30: Kematian

206 26 4
                                    

Ratih Sitoresmi, tiba-tiba masuk rumah sakit. Jarot mengantarnya dengan penuh kecemasan. Apalagi dokter yang memeriksa mengatakan, jika sang ibu harus dirawat. Jantungnya lemah.

"Cepat ke rumah sakit, Ibu dirawat. Saras dan Baskoro meninggal dalam kecelakaan lalu lintas," kata Jarot sangat menghubungi Ratu lewat ponselnya.

Dia sangat butuh Ratu saat itu. Adiknya, Saras, meski hubungan mereka terakhir sangat buruk, setidaknya mereka punya kenangan selama puluhan tahun sebagai kakak dan adik yang pernah saling menyayangi.

Air mata Jarot makin deras tumpah, saat melihat Ratu datang bersama Putri. "Titip Ibu, aku harus datang pada pemakaman Saras dan Baskoro."

Ratu tak menjawab, bahkan dia masih diam saat Jarot mencium Putri dengan sedih. Hatinya juga tidak karuan. Kembali, rasa bersalah itu hadir.

"Ibu," panggil Ratu, pada Ratih Sitoresmi yang hanya terbujur lemah. Perlahan, Ratu menggenggam tangan mertuanya itu. Sementara Putri, hanya duduk di kursi dengan bingung. "Ibu harus kuat, ya. Ibu yang Ratu kenal dulu sebagai mertua yang sangat baik, tetap akan Ratu ingat seperti itu."

Ratih menghela nafas dengan berat,"Kemiskinan membuat kepribadianku hilang. Bahkan aku tega mengutuk anakku sendiri untuk mati. Sarasku yang baik itu, yang juga tiba-tiba berubah seiring waktu. Lalu kini dia mati."

"Ibu, itu bukan salah ibu. Itu takdir."

"Takdir yang menyakitkan. Segalanya habis, tak bersisa. Uang bisa mengubah segalanya."

"Tidak benar itu, bu."

"Tapi setelah pabrik terbakar, hutang banyak, masalah banyak..."

"Ibu, jangan salahkan apapun."

"Ibu yakin, ada kejahatan manusia di sini."

"Ah, ibu. Berhenti berspekulasi. Ibu harus sembuh dulu, ya."

"Lalu, kenapa hidup kita jadi berubah mengerikan seperti ini, Ratu? Siapa penyebabnya? Apa dia akan merasakan penderitaan yang sama seperti saya? " Tanya Ratih, lirih. Sebelum nafasnya tiba-tiba tercekik dan matanya terpejam.

Lalu Ratu memekik. Keras dan nyaring.

****

Edelia menghapus air matanya, dia lelah mencoba menghubungi Jamin. Pria itu, nampaknya sangat sulit untuk memaafkannya.

Mendadak, hati Edelia seakan hancur lebur. Dia merasa tidak adil. Semua gara-gara Ratu!

Ratu, yang membuatnya kehilangan Jarot! Ratu juga yang kini membuatnya kehilangan Jamin!

Dulu dia bisa berdamai dengan segala kenyataan hidupnya, tetapi tidak dengan urusan Jamin. Dia tak mau kehilangan lagi. Tetapi setelah kemarahan pria itu, lalu apa yang diharapkannya lagi.

"Mertuanya masuk rumah sakit, karena adik ipar Ratu beserta suaminya tewas dalam kecelakaan." Kata Tante Menur, saat Edelia mencari Ratu.

Oh, jadi nenek tua itu di rumah sakit? Mendadak Edelia sedikit lega. Dia selalu merasa senang mendengar kesulitan dari wanita angkuh itu. Meski dia tak lagi menginginkan Jarot yang sudah tua dan miskin. Saat ini, dia hanya menginginkan si Jamin!

Jamin, pria cool yang hangat dan menggairahkan. Pria yang tak pernah berucap mencintainya, tetapi selalu berusaha ada untuknya, termasuk menghidupinya. Di mana lagi dia bisa menemukan pria seperti itu?

"Mertua Ratu meninggal!" Teriak Tante Menur tiba-tiba, sambil mematikan ponselnya. "Titip kosan ya, Edelia. Tante mau ke rumah sakit dulu."

Edelia tidak mengangguk, dia hanya diam. Lalu tersenyum, saat Tante Menur melesat dengan mobilnya. Hmm, kenapa baru mati sekarang si Ratih Sitoresmi? Mengapa tidak sejak dulu? Bisik hatinya, riang.

Ya, andai dari dulu wanita itu mati. Mungkin cerita hidupnya tidak begini.

***

Kei, menatap Lovely dengan sedih. Gadis kecil itu, kini berada di hadapannya dengan koper besar di tangan. Sementara Angel yang mengantar, hanya diam sambil sibuk menerima telpon dari Gun.

"Aku tak bisa lama. Gun bilang, anak kami menangis." Kata Angel, sebelum mencium Lovely dan bergegas masuk ke mobilnya yang kemudian melaju kencang.

Lovely hanya memandangi kepergian ibunya, sampai Kei membelai rambutnya. Kei meneteskan air mata. Dia tak sanggup menyaksikan Lovely akhirnya bernasib sama seperti dirinya. Dibuang begitu saja, karena Angel lebih memilih Gun.

"Kita ke Jakarta ya, di sana ada Tante Katie. Kamu kenal kan dengan Tante Katie temannya Papi Gun?" Tanya Kei, sambil mengusap air matanya.

Lovely mengangguk,"Istri Om kan?"

"Papa. Ini Papanya Lovely. Papa kandung."

Lovely tak menjawab, dia hanya diam dalam kebingungan. Bingung tiba-tiba diusir Papinya dari rumah dan dititipkan pada pria yang istrinya adalah teman Papinya. Lalu tiba-tiba disuruh panggil Papa.

Saat masuk ke mobil, Lovely terlihat mulai menangis. Sehingga Kei tidak buru-buru membawa gadis kecil itu pergi ke Jakarta. Dibiarkannya Lovely menangis sepuasnya, membuat hati Kei makin berdarah-darah.

***

Jamin meletakkan botol bir di meja, lalu melirik seorang wanita cantik berusia separuh baya yang mengenakan gaun terbuka di bagian dada.  Unike, nama janda itu. Wanita yang menikmati kesendiriannya dengan membebaskan diri untuk dekat dengan banyak pria.

Unike, bukan wanita baru yang dikenalnya. Sebenarnya, dia sering tidur dengan wanita itu sebelum mengenal Edelia. Seperti juga banyak wanita lain dalam hidupnya, Jamin kemudian meninggalkan mereka semua demi Edelia.

Edelia, sesungguhnya memang melebihi mereka semua. Baik kecantikan, ketulusan dan kasih sayang. Jamin sempat berpikir, bahwa mungkin Edelia adalah muara terakhir petualangan hidupnya. Dia bahkan telah mulai bertanya dengan banyak rekannya tentang proses sebuah pernikahan.

Tetapi sayangnya, mulut wanita itu tidak bisa rapat. Seenaknya meletus ke luar tanpa berpikir panjang, dan itu menyakitinya.

Jamin sadar, dia bukan orang baik. Dia bandit yang licik. Tetapi untuk bertahan di dunia gelap sekalipun, sebuah rahasia harus dianggap mahal. Itulah mengapa Jamin bisa dikenal dan sangat dihormati dalam lingkup kejahatan. Sebab dia sangat menjaga rahasia orang-orang yang mempekerjakannya. Dia sangat profesional. Sebab itu, Jamin terluka saat Nyonya Ratu begitu marah padanya akibat ucapan seorang Edelia.

"Aku tak menyangka, Jamin. Aku pikir kau orang yang bisa dipercaya.." kata Ratu, sebelum memblokir ponselnya.

Jamin, langsung melempar ponsel itu. Dia begitu marah pada Edelia, yang tega mengumbar celotehannya di kala mabuk. Sungguh sangat tidak adil. Dia tulus mencintai wanita itu, tetapi Edelia malah memanfaatkannya untuk menyerang Ratu.

"Kau sekedar mampir, atau ingin menetap?" Tanya Unike, sambil mengembuskan asap rokoknya.

Jamin menoleh,"Menurutmu?"

Unike terkekeh,"Kau lebih terlihat seperti orang yang patah hati. Apa yang dilakukan Edelia?"

"Hmm, dia melakukan kesalahan besar."

"Apa itu?"

"Dia mengganggu bisnisku."

"Benarkah?"

"Dia merusak kepercayaan client-ku."

"Bagaimana bisa?"

"Client-ku mantan rivalnya berebut pria di masa silam. Lalu dia menggunakan celetohanku saat mabuk, dan..."

"Oh, lancang sekali."

"Begitulah."

Unike meraih gelas anggurnya, dan meneguk sedikit, sebelum meletakkannya kembali ke meja. "Tetapi, bukankah kau dulu sangat mencintainya?"

Tiba-tiba ponsel Jamin kembali berbunyi, ternyata Edelia menelpon lagi. Dengan kesal dia langsung memblokir nomor tersebut, lalu menatap Unike.

"Setiap orang mungkin pernah jatuh cinta pada orang yang salah, bukan? Tetapi setidaknya, kita tidak terlalu bodoh untuk tetap bertahan, jika masih ada kesempatan untuk berlari..."

(Bersambung)

RATU (Sisi Lain Kehidupan Wanita)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang