"Bukan dia yang membuat mu kecewa, tapi harapan mu sendiri yang terlalu besar kepadanya."-Cerita Altezza-
"Nih." ujar Altezza menyodorkan undangan kepada tiga temannya yang duduk disofa kantor miliknya sekarang."Lah apaan ini?" tanya Gabino.
"Undangan nikah? Siapa yang nikah?" lanjutnya.
"Oh... Ini alasan Lo nerima buat gantiin si Kakek, padahal Lo sendiri ada proyek besar di perusahaan Lo, belum lagi kuliah Lo. Gegara buat modal nikah, Al?" ujar Febian menatap Altezza dan dibalas anggukan.
"Siapa?" tanya Elvan.
Altezza melirik undangan yang dipegang temen-temannya. "Baca aja." ujarnya.
"WHAT? AL YANG BENER? SAMA ELYA?" teriak Febian setelah membaca nama mempelai wanitanya.
"Lo gak bercanda kan Al? Pasti prank nih?" Gabino tidak percaya.
"Jangan halu Al, astagfirullah istighfar. Lo boleh suka tapi gak gini juga, Al sadar. Harus dirukiah nih anak," jelas Galen menatap Al perihatin.
Altezza hanya menatap malas teman-temannya itu. Bukannya seneng malah ngatain halu, sampai-sampai mau dirukiah.
"Beneran?" tanya Elvan terus menatap undangan itu sambil membacanya.
Altezza menoleh pada Elvan."Iya beneran lah."
Elvan menoleh. "Selamat, lancar sampai hari H," ujarnya tersenyum.
Altezza tersenyum membalasnya dan mengangguk, emang cuman Elvan temennya yang waras.
"Kalo beneran kenapa kita dikasih tau paling akhir coba?" protes Febian.
•••••
Hari yang ditunggu telah tiba, hari dimana janji sakral terucapkan oleh Altezza untuk pertama kali dan... terakhir? Oke ini hari bahagia mereka jangan ganggu, sudah cukup.
"Al, sini Mama pakein liptin dikit," ujar Nita kepada putranya, Altezza yang sedang menghafalkan kalimat yang akan ia ucapkan nanti.
Saat ini mereka masih dirumah dan sebentar lagi akan berangkat menuju hotel dimana acara dilangsungkan. Sedangkan Elya, dan keluarga mempelai wanita sudah berada disana sejak tadi malam.
"Mah kok Al dipakein itu juga?" tanya-nya menatap Nita. Dia laki-laki loh, batinnya.
"Liat bibir kamu, udah kayak mayat aja. Kamu cuman mau ucapin ijab kabul, bukan mau bunuh orang," ujar Nita menunjukkan bibir putranya.
Dan benar saja, saat ia menghadap ke cermin bibirnya sungguh pucat. Wajar ia sedang menahan rasa grogi dalam dirinya. Acara ini pertama kali untuknya.
"Kamu kuat kan, Al? Mama takut kamu pingsan nanti. Apa diundur aja?" tanya Nita, yang langsung membuat Altezza menoleh seketika.
"Al gapapa kok Mah. Jangan diundur dong, ini hari spesial Al loh," jawab Altezza.
"Ya udah pake liptin aja biar gak pucet-pucet amat. Mama pakein," perintah Nita.
Altezza menurut, dan memberikan Mama nya memakaikan benda itu pada bibirnya.
"Udah cepet turun semua udah siap tinggal berangkat," kata Nita sambil membenarkan sedikit jas yang Altezza kenakan.
"Iya Mah."
Altezza menatap pantulan dirinya di cermin. "Bismillah."
Disini Altezza berada, duduk dihadapan Bagas ayah Elya dan penghulu. Ia terus meremas tangannya sambil bersholawat guna meredam sedikit kegugupannya. Tapi nyatanya itu hanya sedikit, kegugupan itu semakin bertambah besar saat penghulu dihadapannya bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA ALTEZZA
Teen FictionAltezza mencintai seorang gadis tapi ia tidak ingin berpacaran, tapi juga takut kehilangan. Terlebih ia harus menuruti keinginan keluarganya untuk meneruskan pendidikannya di pesantren. Hingga bertahun-tahun telah usai. Ia kembali dengan perasaan y...