Matvei's POV
Aku membuka mataku secara paksa, lalu meneliti langit-langit kamar rumah sakit yang temaram. Kurenggangkan otot-ototku yang terasa kaku, dan menoleh ke samping, ke arah ranjang Nana.
Kudorong badanku ke atas dengan tanganku sebagai penumpunya, lalu berjalan gontai menuju Nana yang terbaring.
Aku mengusap keningnya dengan ibu jariku pelan-pelan, dan mengamati wajahnya yang masih kaku, dan tak begitu berubah.
Sudah hampir dua minggu Nana tak sadarkan diri, alias koma. Tak ada tanda-tanda kapan dia akan bangun, dan hal itu membuatku semakin resah, kalau aku boleh berkata jujur.
Aku berjalan ke arah kamar mandi dan memulai ritual pagiku, dan setelah 15 menit, aku sudah rapi dengan sebuah celana jeans dan kaos berwarna abu-abuku yang kutahu sangat disukai Nana.
Aku sedang duduk di sofa ketika Tante Mona memasuki kamar Nana, bersama Hana, sahabat Nana sejak kecil yang sedang membawa sebuket bunga, Anastasya, Ivan, dan.. Alexandro.
Setelah semua itu, Alexandro masih berani memasuki ruangan ini?
"Untuk apa kau disini, Alexandro?" tanyaku tak senang dalam bahasa Indonesia yang membuat Alexandro dan yang lainnya berjengit kaget.
Mata mereka semua seperti meminta penjelasan, namun aku mengacuhkannya dan menatap Alexandro dengan mata nyalang. "Berani-beraninya kau kesini."
Anastasya dan Ivan mendesah disaat yang bersamaan. "Matvei.."
Aku mengangkat sebelah tanganku dan memberi sinyal agar mereka berdua tidak ikut campur.
Alexandro balas menatapku tajam. "Aku ingin menjenguk Nana, kenapa?"
Aku tersenyum sinis dan tertawa. "Kau kira setelah keteledoranmu itu aku akan menerimamu disini?" tanyaku.
Rahang Alexandro mengeras. Dia baru saja akan menjawabku ketika Tante Mona berdiri di antara kami, dan Hana menarik Alexandro menjauh dariku.
"Kalian berdua, hentikan." ucapnya dingin, namun wajahnya sedih.
Kami semua terdiam, berjibaku dengan pikiran kami masing-masing.
Tante Mona menatapku sedih, namun sedetik kemudian raut itu digantikan dengan raut tegas. "Matvei, kamu pikir dengan menyalahkan Alexandro, Nana akan kembali seperti semula? Hentikan sikap kekanak-kanakanmu itu!"
Kata-kata Tante Mona menohok hatiku. Ya, aku tahu aku salah.
Tante Mona lalu memutar kepalanya dan menatap Alexandro tajam. "Dan kamu Alexandro, memang, aku agak setuju dengan perkataan Matvei tadi, dan kamu seharusnya perhatian kepada Nana ketika dia sedang di Rusia."
Akhirnya aku menghela nafas frustasi dan membanting badanku di atas sofa. Anastasya dan Ivan pun menghampiriku.
"Matvei, Nana will get through this, she's a strong girl." ucap Ivan sambil menepuk pundakku.
Aku mengangguk samar sambil tersenyum kecut.
Anastasya tampak menitikkan setetes air mata, dan terisak dalam diam. "I-I was so excited to see her, she has that very bright aura when she dances, but then.. but then..." Anastasya bahkan tak sanggup melanjutkan kata-katanya, dan Ivan terpaksa membawanya keluar kamar untuk menenangkannya.
Aku menatap langit-langit kamar dengan nanar sampai Ivan dan Anastasya kembali, dan tentu saja dengan Anastasya yang berwajah sembab.
Aku berdiri, dan menghampiri ranjang Nana. Menatap wajah pucatnya dengan mata yang tertutup, dan menelusuri garis-garis wajahnya seperti yang selalu kulakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Shadows |MAJOR EDITING SOON|
RomanceRusia dan Alexandro. Dua kata yang selalu berputar di benaknya, setiap hari. Namun kemudian, datanglah lagi seseorang yang berhasil menginvasi pikirannya dan menghapus jejak Alexandro di dalam hatinya. Takdirkah? Ataukah dia harus melawan orang itu...