Aku menatap langit-langit kamar apartemenku. Cahaya mentari menyeruak dari balik gorden dan menyusup menggelitiki wajahku. Aku mengganti posisiku dan duduk di atas ranjang sambil merenggangkan otot-ototku.Aku menoleh kearah nakas untuk mengambil ponselku namun mataku tertahan ketika melihat buket bunga pemberian Alexandro semalam.
Sial, kenapa aku terima ya?
Bodoh kamu, Nana. Ngapain kamu terima coba?
Aku meraih buket bunga itu lalu dengan sembarang menaruhnya di dalam lemari. Namun tentunya di tempat yang agak tersembunyi.
Hatiku masih bergetar karena perkataan cinta semalam. Tidak, bergetar bukan karena aku mencintainya atau apa.. Lebih karena aku merasa bersalah padanya, entah bersalah karena apa.
Kalian anggap aku bodoh? Ya memang aku bodoh.
Namun dihadapkan pada dua pilihan yang sulit dengan keinginan untuk tidak menyakiti kedua belah pihak, apa dayaku?
Masih dengan pikiran yang menggantung dan berputar-putar di benakku, aku melangkahkan kakiku dengan malas menuju kamar mandi.
***
Aku sudah bersiap-siap dengan crop sweater abu-abu bergambar logo band Arctic Monkeys, sebuah high waist jeans berwarna biru gelap, ankle boots-ku seperti biasa dan sebuah ransel tersampir dibahuku, aku keluar dari kamarku.
Alexandro berdiri di dapur sembari memegang segelas kopi dan sebuah ponsel di tangan sebelahnya lagi. Dia lalu menatapku dengan tatapan menelisik.
"Lo mau ke konser Arctic Monkeys?" tanyanya bingung.
Bodoh banget, ya?
"Ya gak lah, lo bego atau apa sih? Jelas-jelas kan gak ada konser Arctic Monkeys di sini," jawabku sembari memutar mataku.
Aku mengambil secangkir teh yang sudah disiapkan Alexandro seperti biasa, dan menyesapnya pelan sambil berdiri di depannya. Kuhabiskan teh tersebut dalam beberapa tegukan, lalu meletakkannya kembali ke tempatnya semula.
"Mau kemana?" tanyanya tanpa mengalihkan perhatiannya sedikit pun dari ponselnya.
"Belum tau." jawabku seadanya.
Laki-laki ini yang nembak aku semalam? Kok kayanya dia cuek gitu ya? Ah, masa bodoh.
"Sama siapa?" tanyanya lagi.
"Sendirian." bohongku. Aku tak perlu memberitahu aku pergi dengan siapa, toh dia bukan siapa-siapa.
Hanya seorang mantan yang berusaha kembali ke dalam hidupku.
Aku lalu mengecek jam, yang sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Sebaiknya aku ke bawah agar Matvei tak perlu menjemputku ke pintu.
"Gue pergi dulu ya, later." pamitku sambil berjalan menuju pintu.
Kudengar hentakan kaki berjalan mendekatiku, dan sedetik kemudian aku sudah berada di dekapan Alexandro.
Aku mematung, aku sama sekali tidak tahu apa yang terjadi. Aku bahkan tak membalas pelukan Alexandro.
"Udah ya, gue pergi dulu." pamitku sekali lagi setelah akhirnya dapat melepaskan diri dari pelukan Alexandro dengan bersusah payah.
Aku buru-buru pergi dari kamar dan menaiki lift. Sesampainya di lantai dasar, aku keluar dan menunggu Matvei persis di pinggir jalan.
Aku sedang menyandarkan punggungku ke sebuah tiang lampu di jalan dan menunggu selama kira-kira 10 menit saat sebuah suara yang kukenal baik selama sebulan ini memanggil namaku.
![](https://img.wattpad.com/cover/34320357-288-k823684.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Shadows |MAJOR EDITING SOON|
RomanceRusia dan Alexandro. Dua kata yang selalu berputar di benaknya, setiap hari. Namun kemudian, datanglah lagi seseorang yang berhasil menginvasi pikirannya dan menghapus jejak Alexandro di dalam hatinya. Takdirkah? Ataukah dia harus melawan orang itu...