21 : Jawaban seorang Nana

333 30 9
                                    


Aku kembali terbangun dan menatap langit-langit kamarku yang bersih. Ini adalah kali terakhir aku dapat menatap langit-langit ini.

Aku merenggangkan otot-ototku dan berdiri. Aku pun mengikat rambutku asal dan berjalan. Bukan, bukan ke kamar mandi, namun lebih tepatnya ke balkon.

Kurasakan angin pagi dengan lemah gemulainya membelai wajahku dan menerbangkan helai-helai rambut yang terlepas dari ikatan rambutku.

"Russia, I'll be missing you... And all of your magic." bisikku pada angin yang kutahu selalu mendengarkan.

Aku menyudahi sesi adem-ademanku di balkon dan berjalan ke kamar mandi untuk memulai ritual pagiku.

***

Aku benar-benar kebablasan mandi kali ini. Seumur hidup tak pernah aku mandi mencapai waktu satu jam. Entah setan apa yang merasukiku tadi dan aku benar-benar betah berada di dalam kamar mandi.

Kupakai kaos putih ketatku yang bergambar rainbow unicorn, lalu memakai hoodie sweater-ku yang berwarna baby blue. Tak lupa sebuah beanie yang sudah nomplok dengan manisnya di kepalaku dan sepatu boot yang sudah setia padaku selama sebulan ini.

"Alexandro.. Pagi.." sapaku ketika aku keluar dari kamar.

Tak ada orang.

Loh? Ini masih jam 8.30.. Tapi kok udah sepi aja? Alexandro kemana nih? Berani-beraninya dia ninggalin aku!

Aku melihat secangkir teh yang tampaknya sudah mendingin.. dan tak lupa secarik kertas kuning di sampingnya yang sudah tertempel sebegitu rupa.

Tehnya udah dingin, berarti udah lama dong dia perginya? Kok aku gak sadar ya?

Aku mengambil kertas itu dan membacanya lekat-lekat.

"Dear Nana,

Makasih udah nyelimutin gue semalem. Gue tau gue bodoh banget tidur di sofa.

Lo pergi duluan aja ke bandara, barang-barang gue sekarang udah sama gue dan lo jangan khawatir.

Gue pergi duluan karna gue mau ketemu temen kuliah gue dulu yang kebetulan tinggal di sini.

Take care, Nana. See you at the airport.

-Alexandro.

p.s : i love you."

Aku tertegun sejenak menatap surat itu. Kenapa dia bisa-bisanya menulis kata I love you itu? Aku tak ingat pernah menerimanya, bukan?

Aku meremas surat itu lalu merobeknya menjadi beberapa helai. Kuremas lagi kertas itu dan kubuang ke dalam tong sampah terdekat.

Aku menarik koperku dan setelah memastikan tidak ada lagi barang yang tertinggal, aku keluar dari apartemen.

***

"Hello."

"Hello, Nana. Where are you right now?" tanya suara di seberang sana- Matvei.

"I'm in a taxi. I'm on the way to airport right now. Where are you?"

"I'm heading there soon. I'm bringing Anastasya and Ivan with me."

"See you at the airport then?" tanyaku.

"Yeah. Love you."

Tanpa membiarkanku membalasnya, dia mematikan sambungan telepon secara sepihak. Namun ucapan penutupnya itu benar-benar membuat wajahku merah.

Our Shadows |MAJOR EDITING SOON|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang