Tak mungkin bertahan. Ratu tidak kuat lagi!
Malam itu, saat mertuanya sibuk meributkan tentang uang pembelian perabot, Ratu langsung menarik anaknya untuk pergi dari rumah itu. Meski Jarot berusaha menahan, tetapi istrinya sudah terlanjur masuk ke dalam taksi bersama Putri.
Benar, Jarot sudah gulung tikar dan keluarganya buyar. Tetapi meski yatim piatu, Ratu masih punya kerabat dari orangtuanya. Dia mulai berpikir untuk menginap sementara di rumah Bude Menur, kakak sepupu almarhum Bapaknya di Jakarta.
"Alangkah kacau kehidupan keluarga suamimu sekarang," kata Bude Menur, saat Ratu dan Putri datang. "Bude tak habis pikir. Tetapi Bude memaklumi jika kau ingin bercerai."
Janda tua itu, kini banyak di rumah usai pensiun dari bekerja di salah satu Kementrian. Anak semata wayangnya menikah dengan bule dan tinggal di Swiss, setiap hari dia paling sibuk memantau kos-kosan besar yang dia miliki di beberapa wilayah.
Menur tak keberatan untuk menampung Ratu dan Putri, meski dia meminta Ratu untuk bantu mengurusi usaha kos-kosan yang dia miliki.
"Sedikit repot sekarang, sebab Bude sudah tidak terlalu lincah. Semakin tua," kata Bude Menur.
Ratu tak punya pilihan. Dia senang memiliki nafas dari lingkup yang berbeda. Ketimbang tinggal satu rumah dengan mertuanya yang kini telah sangat berubah sikapnya. Mana suaminya tak punya penghasilan jelas sekarang.
Saat Putri bermain dengan Bude Menur, Ratu lalu melangkah ke luar rumah. Naik motor matic, menuju salah satu kosan si Bude di kawasan Jakarta Barat. Sebuah kos tiga lantai, yang ternyata banyak dihuni para wanita pekerja malam.
"AC mati," kata seorang gadis belia dengan dandanan seksi. Dia menunjuk bagian dalam kamarnya yang berada di lantai tiga. "Mbak keponakan si Bude, ya?"
Ratu mengangguk, mencatat nomor kamar dan pengaduan. "Segera saya kirim tehnisi,"sahut Ratu.
"Tetapi saya mau pergi. Saya titip kunci bisa, Mbak? Tenang saja, nanti ada teman saya, Mbak Lia yang akan pulang sekitar setengah jam lagi."
"Teman sekamar?"
"Oh, bukan! Dia mami saya."
"Mami?"
Gadis itu tersenyum dan menyerahkan kunci, lalu pamit pergi. Ratu meneruskan pemeriksaan. Kali ini, dia melangkah menuju kamar lain, di mana penyewanya merasa ada kerusakan pada gerendel pintunya.
Tehnisi AC dan tukang datang hampir bersamaan, untuk memperbaiki adanya kerusakan di dua kamar berbeda. Barulah Ratu naik tangga menuju atap, duduk di taman bagian atas, menunggu tehnisi dan tukang menyelesaikan tugasnya.
"Halo, saya Lia! Apakah teman saya Donna menitipkan kunci pada anda? Kata tehnisi yang perbaiki AC mbak di sini?"
Ratu menoleh, dan tiba-tiba tertegun. Nyaris tak percaya dengan apa yang dia lihat dengan mata kepalanya sendiri,"Edelia?!"
Wanita di depannya terperanjat, ternyata dia benar Edelia. "Ratu? Bukannya kamu di Amerika?"
Siang itu, mereka akhirnya duduk berdua di taman atap gedung kosan tiga lantai tersebut. Bicara, panjang dan lama.
Edelia berkisah dia sempat mencari Ratu, "Tetapi kata Jarot, kau ke Amerika membawa berobat si Putri. Saat itu, kau memutuskan kontak. Sejujurnya, aku mencarimu karena butuh uang untuk pengobatan anakku. Dia sakit juga! Tetapi dia... dia kemudian meninggal..."
Ratu terperangah,"Sakit apa anakmu?"
"Kanker otak!"
Ratu tertunduk, dia merasa sangat bersalah."Saat itu, aku juga sedang berjuang mengurus anakku," ucap Ratu, berusaha membuat Edelia mengerti.
Edelia tersenyum kecut,"Ya, aku tahu. Sepertinya, penyakit anakmu juga parah."
"Kau tak berusaha minta tolong Jarot?"
"Sudah, tapi dia menolak. Dia bilang, Camelia Emira Jarotha bukan anak biologisnya. Dan dia benar..."
Ratu menatap Edelia. Sungguh dia mengagumi keberanian wanita itu sekarang, untuk bersikap jujur. "Tetapi setidaknya, Jarot kan bisa menolong..."
"Tak perlu," Edelia mengeluarkan rokok dalam tasnya, menyulutnya dan menghembuskan asapnya dengan tergesa. Sebelum menoleh pada Ratu. "Kejujuran itu ternyata membuat tenang. Camelia sudah takdirnya untuk pergi dengan cepat. Mau uang satu miliar juga tak bakal mampu melawan takdir. Aku juga jadi tidak capek untuk berpura-pura lagi, dengan mengarang cerita bahwa Camelia adalah anak Jarot. Mengapa kau tak bisa juga melakukan hal itu?"
Ratu membuang muka, dia merasa tertampar dengan kalimat tersebut. "Apa maksudmu, Edelia? Apa kau masih ingin berperang melawanku demi Jarot?"
Edelia terbahak, tubuhnya berguncang hingga rokok ditangannya bergoyang-goyang. "Apa yang bisa kita perebutkan kini, Ratu? Kau sama buruknya denganku. Sama-sama tak jujur tentang benih asli anak kita, sama-sama berusaha memiliki Jarot bukan sepenuhnya atas nama cinta. Apalagi, saat si Jarot sudah bangkrut begini."
Ratu melotot,"Apa maksudmu?!"
"Eh, jangan marah. Sudah kubilang, kita ini sama buruknya. Lihatlah saat Jarot bangkrut begini, kau malah tinggal bersama Bude Menur yang kaya. Dari pada bersama Jarot dan mertuamu yang makin terlihat sisi keiblisannya itu."
"Dari mana kau tahu?"
"Aku sudah setahun tinggal sekamar dengan si Donna di kosan ini. Lumayan akrab dengan Bude Menur. Beberapa hari lalu, saat memeriksa kosan, beliau bercerita bahwa nanti yang bakal memeriksa kosan adalah keponakannya yang kini tinggal bersamanya. Keponakan yang sedang mengurus perceraian dengan suaminya, seorang pengusaha yang kini telah bangkrut akibat mertuanya yang jahanam. Tetapi sungguh mengejutkan jika itu dirimu, Ratu..."
"Aku tak ingin disamakan denganmu."
"Itu hakmu. Tetapi saranku, cobalah untuk menakhiri kesombonganmu itu. Ingatlah, kita tak lagi sedang berebut Jarot. Dulu, aku korban ibunya Jarot yang tak pernah merestui. Kini, kau juga korbannya kan? Ternyata mertuamu yang terlihat elegan dulu, tak lebih buruk dari monster dalam kehidupan rumah tanggamu."
Ratu terdiam. Baru saja dia bertemu kembali dengan mertuanya, tetapi sikap wanita itu sudah begitu mengerikan. Memaksanya menjual segala perhiasan terakhir yang dimilikinya dan Putri, untuk membeli perabot rumah tangga. Tetapi perabot terbanyak dan termewah, adalah pesanan mertuanya!
Tidak bisa dibayangkan nasib Edelia dulu, yang berulang kali ditolak dan diludahi mertuanya saat dulu ingin menikah dengan Jarot. Sampai akhirnya, penolakan itu diakhiri dengan menikahkan anaknya dengan dirinya. Wanita yang tak tahu menahu masa lalu suaminya!"Kita tetap berbeda, Edelia..."
Edelia mengangkat bahu,"Kemunafikanku sudah usai, Ratu. Meski kini aku jadi germo yang menjadi agen pelacur murah, tetapi kulakukan semua ini untuk melunasi hutang biaya pengobatan Camelia, almarhumah anakku tersayang. Kaupun juga pasti sama, nekat jadi pengurus kos Bude Menur, demi kebutuhan hidup anakmu yang bukan anak Jarot itu..."
"Jangan asal bicara kau, Edelia!"
"Aku tidak asal bicara, bukan? Betapa sulitnya kau untuk menyudahi kesombongan dan segala kebohonganmu? Apakah kau tidak merasa lelah? Kau sudah mengorbankan banyak orang, Ratu. Balas dendammu sejahat dan sekejam itu pada Jarot, apa kau sadar itu!"
"Hah?!"
"Aku tahu Jarot banyak salah, aku juga kepadamu sama salahnya. Tetapi apa gunanya melakukan hal bodoh demi merusak hidup Jarot dan keluarganya. Bahkan wajah anakmu!"
"Kau ini bicara apa?!"
"Apa aku boleh bertanya, mengapa Jarot sampai bangkrut, saat kau pergi ke Amerika? Apa yang kau lakukan di Amerika! Main sandiwara?"
"Diam kau!" Bentak Ratu, matanya menyala penuh amarah.
Edelia bangkit, menengadahkan tangan meminta kunci kamar. Setelah Ratu memberinya, dengan sedih Edelia menatapnya.
"Aku pernah tidur dengan seorang pria, Ratu. Sampai kini, aku bahkan masih sering melayaninya. Bukan hubungan cinta, tetapi atas kebutuhan biologis saja. Hanya, beberapa hal kadang dia ungkap saat mabuk. Namanya, Jamin. Apakah kau kenal?"Ratu tersentak. Jantungnya seakan berhenti berdetak. Meski Edelia telah menuruni tangga dan tak lagi dalam pandangannya, tetapi jiwanya seakan masih remuk bak dihantam godam.
(Bersambung)
KAMU SEDANG MEMBACA
RATU (Sisi Lain Kehidupan Wanita)
RomanceRatu, tak pernah menjadi ratu dalam rumah tangganya. Karena sebelum menikahinya, suaminya Jarot telah menjadikan Edelia, sebagai ratu dihatinya. Perasaan terhina, putus asa, dan sedih dalam fase 9 tahun pernikahan itu, akhirnya malah semakin berkonf...