24: Plastik

198 28 4
                                    

Tidak mudah, menemukan klinik ilegal yang bersedia membedah seorang anak berusia enam tahun kurang beberapa bulan. Tetapi uang, berbicara.

Ada waktu enam bulan, untuk pemulihan jiwa dan raga bocah kecil itu. Termasuk menutup semua kaca di rumah, setidaknya agar dia sedikit lupa raut aslinya. Jarot, juga terlalu mudah diperdaya. Pria yang sempat masuk rumah sakit itu, percaya anaknya kena kanker kulit jadi tiap video call kondisi Putri dalam keadaan penuh perban.

"Kulitnya mengelupas, dan sangat sensitif. Please mas, jangan VC. Telpon suara saja," kata Ratu.

"Tetapi memang sampai mengelupas seperti itu?"

"Ya, begitulah. Tolong tetap rahasiakan penyakit anak kita pada siapapun, kecuali keluarga kita."

Lalu, setelah operasi ternyata menunjukkan hasil, Ratu baru mulai berani memperlihatkan kondisi Putri, sebagian demi sebagian.

"Sedikit berubah?" Tanya Jarot, saat melihat kondisi wajah anaknya.

"Bukan berubah. Menurutku, dia malah makin mirip kamu!"

Bulan ketujuh, Jarot ke Amerika. Mengunjungi isterinya dan Putri. Kaget awalnya dia, karena fisik anak itu nampak jelas berubah. Tetapi benar kata Ratu, anak itu benar-benar lebih mirip Jarot!

Tidak ada lagi tampilan kebule-bulean. Justru, yang terlihat adalah gadis dengan raut wajah ala etnis Asia. "Ini Putri?" Tanya Jarot.

"Kanker kulit itu, mengganti kulitnya yang putih jadi sedikit menghitam. Eksotis ya?" Jelas Ratu, mulai mencari alasan.

Jarot menggeleng,"Bukan soal kulit. Menurutku, wajahnya juga jadi berubah. Memang jadi mirip aku, tapi... mengapa berubah begitu cepat?"

"Tak ada yang berubah, sayang. Sebenarnya, inilah wajah asli anakmu. Lihatlah, semuanya mirip dirimu."

"Ya, kau benar. Sangat mirip!"

"Jadi, masalahnya di mana? Kau kan Bapaknya?"

Jarot tersenyum, lalu menggendong anaknya. Tetapi Ratu lebih dulu menjelaskan, bahwa Putri dalam kondisi kurang baik. Pasca segala bentuk pengobatan untuk kanker kulitnya,"Segala tindakan medis sedikit membuat stres. Sebab itu, aku menutupi semua kaca agar dia tak melihat perubahan drastis pada dirinya. Padahal sebenarnya, kulitnya saja tampak sedikit menghitam."

"Kapan kita bawa Putri kembali ke Indonesia?"

"Jangan sekarang, pengobatannya belum usai."

"Oh, boleh aku ke rumah sakit tempat dia dirawat?"

"Oh, jangan. Kau tak punya banyak waktu di sini, Mas. Usahamu harus kau urusi. Jadi pergunakan waktu sebaik mungkin."

"Hmm...kau benar."

Ratu menghela nafas. Dia jadi sedikit tenang. Tinggal bagaimana membujuk suaminya, agar setidaknya mereka tetap di Amerika selama tiga atau lima tahun. Sampai orang-orang "agak" lupa dengan raut asli anaknya.

"Perlu melakukan operasi ulang, mungkin, di sepanjang waktu. Demi faktor kemiripan itu." Kata Jamin, saat mereka bertemu, usai Jarot kembali ke Indonesia. "Karena sebelum usia tujuh belas tahun, tubuh seseorang dianggap masih dalam masa pertumbuhan dan masih bisa berkembang. Jadi ketika tubuh mereka dianggap sudah tetap, barulah dia bisa melakukan prosedur bedah plastik permanen. Jika anda harus melakukan pola keamanan dari segala sisi gelap yang coba kita tutupi, operasi Nona Putri terpaksa tidak dilakukan sekali."

Ratu menghela nafas, bathinnya luka. Pada satu sisi, dia lelah menyakiti fisik anaknya dengan beragam operasi plastik ilegal dari usianya yang  masih sangat muda. Bahkan Putri, kini terlihat lebih banyak diam dan sering menangis. Anak sekecil itu, jelas tidak sanggup melewati fase operasi plastik apalagi dijalur ilegal, demi keinginan ibu kandungnya yang ingin menutupi segenap aib.

RATU (Sisi Lain Kehidupan Wanita)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang