Mulmed : Hana (abaikan rambut pirang)---------------------------------------------
Aku berjalan gontai menuju pintu. Dapat kulihat siluet orang yang sedang bersandar di pintu tersebut, menunggu. Siapa lagi kalau bukan Alexandro si manusia paling licik sedunia.
-Flashback-
"Nana, who is this guy?" tanya Matvei sembari menarikku kearahnya dengan posesifnya. Ini sedikit membuatku risih loh, Matvei. Asal pegang-pegang pundak orang aja sih kamu.
"Uh, um.. My friend. We came here together," jawabku gugup sembari meraba tengkukku. Aku bergerak risih sampai akhirnya Matvei melepaskan cengkramannya dari pundakku.
"Na! Dia siapa?" bisik Alexandro tepat di telingaku. Dapat kurasakan tatapan tajam dari Matvei menusukku.
"Pasangan nari aku. Sewot banget," jawabku balas berbisik.
"Ehm.. Nana, we need to get back to the practice." ucap Ivan yang ternyata masih menunggu bersama Anastasya.
"Ah, yes, yes! I'm joining." ucapku lalu aku berjalan dengan Matvei yang dengan sendirinya menempatkan diri di sebelahku.
Kali ini mata Alexandro menatapku dan Matvei tajam. Matvei kemudian meraih tanganku dan menggenggamnya erat. Aku berusaha melepaskan namun dia makin mengeratkan genggamannya. Dan mungkin di situ Alexandro sudah hilang kendali.
"Don't you touch her!" teriaknya dan dengan cepat melepaskan tautan jariku dan Matvei.
"What do you say, Sir?" tanyanya dengan nada sinis.
Aku menoleh dan melihat Ivan dan Anastasya memandang ke arah kami dengan raut khawatir, sedangkan aku memberikan tatapan pergilah-kami-akan-menyusul. Mereka berdua mengangguk patuh lalu berjalan kembali sembari bercengkrama.
Kembali pada inti masalah.
Kini Alexandro dan Matvei bertatapan sengit. Seriously, guys...
"Matvei, stop this." perintahku pelan. Dapat kulihat wajahnya perlahan melunak dan dia kuhadiahi sebuah senyuman tipis.
"Alexandro, aku perlu latihan lagi. Bisa kamu pergi? Lebih baik kamu belanja isi kulkas apartemen kita, ya?" saranku. Sebenarnya ini lebih tepat disebut perintah, namun dengan cara yang teramat halus karena mahkluk satu ini sangat keras kepala.
Matvei baru saja ingin bicara ketika aku mengangkat sebelah tanganku dan menahannya.
"Alexandro. Pulang. Sekarang." perintahku ketika dia hanya terdiam menatapku.
"Gak mau." tolaknya.
"Aku bilang pulang." paksaku lagi.
"Gak." tolaknya.
"Arghh!! Ya sudah, kamu tunggu aku di luar sana! Sekalian belanja!" bentakku frustasi sembari mengacak rambutku. Aku segera menarik Matvei pergi tanpa memperdulikan Alexandro dan tatapannya yang tak bisa kujelaskan itu.
Kami sudah berjalan cukup lama sampai akhirnya Matvei membuka mulut dan berbicara padaku.
"Nana..," panggilnya.
"Yes?" sahutku malas.
"Who is that guy?" tanyanya penasaran.
"My friend." jawabku cepat.
"Really?" tanyanya tak percaya.
"Yes. Just a friend." jawabku cepat. Namun entah mengapa hatiku mengatakan sebaliknya. Baiklah, hatiku sayangku cintaku negeriku bangsaku, kamu benci Alexandro karena dia sudah melukai kamu, kan? Buang dia jauh-jauh dari pintu depanmu. Jangan sekali-kali membiarkannya mengetuk pintu itu, paham?
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Shadows |MAJOR EDITING SOON|
Roman d'amourRusia dan Alexandro. Dua kata yang selalu berputar di benaknya, setiap hari. Namun kemudian, datanglah lagi seseorang yang berhasil menginvasi pikirannya dan menghapus jejak Alexandro di dalam hatinya. Takdirkah? Ataukah dia harus melawan orang itu...