan meninggalkannya. Namun, hanya beberapa langkah Jarot melangkah, tiba-tiba Edelia berteriak,"Bicaralah dengan Kei. Tanya semua kisahnya dengan Ratu! Setidaknya pria itu orang yang jujur, tidak seperti istrimu!"
Jarot, berhenti sebentar, sebelum kembali melangkah. Tetapi kali ini dia memikirkan kalimat Edelia itu. Beruntung, dia masih memiliki nomor ponsel Kei. Pelukis favorit istrinya dulu. Sambil terus melangkah, Jarot menelpon pria itu dengan tenang.
"Kei, selama ini kita tidak pernah ada masalah. Tetapi, saya ingin kamu jujur dalam hal ini. Apa kamu pernah ada hubungan dengan istri saya? Tolong jawab jujur, karena saya ingin tahu kejelasan dari segala bentuk gosip murahan yang saya dengar. Ratu, sedang di rumah sakit sekarang. Saya tidak ingin ini berlarut. Saya ingin, semuanya dapat diselesaikan dengan baik-baik..."
****
Kei, sedang nonton film kartun bersama Lovly. Dia meletakkan ponselnya di sofa, sebelum menutup wajahnya. Sekian tahun lamanya dia memendam ini, akhirnya dia lega bisa mengungkap semuanya.
"Saya tak tahu apa itu anak saya, atau bukan. Tetapi, malam itu kami benar berhubungan badan. Ratu minta saya tutup mulut, bahkan saya diancam. Saya juga menunggu kejelasan, bahwa anak itu mungkin benar benih saya. Tetapi Ratu bisa menunjukkan bukti jika Putri bukan anak saya, Pak Jarot. Meski, saya melihat begitu banyak kemiripan saya dengan anak itu..."
Lama Jarot terdiam di seberang sana, membuat Kei sangat khawatir. Tetapi kemudian, terdengar tarikan nafas berat Jarot.
"Saya tak punya uang lagi untuk mengulang tes DNA, apakah kamu bersedia melakukannya?"
"Ya, tentu saja Pak. Saya bersedia."
Klik!
Tak ada lagi pembicaraan. Membuat tubuh Kei seakan keras membeku. Sampai Lovly mendekat dan memeluknya serta bertanya,"Ada apa Papa Kei?"
"Tidak ada. Tidak ada apa-apa, nak." Sahut Kei, sembari tersenyum. Meski kemudian dia cepat meraih ponselnya lagi untuk menghubungi Katie,"Tolong aku, Katie. Aku sangat butuh bantuanmu sekali."
(Bersambung)

KAMU SEDANG MEMBACA
RATU (Sisi Lain Kehidupan Wanita)
RomanceRatu, tak pernah menjadi ratu dalam rumah tangganya. Karena sebelum menikahinya, suaminya Jarot telah menjadikan Edelia, sebagai ratu dihatinya. Perasaan terhina, putus asa, dan sedih dalam fase 9 tahun pernikahan itu, akhirnya malah semakin berkonf...