Happy reading 🎉
---------------------------------
"Elya!"
"Elya!"
Altezza mengelilingi rumahnya, ia mencari keberadaan Elya yang tidak ia ketahui dimana keberadaannya sekarang.
Altezza melihat jam yang ada pada pergelangan tangannya. Dan sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 14.45. Altezza mengacak-acak rambutnya frustasi. Kemana perginya Elya sekarang? Kemana istrinya?
"Kak Al?"
Altezza sontak membalikkan badannya mendengar suara itu. Suara yang sangat ia kenali, suara milik seseorang yang sedang ia cari saat ini.
Altezza menatap Elya dari atas hingga bawa dan itu terjadi berulang kali. "Kenapa?" Elya menatap polos Altezza.
"Kamu dari mana?"
"Aku?" Elya menunjuk dirinya sendiri. "Kan tadi udah pamit mau keluar sama Fany sama Citra sebentar," ujarnya.
Altezza menghela napas dan mengusap wajahnya sendiri. Bisa-bisanya dia lupa, bahkan tadi dia sendiri yang mengijinkan Elya keluar bersama teman-temannya.
"Kamu udah liat-"
Elya mengangkat kedua alisnya. "Liat apa?" Ia memotong ucapan Altezza.
"Instastory. Aku gak tau kamu udah liat atau belum. Tapi kalo semisal kamu udah liat. Aku cuman mau bilang itu bukan aku." Altezza menjeda ucapannya. "Aku gak tau menau soal itu, karena sekarang aja aku gak bisa masuk ke akun itu. Dan kamu bisa cek sekarang. Nih." Altezza mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan semuanya pada Elya.
"Bener kan?" tanya Altezza pada Elya. "Aku juga gak tau ini semisal Gabino gak ngasih tau aku," ujarnya pelan.
Elya menatap Altezza yang di depannya. "Jadi yang posting siapa?" tanyanya.
"Aku gak tau. Bukan aku," kata Altezza.
"Masa?"
"Iya, bukan aku."
Elya menyipitkan matanya. "Bohong?"
"Bener, bukan aku." Altezza meyakinkan Elya.
"Bohong dosa, tau kan?" Altezza mengangguk. "Kamu bohong?" tanya Elya lagi.
Altezza menggeleng cepat. "Enggak kok, aku gak bohong," ujarnya.
Elya tersenyum dan mengangguk melihat ekspresi Altezza. Kemudian ia mengeluarkan ponselnya dari dalam tasnya.
"Kalo yang ini kamu bukan?" Elya memperlihatkan sebuah foto di ponselnya. Didalam foto itu terdapat Altezza dengan seorang perempuan yaitu Zara. Dengan posisi Altezza yang membelakangi kamera, mencekal sebelah tangan Zara. Dan dengan posisi Zara yang mendongak menatap Altezza sembari tersenyum. Diposisi yang seperti itu mereka berdua terlihat sedang seperti melakukan hal yang tidak sepantasnya.
Altezza menggeram melihat itu. Ia menatap Elya dan foto itu secara bergantian. "Kamu dapatkan dari man-"
"Kalo ini kamu bukan?" tanya Elya lagi.
Altezza mengangguk pelan. "Iya, tap-"
"Ohh." Elya hendak melangkah pergi tapi bahunya lebih dulu ditahan oleh Altezza.
"Kamu dengerin aku dulu. Itu kejadian gak seperti yang kamu kira," ujarnya.
"Terus?" Elya mengangkat alisnya.
"Aku emang ketemu sama Zara waktu itu. Saat aku bilang ke kamu aku ada meeting disalah satu resto. Dan tanpa sengaja aku ketemu dia," jelasnya.
Elya menatap Altezza. "Terus kenapa kakak gak pernah cerita kalo habis ketemu sama Zara?"
"Aku bukan bermaksud untuk nutupin semua ini dari kamu. Tapi, aku cuma gak mau kamu kepikiran dan akhirnya jatuh sakit kayak kemarin. Itu aja."
"Setidaknya kalo aku dengar dari kakak sendiri, dan bukan orang lain. Aku bisa lebih sedikit percaya, dan aku gak bakal overthinking sama hal-hal negatif, yang mungkin belum tentu terjadi. Yang makin buat aku makin sulit percaya sama kakak." Elya mengutarakan semua semua yang ia rasakan sekarang.
Sebagai seorang istri, munafik jika Elya tidak merasa sakit dengan semua ini.
Elya menghargai apa yang telah dilakukan Altezza. Tapi Elya merasa tindakan Altezza kurang tepat. Altezza memendam apa yang ia tau sendiri, dengan alasan takut membebani pikiran Elya. Tapi Altezza lupa bahwa didunia ini tidak hanya mereka berdua. Elya bisa tau kapan dan dari siapa saja, yang bisa saja itu bukanlah kejadian yang sebenarnya terjadi.
"Maaf, aku terlalu takut kamu kenapa-kenapa. Tanpa tau tindakan ini juga gak sepenuhnya benar," ujar Altezza menyesal.
Altezza menatap Elya, tapi saat itu juga Elya memalingkan wajahnya ke arah lain. "Tapi aku bisa jamin. Difoto itu bukan kejadian yang sebenarnya. Bahkan jauh dari kejadian yang sebenarnya."
"Mungkin kesannya aku enak banget ngomong kayak gini, tanpa tau mungkin semua ini udah nyakitin kamu banget. Aku bakal buktiin semuanya ke kamu kalo itu gak bener. Secepatnya," ujar Altezza.
Altezza melangkah maju mendekat kearah Elya dan memeluknya dengan tulus.
"Maaf," batinnya.
Elya mengangguk pelan. "Elya tunggu." Setelah itu Elya melepas pelukan Altezza dan langsung melangkah pergi meninggalkan Altezza sendiri.
Altezza menatap punggung Elya yang semakin menjauh darinya. Ia menatap dengan perasaan yang campur aduk. Sedih, menyesal, gagal, dan... sudahlah sangat sulit untuk dijelaskan.
Hari sudah malam, bahkan waktu sudah menunjukkan pukul 01.00 dini hari. Setelah kejadian tadi siang Altezza memutuskan untuk tidak kembali ke kantornya lagi.
Sekarang Altezza sedang berada di ruang keluarga. Sedari tadi ia uring-uringan sendiri setelah mengetahui bahwa, di tempat kejadian itu terjadi tidak ditemukan cctv yang mungkin akan sulit untuknya mencari bukti. Ia juga berpikir mana mungkin disana ada cctv sedangkan itu tempat wastafel yang terhubung langsung dengan toilet.
"Arrghhh!!! Gue harus gimana?" Altezza mengusap wajahnya kasar. Siapapun yang mengirimkan foto itu, Altezza tidak akan memaafkannya, ingat itu!!
Altezza meneliti ruang keluarga itu, mungkin ia menemukan ide atau yang lainnya, yang mungkin dapat membantunya menyelesaikan masalah ini? Tapi ia justru terpaku melihat foto dirinya dan Elya saat melaksanakan resepsi pernikahan.
Altezza memandangi foto itu, tanpa sadar senyum terpatri di bibirnya. Sangat terlihat dirinyalah yang paling berbahagia di sana. Bagaimana tidak? Dirinya sedang menikah dengan perempuan yang telah lama menjadi pujaan hatinya.
Tak lama senyum itu semakin menghilang, kala mengingat apa yang sedang terjadi akhir-akhir ini. Masalah demi masalah datang menguji rumah tangganya yang bahkan belum genap setengah tahun.
Altezza menggelengkan kepalanya. Ia kembali menatap layar laptop yang berada di pangkuannya, mulai membuka beberapa email yang harus ia periksa. Ia harus fokus dan menstabilkan kembali perusahaannya. Mungkin dengan kembalinya kestabilan perusahaannya, Zara tidak ada alasan untuk menemuinya lagi? Yah, mungkin saya.
-------------------------------------
Hai All!!
Apa kabar kalian semua?
Gimana buat part ini?
Makasih ya buat support kalian semua 💛
Jangan lupa follow @altezza.ra
See you💛
Babay...
👇
KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA ALTEZZA
JugendliteraturAltezza mencintai seorang gadis tapi ia tidak ingin berpacaran, tapi juga takut kehilangan. Terlebih ia harus menuruti keinginan keluarganya untuk meneruskan pendidikannya di pesantren. Hingga bertahun-tahun telah usai. Ia kembali dengan perasaan y...