🍁 Prolog 🍂

17.3K 1.4K 45
                                    

"Qobiltu Nikahaha wa Tazwijaha alal Mahril Madzkuur wa Radhiitu bihi, wallahu waliyut taufiq

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Qobiltu Nikahaha wa Tazwijaha alal Mahril Madzkuur wa Radhiitu bihi, wallahu waliyut taufiq."

SAH!

******

Sejak saat itu, kewajiban Laila sepenuhnya berpindah pada Gus Zahwan, anak kiyai teman ayahnya sekaligus kakak tingkatnya sewaktu SD yang sikapnya usil, jail, dan hobinya selalu membuat Laila menangis berulang kali.

Sejujurnya, Laila tak pernah menyangka ini akan terjadi. Menikah dengan seseorang yang selalu membuatnya kesal, terlebih hubungan ini terjalin karena sebuah perjodohan. Selain karena dia masih punya rasa kesal pada laki-laki itu, dia juga anehnya merasa canggung ketika sedang bersamanya.

Sama seperti malam ini, malam di mana malam pertama pengantinnya.

Ceklek!

Atensi Laila yang duduk diam di sisi kasurnya teralihkan karena suara pintu. Ternyata, Gus Zahwan baru saja keluar dari kamar mandi dengan wajah dan rambut yang sedikit basah. Laila pikir suaminya itu habis berwudhu.

Entah kenapa mata Laila jadi adem melihat Gus Zahwan seperti itu. Tetesan-tetasan air dari rambutnya membuat ketampanan Gus Zahwan semakin bertambah berkali-kali lipat. Apalagi matanya, mana bulu matanya lentik pula seperti orang arab.

Aneh, Laila benar-benar aneh. Padahal, dulu Laila pernah meledek Gus Zahwan laki-laki jelek. Tapi sekarang, malah matanya sama sekali tak lepas dari apa yang dilakukan Gus Zahwan. Bahkan, saat Gus Zahwan mengambil sepasang sajadah pun Laila masih memantaunya. Gus Zahwan lalu menghamparkan sajadah tersebut mengarah kiblat, sebelum menatap istrinya dengan kening berkerut.

"Laila."

Sial! Baru di panggil namanya saja jantung Laila sudah berdetak tak karuan. Gimana kalau lebih coba? Mana dia terciduk merhatiin lagi.

"A-apa, Gus?" timpal Laila dengan kepala menunduk, malu.

"Kamu wudhu gih, kita sholat sunnah dulu."

"S-sholat sunnah, Gus?"

"He'em. Ayo cepat, kita berjamaah."

Laila mengangguk pelan. Lalu dengan langkah pelan dia masuk ke kamar mandi. Tak lama, Laila kembali keluar dengan keadaan wajah yang basah. Bahkan pinggiran kerudungnya sedikit terkena air.

Setelah memakai mukena, Laila kemudian berdiri sedikit ke belakang Gus Zahwan untuk memulai sholat.

"Allaahu Akbar." Gus Zahwan mulai mengangkat tangannya, takbiratul ihram. Yang kemudian diikuti Laila di belakang. "Allaahu Akbar."

Sekitar 10 menit mereka melakukan rangkaian sholat, Gus Zahwan lalu menolehan kepalanya ke arah kanan, dan ke arah kiri, di susul Laila yang mengikutinya. "Assalamualaikum Warahmatullah. Assalamualaikum Warahmatullah."

Setelah selesai sholat, Gus Zahwan berdzikir sebentar dan membaca beberapa surah Al-Quran, lalu setelahnya menghadap ke belakang seraya mengulurkan tangannya. Laila yang mengerti pun segera mencium punggung tangan suaminya dengan lembut.

"Sini." Gus Zahwan menepuk paha kanannya dengan isyarat agar istrinya mendekat.

Dengan ragu sekaligus malu, mau tak mau Laila akhirnya duduk di pangkuan Gus Zahwan. Wajahnya merona merah entah karena apa, karena yang tahu hanya dia dan Allah saja.

Gus Zahwan meletakkan tangannya di atas ubun-ubun Laila, lalu membacakan doa seperti yang dianjurkan oleh Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam.

"Bismillaahirrahmaan Nirrahiim. Allahumma Inni As-aluka Khoirohaa Wa Khoiro Maa Jabaltahaa 'Alaihi Wa A'uudzu Bika Minsyarrihaa Wa Syarri Maa Jabaltahaa 'Alaihi."

Setelah itu, Gus Zahwan mencium lembut puncak kepala Lalila seraya berkata, "Jadilah istri dan ibu yang baik untuk anak-anak saya. In Syaa Allah, saya akan selalu membimbing dan mengajarkan kamu selama saya masih hidup. Dan saya berharap, pernikahan kita tidak hanya berhenti sampai di dunia saja, tapi sampai di surga-Nya juga."

"I-iya, Gus. Aamiin," timpal Laila yang nadanya jelas kalau dia sedang gugup. Bahkan sesekali dia meremasi ujung mukenanya saking awkward-nya.

Menyadari keanehan Laila, Gus Zahwan pun bertanya, "Kamu kenapa?"

"Aku enggak pa-pa, Gus."

Gus Zahwan memincing curiga. Dalam keadaan dekat seperti ini, Gus Zahwan bisa langsung menyimpulkan apa yang terjadi pada istrinya. "Kamu keliatan gugup, Laila."

Sejujurnya, Laila ingin sekali memekik sekarang juga kalau ia gugup gara-gara Gus Zahwan sendiri. Tentu saja gugup, orang jantungnya saja sudah serasa mau copot. Apalagi sejak tadi Gus Zahwan ngomongin yang manis-manis, dalam posisi intim pula.

"Enggak pa-pa kok, Gus. Enggak pa-pa beneran. Aku lagi santai loh ini." Laila menyengir seraya menampilkan senyum kakunya.

Gus Zahwan mengangguk. Setelah itu, keadaan menjadi senyap. Laila dan Gus Zahwan sama-sama diam dan larut dalam pikiran masing-masing. Bahkan tanpa sadar, sudah terhitung 15 menit mereka saling diam-diaman.

Merasakan kalau jantung istrinya berdebar, satu ide jahil terlintas di kepala Gus Zahwan. Mungkin tidak ada salahnya sedikit mengisengi istrinya.

"Laila."

"Iya, Gus?" Laila refleks mendongak. Namun kembali menunduk lagi saat Gus Zahwan memerhatikannya dengan seulas senyuman. Tentunya itu membuat jantungnya semakin tak baik.

"Kamu sudah pernah ngaji Qurrotul Uyyun belum?"

Glek!

Qurrotul Uyyun?

"A-apa tadi?"

"Kamu pernah ngaji Qurrotul Uyyun belum?" ulang Gus Zahwan. Senyuman rahasia masih tersinggung indah di bibirnya.

Spontan Laila menggeleng. "Belum!"

Ia berbohong. Tentu saja. Laila tahu kitab apa itu, dan tentang apa saja itu. Dan entah kenapa feeling-nya mulai tak enak sekarang. Gus Zahwan pasti merencanakan sesuatu. Pasti ada udang di balik gajah. Eh, batu!

"Hah? Yakin?"

Laila mengangguk cepat. "Yakin!"

"Kalo gitu nanti saya ajarin ngajinya. Biar kamu tahu."

Enggak di ajarin juga udah tau, Gus!

"Sekalian praktik."

Tulis kesan kalian setelah membaca prolog ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tulis kesan kalian setelah membaca prolog ini.
Jika suka, bisa luangakan waktu untuk voment ya. Dan kalau rame, akan saya lanjutkan.

Syukron!

Laila Dan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang