Jarot kembali. Malam itu, dengan kusut. Melempar jaketnya, lalu masuk kamar. Ratu, hanya menoleh, sambil menyiapkan makan malam.
Setengah jam kemudian, Jarot ke luar kamar dan duduk di meja makan. Dia memperhatikan ratu yang meletakkan nasi dan lauk pauk di piring, lalu meletakkan dengan rapi di hadapannya.
"Kau memasak sup ayam kampung dengan jahe?" Tanya Jarot.
"Ya," sahut Ratu, seraya duduk dan menikmati makan malamnya.
"Kau selalu berusaha jadi isteri yang baik, Ratu."
Ratu menatap Jarot, lalu meminum air di gelasnya dengan tenang. Sebelum mengangkat bahunya dengan lesu,"Mengapa baru kau sadari itu?"
Jarot meletakkan sendoknya, lalu menghela nafas. "Entahlah, aku baru pintar sekarang. Dulu aku sangat bodoh."
"Begitu?"
"Ya."
Ratu kembali menatap Jarot,"Apa Edelia baru saja mendepakmu?"
"Ratu, aku..."
"Benarkah?"
"Mengapa kau berkata seperti itu?"
"Sebab tidak mungkin kau begitu cepat sadar. Sungguh, kau sangat memalukan. Kau tipikal pria yang tak suka dicampakkan, tetapi tidak pernah menghargai orang."
"Ratu, hentikan. Kau keterlaluan! Kau tidak memahami kondisiku. Aku bukan tidak menghargaimu. Tetapi Edelia hadir lebih dulu!"
"Kau pikir aku bicara tentang diriku?"
"Maksudmu?"
Ratu tertawa,"Apa kau berpikir, bahwa kau juga tidak menghargai Edelia? Jika kau benar menghargai dan mencintai wanita itu, mengapa sejak dulu kau tidak mampu memperjuangkannya? Sekarang, jadi konyol. Kau menyakiti hati dua orang, aku dan dia. Jadi baguslah jika dia mencampakkanmu. Mungkin akan menyusul juga aku."
"Kau sungguh ingin bercerai?"
"Kau pikir aku cuma mengancam?"
"Apa kau sadar dampaknya?"
"Apa kau sadar juga dampak mentalku jika tidak cepat melakukan itu?"
Jarot mendelik,"Apa kau punya pria lain?"
Ratu menelan air dalam gelas dengan pelan, matanya masih terfokus pada Jarot. Mendadak dia ingat Kei, kenangan terkutuk di hotel, dan menstruasi yang belum didapatinya bulan ini. Dua minggu, Jarot tak pulang. Dia bolak-balik Jakarta-Bandung, berusaha kembali mengejar cinta Edelia yang tiba-tiba terbang. Sungguh, Ratu tidak mempermasalahkan itu. Justru, dia sedang sibuk memikirkan masalahnya.
Dua minggu, sejak malam menggairahkan bersama Kei, tiba-tiba dia tak mendapatkan mens. Terlambat, atau karena hal lain yang dikhawatirkannya. Tetapi dia belum berani menggunakan test pack. Takut jika dia betul-betul hamil. Lalu, bagaimana dia menghadapi itu semua? Perceraian jadi satu-satunya jalan ke luar baginya. Dia ingin aibnya tertutup!
"Kau hanya bisa menyakiti hatiku, Jarot." Ucap Ratu, akhirnya.
Jarot menghembuskan nafas dengan kesal. "Aku pulang, untuk berdamai. Tetapi kau malah minta cerai."
"Apa untungnya juga berdamai denganmu?"
"Kau sungguh-sungguh mengatakan itu?"
"Menurutmu?"
"Aahh!!" Jarot menggebrak meja. Sehingga piring dan sendoknya seakan meloncat-loncat, belum lagi gelasnya yang tumpah. "Jangan pernah berpikir dapat menyelesaikan pernikahan ini dengan mudah. Meskipun rumah tangga kita palsu, tapi ada banyak nyawa yang bergantung dengan pernikahan ini. Nyawa orangtuaku, dan juga orangtuamu. Nama baik itu nyawa, Ratu!"
Ratu mengelap mulutnya dengan serbet merah jambu, sebelum tersenyum. "Mestinya kau pikirkan hal itu dari dulu."
"Kau jangan menantangku!"
"Bukan sebaliknya? Kau hanya bisa mengancam dengan segenap kekacauan yang sengaja kau ciptakan. Kau seperti anak kecil yang keinginannya harus selalu dituruti. Tapi apa kau pernah juga memikirkan keinginan orang lain."
"Oke, lalu apa keinginanmu? Kau ingin aku jadi suami yang sebenarnya?"
Ratu terdiam. Mendadak dia resah.
Jarot langsung bangkit dari meja makan. Dia berdiri menatap Ratu dengan pandangan aneh."Mari kita sudahi segala kekonyolan yang kuciptakan dan kau setujui ini. Masih ada waktu untuk memperbaiki segalanya. Hubungan kita khususnya."
"A-aku tak paham!"
Jarot melangkah pergi, dia kembali ke kamarnya, meneguk anggur hingga agak mabuk. Dia memandangi foto Edelia yang tergantung besar di dinding kamarnya. Menyumpahi wanita itu, yang telah membiarkannya tidak bercinta selama berminggu-minggu, sebelum bangkit dan memasuki kamar Ratu untuk meminta isterinya itu melayani kebutuhan seksualnya.
Ratu mencoba bertahan malam itu. Dia menjerit, mencakar dan menampar. Jantungnya berdegup kencang, khawatir Jarot tidak terlalu mabuk sehingga bakal mengetahui jika dia tak lagi perawan.
Tetapi tampaknya, malam itu, Jarot sudah dipengaruhi alkohol. Meski demikian, tenaganya masih begitu besar, sebesar syahwatnya yang hampir sebulan dahaga tanpa belaian Edelia.
Pria itu tersungkur di sebelah tubuh isterinya, usai memuaskan keinginannya. Membiarkan Ratu menangis terisak karena merasa kehilangan harga diri. Dua kali, dia ditiduri oleh pria berbeda hanya gara-gara mereka mabuk. Bukan karena cinta.
(Bersambung)
KAMU SEDANG MEMBACA
RATU (Sisi Lain Kehidupan Wanita)
RomanceRatu, tak pernah menjadi ratu dalam rumah tangganya. Karena sebelum menikahinya, suaminya Jarot telah menjadikan Edelia, sebagai ratu dihatinya. Perasaan terhina, putus asa, dan sedih dalam fase 9 tahun pernikahan itu, akhirnya malah semakin berkonf...