8 : Menuju Rusia (3)

514 42 3
                                    


Alexandro POV

Ya elah, Nana sudah ketiduran saja. Menurutku dia yang lebih kebo daripadaku. Malah dia kelewat kebo. Masa iya sih, asal bertemu posisi enak dia langsung tertidur begitu saja, tidak permisi dan tidak mengatakan apa-apa.

Tapi wajahnya sewaktu tertidur itu sangat menggemaskan, jadi aku pun terpaksa memaafkannya. Muehehe. Aku meremas jari-jariku, agak gugup, karena Nana tertidur di sampingku meskipun di pesawat juga begitu, tetapi kali ini terasa berbeda. Kutolehkan kepalaku ke arah Nana, sambil tersenyum.

Tiba-tiba dia bergerak dan kepalanya menyandar ke pundakku. Kepalanya. Menyandar. Ke. Pundakku. Demi apapun yang membuatku tetap hidup ini sesuatu yang mengejutkan. Aku terlalu senang? Memang.

Secara kan kalau dia sadar alias sedang tidak tertidur, tak mungkin kami bisa begini. Ya udah, aku memanfaatkan kesempatan. Aku membenarkan posisinya agar dia tak salah tidur, soalnya pasti kasihan jika dia terbangun nanti dengan sendi yang pegal. Jadi seperti mbok-mbok yang sudah udzur tapi masih saja mau berjualan jamu keliling. Kuacak tasnya, dan ternyata menemukan sebuah selendang terselip di dalam. Ya elah kok bisa sih dia tak menyadari kalau dia membawa selendang di dalam tasnya? Kutatap Nana sambil tersenyum lembut, dan menyelimutinya dengan selendang tadi. Sepertinya dia sangat kedinginan, bulu-bulu halus di tangannya semua naik.

Kuambil ponselku dari kantong kanan jaketku, dan mengutak-atiknya tak jelas untuk membuatku tidak bosan, soalnya yang biasanya diganggu sedang tertidur, dan seperti sedang memasang peringatan Do Not Disturb. Aku masih mengingat dulu dia menempel kertas yang dibubuhkan tulisan "senggol?bacok!". Sadis banget dia memang jadi cewe. Makanya, aku memutuskan untuk tak mengganggunya, daripada dia bangun, dan bahaya, bisa-bisa aku didepak ke runway pesawat supaya kelindes sampai penyet, dan dijual ke murid-murid di tempat dia mengajar pula, beh.

Aku membiarkan dia menyandar di bahu gue untuk waktu yang cukup lama. Serasa jadi seperti kembali ke SMA hahahaha.

SMA ya....?

Waktu itu....

Seakan-akan menanggapi isi pikiranku, setetes air mata jatuh dari mata perempuan yang sedang tertidur di bahuku ini. Mengalir turun melewati pipinya.

Kuusap jejak air mata di pipinya perlahan, dan mengecup keningnya lembut,

"Maafin gue, Na."

***

Nana POV

Sebenarnya aku masih kurang nyaman dengan keadaan sekarang ini. Setelah turun dari pesawat, aku dan Alexandro melakukan self check-in di sebuah mesin. Habis itu kami mencari tempat duduk, dan aku berpura-pura tidur. Aku tidak mempunyai pilihan lain selain berpura-pura tidur karena satu, aku tidak mau membincangkan apapun dengannya saat ini, dan dua, aku tidak ingin semakin jatuh padanya.

Baiklah aku akui aku sudah terlanjur jatuh padanya meskipun tidak begitu dalam. Apakah aku sudah cukup jujur?

Walaupun aku sudah berusaha membangun dinding, perasaan seketika menguar dalam gelombang asap pekat yang tidak bisa kutahan.

Nah, dan hal yang paling aku benci dari pura-pura tertidur, adalah, bahwa kenangan dari masa laluku kembali memainkan video menyedihkan tepat di pikiranku. Tapi sayangnya pilihan yang tepat untuk situasi seperti ini adalah berpura-pura tidur.

Aku dapat merasakan dia mengambil tasku dan mengacaknya. Ngapain dia?

Setelah itu aku merasakan sebuah benda tipis mengenai tanganku. Jangan-jangan itu selendangku? Ya ampun kok dia bisa dengan gampang mengambilnya? Padahal aku sudah mencari-carinya dari tadi.

Our Shadows |MAJOR EDITING SOON|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang