09. Keperawanan

497 45 12
                                    

Ratu mendekap selimut dengan takut. Sementara, Kei duduk telanjang di sebelahnya dalam diam, sebelum bangkit dan mengurung diri di kamar mandi. Ratu, melirik sprei putih di ranjangnya yang bernoda merah. Dia lalu hanya bisa

Entah apa yang terjadi semalam, dia tak begitu ingat. Justru yang dia paham, adalah mereka setengah mabuk dan Kei membawanya ke kamar hotel.

Sedikit yang dia ingat, jika mereka bercumbu dengan liar, tanpa terkendali. Lalu terbangun pagi hari, dalam keadaan tanpa busana. Ratu merasakan sakit di sekujur tubuh, terutama di bagian liang vaginanya. Inikah rasanya diperawani itu? Bathinnya, resah.

"Ya, Tuhan..." Ratu mulai menangis. Dia tak menyangka harus melepas keperawanannya pada seorang anak muda yang belum lama dikenalnya. Pacar bukan, selingkuhan tidak, hanya sekedar saling mengenal gara-gara lukisan!

Kei, pemuda itu, tak kalah cemas melihat noda darah pada sprei. Dia jadi stres bukan main. Gila, dia memerawani bini orang! Ibu-ibu, lagi. Mak-mak yang selama sekian tahun masa pernikahannya tak pernah berhubungan seksual dengan suaminya!

Sebelum mereka mabuk, Ratu telah bercerita tentang semua kisah detil pernikahan palsunya. Kei yang mendengar, semula ragu dan tak percaya. Mana mungkin ada pernikahan tanpa sentuhan bara seksualitas? Dia belum pernah mendengar kasus serupa, dan tidak punya pemikiran pula jika memungkinkan kasus seperti itu.

Tetapi pagi itu, dengan melihat noda merah di atas sprei, serta kondisi Ratu yang tampak sangat pucat dan lemah ketakutan, dia merasa jadi gelisah. Meski tidak ingat banyak, dia masih tahu tentang nafsu birahinya menggeluti wanita itu semalam. Kondisi jiwa yang tidak stabil pasca ditinggal Angel dan kerinduan pada mantannya itu, juga dalam kondisi setengah mabuk pula, membuatnya menggila semalam.

Terbayang olehnya saat itu, adalah gairah panas percintaannya dengan Angel di masa lalu. Begitu ganas membara. Angel yang telah sangat berpengalaman pada urusan pria, mengajarkan banyak hal pada Kei yang masih polos, sehingga pemuda itu ketagihan. Kei, tak peduli tentang keperawanan. Baginya, Angel adalah cinta yang  luar biasa, hingga mau seribu lelaki pernah menidurinya, dia tak akan peduli. Perawan atau tidak, itu nomor sekian.

Tapi mengapa kini dia malah mendapatkan keperawanan itu justru pada isteri orang? Wanita usia matang pula, yang mestinya pantas dia hormati. Sebab itu, dia merasa malu dan mengurung diri dalam kamar mandi. Meski kemudian dia mengenakan handuk, dan ke luar kamar mandi untuk menenangkan Ratu yang terus menangis.

"Maafkan, aku ..." Kata Kei, saat mendekati wanita itu. Dia bingung bersikap, bahkan sejujurnya dia malah takut. Tak pernah terpikirkan dalam hidupnya, bisa meniduri isteri orang. Meski suami wanita itu brengsek, tapi pria itu punya hak untuk menuntutnya. Bagaimanapun, wanita itu masih jadi isterinya.

Ratu tak menjawab, dia juga bingung. Rasa takut dan malu jadi satu. Dia bahkan sulit untuk menegakkan kepalanya. Harga dirinya serasa punah.

"Aku...," Kei menelan ludahnya dengan perih. "Aku tak mengira jika bakal seperti ini. Aku... aku minta maaf yang sebesar-besarnya. Dan... dan, dan jika terjadi sesuatu, maka aku akan bertanggung..."

"Aku mau pulang!" Sentak Ratu. Dia lalu mencoba bangkit dari ranjang, menarik baju-bajunya, dan tertatih masuk kamar mandi.

Air hangat bahkan tak mampu membilas rasa sakit, malu dan putus asa. Dia kembali menangis, hingga suaranya serak. Terduduk di lantai kamar mandi, dengan tangan berpegangan pada bath up.

Rasa sesal karena bersikap bodoh minum sampai mabuk bersama lelaki yang bukan muhrimnya, baru muncul belakangan. Andai waktu bisa kembali, Ratu berharap dia tak menemui Kei kemarin itu.

Siang itu, Ratu pulang ke rumah dengan menyetir sendiri mobilnya. Dia meminta Kei untuk tidak mengantarnya, meski sampai lobby. "Sebaiknya, kita jangan bertemu lagi." Tegasnya, sebelum meninggalkan pemuda itu.

Pikiran Ratu jadi beragam. Khususnya hal negatif. Bagaimana mungkin ada anak muda yang mencintai wanita matang sepertinya? Dan Kei memang tidak mencintainya. Pemuda itu hanya terpengaruh alkohol, setengah mabuk, dan pandangannya jadi rusak. Ratu yakin, saat menyetubuhi dirinya, pemuda itu pasti membayangkan mantan pacarnya. Pemikiran itu, makin membuatnya depresi.

Saling melupakan kejadian mengerikan itu, baginya jauh lebih baik. Dia juga khawatir jika pemuda itu akan memanfaatkan uang dan hartanya. Sungguh, dia banyak mendengar kasus seperti itu, dan menjadi sangat lebih waspada. Soal keperawanan, apa untungnya pula dipertahankan? Toh, suaminya juga malah tidak pernah menidurinya. Jarot malah menggatal permanen dengan cinta sejatinya, Edelia si perempuan sundal itu!

Ratu menghempaskan tubuh ke sofa, usai mengganti bajunya. Mukanya sembab, suaranya juga serak. Pembantunya membawakan lemon tea hangat, dan dua butir telur ayam kampung setengah matang. Sejak pagi, dia belum makan. Bahkan dia hampir kecelakaan saat menyetir mobil, saking lelah sekaligus lapar.

Tetapi, apakah ada orang bisa makan saat jiwanya sedang kalut?

Dulu, saat remaja, dia selalu mengkhayalkan hal sempurna dalam pernikahannya kelak. Melewati malam pertama dengan pria pujaan, menyerahkan keperawanan dengan penuh kebahagiaan. Tetapi apa yang dia temukan pada kisah hidupnya kemudian?

Bahkan selama 9 tahun dia masih saja perawan. Tak tersentuh kelaminnya barang sedikitpun, oleh suaminya. Tapi kesucian yang terjaga dengan penuh air mata kecewa itu, kini malah digondol seorang anak bau kencur secara tak sengaja. Lalu dia, menangis dengan lebih sadis.

Bagaimana jika hamil?!

Pertanyaan itu, yang terus membuatnya serasa mendadak gila. Dia tak mau bercerai dengan suaminya. Ngeri dampaknya terhadap nama baik keluarga besar mereka, dan juga namanya. Dia belum siap melihat segala bentuk kekacauan yang disebabkan olehnya. Dia bahkan tidak mampu membayangkan itu!

Selama 9 tahun dia bertahan, dan rela terus jadi tertawaan Edelia. Karena suaminya, si Jarot bandot itu, seakan tak bernyawa jika tidak mencium udara busuk dari selangkangan Edelia sang cinta sejatinya. Tapi dari segala carut marut catatan itu, dia pribadi memang ingin tetap mempertahankan biduk rumah tangga palsunya.

Ratu ikhlas mengorbankan diri, asal orangtua yang dicintainya dan mertua yang disayanginya, bisa tetap tersenyum di hari tua mereka. Dia justru tak sanggup membayangkan kekecewaan mereka.

Biar, biar dirinya saja yang menderita. Biar, biarlah remuk oleh keputusannya. Ratu, ingin tetap seperti itu!

Ponsel tiba-tiba berbunyi. Ratu meraihnya dengan takut, terbaca nama mertuanya, Ratih Sitoresmi pada layar.

"Apa kabarmu, Nduk? Kok nggak bisa ditelfon semalam? Ibu mau cerita, semalam Ibu mimpi kamu gendong bayi lelaki. Oalah, bayinya 'ngganteng! Lebih 'ngganteng dari Jarot! Aduuh..., Ibu kok yakin kamu bakal segera hamil. Ibu nggak sabar gendong cucu...."

Ratu terdiam. Tangannya gemetar memegang ponsel itu, bahkan dia tiba-tiba tidak mendengar suara mertuanya lagi.

(Bersambung)

RATU (Sisi Lain Kehidupan Wanita)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang