Empat minggu berlalu, sesungguhnya bukan ini yang diinginkan Ratu. Ini bukan kejutan yang indah.
Langkahnya gontai di lorong rumah sakit itu, meski tangannya masih kuat meremas-remas kertas di tangannya.
"Apabila seseorang ingin mengetahui hubungan biologis antara ayah dan anak, DNA Paternity Test atau Tes DNA Paternitas." Kata Dokter, sekitar empat minggu lalu, dan itu masih sangat diingatnya. Dia sudah mengambil sampel darah Jarot, dan untuk Putri yang awalnya ingin menggunakan sampel darah juga, akhirnya menggunakan usapan selaput lendir pipi.
Hasil Indentifikasi DNA menyatakan, bahwa: Bukti ilmiah yang diperoleh dengan mengacu pada sampel yang diperiksa, menunjukkan bahwa 6 dari 21 alel loci marka STR yang dianalisis dari terduga ayah Jarot, tidak cocok dengan alel paternal dari anak Putri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Probabilitas Jarod sebagai ayah biologis dari Putri adalah O%. Oleh karena itu, Jarod sebagai terduga ayah dapat disingkirkan dari kemungkinan sebagai ayah biologis Putri.
Surat keterangan itu, ditanda tangani dan dicap resmi oleh seorang Dokter yang mengepalai laboratorium DNA Forensik. Ini bukan main-main, pasti dapat dipertanggungjawabkan, pikir Ratu. Tidak bakal ada kesalahan, atau sabotase dari orang lain. Bukankah dia juga melakukan tes secara diam-diam?
Tetapi, bagaimana nasib rumah tangganya nanti? Juga nasib anaknya, Putri, jika tes DNA ini terbongkar?
Ratu menggigit bibirnya, lalu dengan tergesa dia meninggalkan rumah sakit itu. Pikirannya kacau. Sejak mengetahui dirinya hamil, dia mulai membatasi diri untuk dekat dengan siapapun. Bahkan teman sesama sosialitanya banyak mengeluh, merasa Ratu mulai menjadi pendiam dan agak menjauh. Pertemuan mereka yang penuh kepalsuan seakan semakin terlihat jelas kepura-puraan.
Memang dibalik rasa takutnya akan terbongkar, Ratu juga memahami kecurigaan banyak orang dari lingkup terdekatnya tentang Putri, buah hatinya. Dan ironisnya, gosip miring itu ternyata benar. Putri ternyara, memang bukan puteri dari sebuah rumah besar dengan catatan riwayat silsilah keluarga darah biru, berikut bebet, bibit, bobot nan agung.
Sejauh ini, Jarot dan mertuanya, masih berpihak padanya. Tetapi Ratu sedikit kurang yakin dengan iparnya. Mungkin ganjalan Ratu di sini, baru masih umpama. Umpama iparnya yang senang mengurusi masalah pribadi orang itu, tiba-tiba beralih mengobrak-abrik kehidupannya juga. Itu bisa jadi ledakan dalam rumah tangganya.
Siang itu, Ratu kembali menyetir mobilnya sendirian menuju wilayah Jakarta Barat. Menemui seseorang yang dia upayakan untuk bertemu di sebuah resto. Seseorang, yang konon dapat dipercaya untuk "mengatur segalanya".
"Selamat siang, Nyonya. Senang bisa bertemu." Kata seorang pria bertubuh gemuk pendek, seraya melepas kacamata hitamnya.
Ratu mengangguk, dan mempersilahkan duduk untuk memilih menu. Jamin, nama pria itu. Direkomendasikan bekas ajudan ayahnya. Pria yang bekerja untuk memudahkan segala urusan majikannya secara rapi dan terpercaya, demi nilai rupiah yang tak sedikit jumlahnya. Ratu telah mengantisipasi hal ini, jauh sebelum mengetahui hasil tes DNA. Hidup telah mengajarkannya untuk selalu mengamankan segala hal.
"Saya ingin, hasilnya diatur sebaliknya. Berapapun biayanya, atur saja!" Kata Ratu, sambil menyerahkan surat hasil tes DNA.
Jamin meraih surat tersebut, lalu menganggukan kepala. "Ini tidak begitu sulit. Kita bisa melakukannya di rumah sakit lain, dan membayar orang dalam untuk ini." Ujar Jamin, sambil tersenyum.
"Apakah itu aman?"
"Duit itu mengamankan segalanya, Nyonya. Tinggal Nyonya yang harus bisa mengamankan kondisi, agar tes itu tidak dilakukan berulang di tempat lain. Semua orang harus percaya, bahwa kertas yang kita bawa adalah sesuatu yang mutlak. Tidak perlu diragukan, apalagi dipertanyakan."
Ratu mengangguk cepat,"Itu bisa saya tangani."
Jamin kembali tersenyum,"Hanya saja, Nyonya. Saran saya, sebaiknya anda harus sedikit bersandiwara."
Ratu tertegun sesaat, keningnya berkernyit. "Maksud anda?"
"Membuat surat tes DNA dengan hasil sesuai keinginan kita, itu mudah. Menjaga agar tidak ada tes berulang atau tandingan, itu tidak terlalu sulit. Tetapi bagaimana dengan wujud anak anda? Jika dia tidak begitu mirip dengan suami anda, ini akan tetap jadi masalah."
"Lalu, apa yang harus saya lakukan? Tidak mungkin saya mengoperasi anak saya saat dia masih begitu kecil. Semua orang juga bisa tahu perubahan drastis seperti itu."
"Nah, itu maksud saya Nyonya! Perubahan drastis akan membongkar segalanya. Jadi, anda dan anak anda harus menghilang dulu untuk beberapa lama."
"Hah?"
Tetapi akhirnya, Ratu menyetujui ide gila tersebut. Sesuatu yang menurutnya justru sangat cemerlang!
Ratu pulang malam, dengan membawa bukti hasil lab palsu dari Jamin yang begitu cepat dia buat. Sesuatu yang membuat Jarot nyaris pingsan.
"Bagaimana bisa anakku kena penyakit seperti ini? Kanker kulit?!" Teriak Jarot, putus asa. Dia melempar dan menendang apapun didekatnya. Jiwanya goncang. Dia merasa Putri adalah satu-satunya keturunan yang harus dia jaga dan rawat dengan baik. "Putri selalu sehat, mengapa bisa sakit?"
Ratu terdiam sesaat, mencoba mengingat skenario yang diajarkan Jamin. "Sebenarnya sebelum kamu ke Singapura, dia sering sakit. Panas tinggi. Aku pikir, dia hanya merindukan kamu yang jarang pulang karena mengurus perusahaan."
"Kenapa kau tidak bilang?"
"Aku tak mau mengganggumu, Mas. Lagi pula kukira cuma demam biasa. Saat kau ke Singapura, baru aku periksa si Putri. Tapi tolong, jangan ribut. Putri jangan sampai tahu, dia masih sangat kecil. Dia tidak boleh merasa takut!"
"Lalu, apa yang harus kita lakukan?"
"Pengobatan segera! Tetapi tidak di Indonesia. Rumah sakit disini belum becus menangani masalah kanker kulit."
"Mengapa kau mengatakan hal itu?!"
"Aku tidak percaya dengan sistem pengobatan di sini. Lagi pula Indonesia ini daerah tropis, sinar matahari sangat rentan untuk kulit anak kita!"
"Lalu, apa kita harus pindah ke kutub utara?"
"Ya, tidak juga. Tolonglah, kontrol emosimu."
Jarot lalu duduk, mencoba untuk menahan amarah. Meski wajahnya masih memerah dan tangannya bergetar,"Katakan saja, di mana kau ingin Putri dirawat."
"USC Norris Comprehensive Cancer Center, Los Angeles, CA, Amerika Serikat."
"Amerika?"
Ratu berdiri dengan tegap, meski matanya menatap tajam ke arah Jarot. "Aku sudah memutuskan untuk memilihkan salah satu tempat terbaik di dunia dalam mengatasi masalah kanker kulit anak kita. Tolong jangan berdebat soal ini."
"Tetapi bagaimana dengan perusahaan? Aku tidak mungkin meninggalkan!"
"Aku dan Putri yang pergi, dan menetap untuk sementara di Amerika. Kau bisa datang kapan saja, bersama ibu dan adikmu. Tetapi jika ada orang lain yang ingin bertemu, aku akan larang itu. Demi kesehatan dan mental anak kita."
"Aku belum siap untuk berpisah!"
Ratu mendekati Jarot, lalu duduk di sampingnya. "Ini jalan terbaik, Mas. Dari pada kita harus berpisah untuk selama-lamanya dengan Putri? Kau tidak sayang padanya, Mas. Lihat, dia terlihat sehat padahal sakit. Ini membuat kita terlena selama ini. Aku tak mau kita terus tidak mempedulikan kesehatannya, sampai kita menyesal semua!"
Jarot menutup wajahnya, dia mulai terisak. Sesungguhnya, Ratu sedih melihat hal itu. Ketulusan hati Jarot kepada Putri, seakan membuatnya semakin malu akan aib besar yang telah dia simpan rapi. Entah sampai kapan dia mampu menyimpannya. Dia merasa sangat lelah untuk terus menerus berdusta.
(Bersambung)
KAMU SEDANG MEMBACA
RATU (Sisi Lain Kehidupan Wanita)
RomanceRatu, tak pernah menjadi ratu dalam rumah tangganya. Karena sebelum menikahinya, suaminya Jarot telah menjadikan Edelia, sebagai ratu dihatinya. Perasaan terhina, putus asa, dan sedih dalam fase 9 tahun pernikahan itu, akhirnya malah semakin berkonf...