"..Kau.. Benar-benar... Ivan?"
Badanku menegang, secara refleks kedua tanganku mengepal lebih keras, sampai aku yakin tanganku sudah berdarah dan berbekas kuku karena tanganku mulai basah dan nyeri. Kuatupkan mulutku, menahan amarah dan keterkejutan yang datang dalam satu ombak raksasa kedalam diriku.
Kenapa?
Meskipun dia mirip dengan Ivan, karena iris mata hijau dan bentuk wajah itu, dalam diriku, setengah diriku mengatakan bahwa itu bukanlah Ivan.
"Kenapa, kenapa kau menculikku dan anak-anakku?" tanyaku dengan suara yang tiba-tiba pelan, dan bergetar. "Dan sejak kapan kau bisa berbahasa Indonesia?"
"Aku menculikmu agar seseorang diluar sana tahu seberapa sakitnya aku saat dia mempelakukan keluargaku tanpa ampun hanya demi bisnis sampahnya itu!" jawabnya dengan suara keras. Aku refleks mundur dan bersandar pada dinding karena kakiku semakin lunglai.
"Aku sudah tinggal di Indonesia cukup lama, Mrs. Antonov. Bahasa bukanlah masalah untukku." ucapnya sarkatis.
Aku semakin tersudut karena dia semakin mendekati sudut ruangan dimana aku bersandar.
Tuhan... Selamatkan aku...
"ser, izvinite, chto bespokoyu vas, no u nas yest' yeshche odin biznes," ucap salah satu bodyguardnya dari belakang. Aku mendongak. Urusan? Urusan apa lagi?
Pria itu lalu tersenyum, sinis. "Ah yes, business. I know you'll like it." ucapnya padaku.
Secara tiba-tiba, mereka pergi dan mengunci ruangan itu dengan kuat. Aku pun berlari mengikuti mereka, namun ruangan sudah terlanjur dikunci.
"Shit!" umpatku.
"Keluarkan aku dari sini!!!!!!! Sialaaaann!!!!" teriakku sambil memukul-mukul pintu dengan sekuat tenang.
Tenagaku perlahan habis dan aku hanya bisa merosot turun lalu terduduk di lantai.
Bulir-bulir air mata mulai menuruni pipiku. "Apa? Siapa yang menyebabkan ini?"
Dadaku terasa sesak, perasaan yang sudah lama tidak kurasakan. Namun tiba-tiba sebuah firasat tak enak menyergapku, namun aku sudah terlalu lelah dan putus asa untuk peduli.
"Mama, Papa? Apakah ini saatnya bagiku untuk pergi?" lirihku, dan kesadaranku pun hilang.
***
Matvei's POV
Anastasya yang tampak panik berlari kearahku. "Matvei! Do you see Nana? Valentina and Valentino too? Do you see them?"
Aku mengernyit. "No, where are they?"
Wajah Anastasya semakin pucat. Aku mencium sesuatu yang tidak beres disini. "Oh no.. Oh my God.." gumamnya.
Ivan lalu datang berlari kearah kami. "Anastasya! I can't find them at all, its like they disappeared into thin air!" teriaknya panik.
Papa dan Mama pun tampak panik dan segera menghampiri kami. Untungnya lokasi acara sudah mulai sepi dan hanya beberapa orang yang masih disini, sebagian besar berupa karyawan kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Shadows |MAJOR EDITING SOON|
Roman d'amourRusia dan Alexandro. Dua kata yang selalu berputar di benaknya, setiap hari. Namun kemudian, datanglah lagi seseorang yang berhasil menginvasi pikirannya dan menghapus jejak Alexandro di dalam hatinya. Takdirkah? Ataukah dia harus melawan orang itu...