08. Pasangan

418 47 10
                                    

Ratu mendekati pria di lobby hotel Carriston itu, mereka bersalaman, lalu duduk berseberangan.

"Maaf, aku terlambat datang ke pameranmu Kei." Ratu menghembuskan nafas,"Sedikit ada masalah di rumah. Padahal aku ingin sekali melihat pameran lukisanmu itu."

Kei tertawa,"Tidak apa, Mbak..."

"Ratu, panggil saja begitu ya. Jangan lupa lagi."

Kei tersenyum,"Baiklah, Ratu. Lalu, apa rencanamu sore ini?"

"Tidak ada. Kamu ada ide?"

Beberapa menit kemudian, mereka malah jalan ke XOne Cafe, untuk sekedar minum anggur dan menonton pertunjukan DeLaMoz, band indie pendatang baru yang sedang digilai Kei.

"Lagu-lagunya bagus. Memotivasi diri untuk bangkit dari keterpurukan," ungkap Kei, seraya mengangkat gelasnya.

Ratu membalas, lalu tersenyum. "Apa begitu sulit melupakan Angel?"

Kei terdiam, lalu mengangkat bahu. "Besok, dia akan menikah dengan Gunarsa. Tetapi hatiku, rasanya masih sulit untuk menerima. Entahlah. Semula, kupikir ini mudah."

"Tak ada cinta yang mudah."

"Begitulah."

"Lalu, apa rencanamu? Kita culik dia atau gimana?"

Kei terbahak, matanya berkaca-kaca. "Andai dia secantik dan sebaik puteri-puteri dalam dongeng, mungkin aku setuju."

"Sayangnya, dia brengsek."

"Kau benar."

"Mungkin, kau hanya merasa terhina atas perbuatannya. Kau ingin dia kembali, jangan-jangan hanya ingin balas dendam."

"Mungkin."

"Apakah dendam itu perlu?"

"Menurutmu?"

Ratu menyandarkan tubuhnya di kursi, dia mulai mendengarkan lantunan merdu vokalis DeLaMoz yang berirama jazz. Lalu mulai mengakui, bahwa sajian band baru itu nyaris sempurna.

Saat awal menikah dengan Jarot, meski tak mampu meruntuhkan hati pria itu, tapi mereka sering jalan menikmati sajian musik sambil bersantap malam. Pastinya, karena saat itu sang mertua ikut. Lalu pada tahun kedua, semuanya menjadi semu. Ratu hanya bisa terpuruk dalam rumah, yang bahkan tidak mengakui secara nyata jika dia adalah ratu yang sebenarnya.

Rasa benci atas sikap Jarot, merujuk pada dendam. Tapi bentuknya hanya sikap dingin pada pasangan palsunya itu. Dia sedikitpun tidak pernah berpikir, untuk mewujudkan pembalasan dendam dalam bentuk lain.

"Aku mungkin, belum punya alasan untuk membalas dendam. Meski suamiku berselingkuh selama bertahun-tahun," sahut Ratu akhirnya.

Kei menatapnya. Lama. Lalu menghela nafas,"Aku tak menyangka ada wanita sepertimu."

"Oh, banyak. Banyak yang seperti itu. Berlindung pada kemunafikan pernikahan. Sepertinya, kau perlu banyak membaca majalah wanita."

Kei tertawa lirih,"Kau benar. Aku memang tak memahami segala hal tentang pikiran wanita. Pikiranku terlanjur mendera ke satu sudut Angel yang jahat. Aku lupa, jika wanita lain mungkin justru malah jadi korban."

"Kita harus melihat dari beragam sudut, Kei."

"Ya, harus. Inilah aku, akibat kelewat bucin."

"Haha..."

"Lalu, di mana suamimu sekarang?"

Ratu, menghentikan tawanya. Lalu menggigit bibir. Pagi tadi, mereka ribut besar. Tiba-tiba, Jarot mengemasi koper dan mendadak ingin berangkat ke Bandung menyusul Edelia, yang katanya ngambek dan ingin memutuskan hubungan.

Seperti anak TK yang kehilangan mainan, Jarot mengamuk dan menangis di rumah. Dia mengaku belum siap untuk ditinggalkan pasangan jiwanya itu.

"Sebegitu besarkah arti Edelia bagimu?" Tanya Ratu, yang mulai tak mampu lagi mengontrol rasa marah.

Jarot, yang sedang emosi, tak mau menerima pertanyaan seperti itu. Dia membanting segala barang di depannya, lalu menunjuk muka Ratu dengan luapan amarah. "Ya, setidaknya dia jauh lebih berarti darimu!"

Ratu, menepis tangan itu. Lalu sigap meraih patung kayu kecil di meja dan menghantamkannya ke kepala Jarot. Tak ada darah, tapi Jarot langsung meludahinya.

"Alangkah jijiknya aku melihatmu selama bertahun-tahun ini, Ratu Palsu. Aku sampai tak bisa membayangkan untuk sekedar meniduri tubuhmu yang busuk itu. Sampai kapanpun, kubiarkan vaginamu jadi basi tanpa tersentuh oleh kelaminku atau kelamin pria lain. Karena tak ada pria yang tertarik pada wanita setua dirimu!" Teriak Jarot, sebelum bergegas pergi.

Ratu terdiam. Tubuhnya luruh di lantai. Layu. Air matanya deras mengalir.

Benarkah tak ada satupun pria yang sudi untuk menidurinya? Sehina itukah dirinya?

Ratu butuh waktu berjam-jam untuk memperbaiki suasana hatinya, sebelum benar-benar sanggup menemui Kei. Dia berharap, pemuda itu bisa menjadi teman bicaranya malam ini. Setidaknya untuk melupakan kalimat menyakitkan dari suaminya.

"Suamiku sedang menyusul wanita 'itu' di Bandung."

"Oh, jadi pasangan kita semua berada di Bandung?"

"Sepertinya."

"Lalu apa rencana kita?"

"Entahlah."

"Konser mini DeLaMoz ini akan segera berakhir. Apa kau tertarik untuk melanjutkan minum di klub? Tenang, aku yang akan mengantarkanmu pulang jika kau mabuk."

Ratu terdiam, lalu beberapa saat kemudian mengangguk.

(Bersambung)

RATU (Sisi Lain Kehidupan Wanita)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang