Happy reading 🎉------------------------------------
"Pingsan?" tanya Elya yang masih berbaring di ranjang dengan lirih.
Altezza yang berjongkok di samping ranjang pun mengangguk. "Iya kamu pingsan tadi."
Flashback on.
Altezza sedang bercengkrama dengan sang mama melalui telfon. Tapi entah kenapa tiba-tiba saja ia merasa cemas pada Elya. "Mah, kayaknya Al gak jadi kesana. Gak papa kan, Mah?"
"Lah kok gitu sih? Kan tadi udah setuju."
"Iya, tapi kayaknya buat sekarang Al sama Elya gak bisa, Mah. Nanti deh secepatnya Al bawa menantu Mama kesana." Altezza meyakinkan mamanya.
"Kamu sama Elya gak papa kan? Jangan-jangan kalian lagi ribut?"
Altezza menghela nafas. Begitu Nita jika sudah berkata 'iya' maka sulit untuk berkata 'tidak'. "Nanti deh Al ceritain, ya?"
"Inget Al, semarah-marahnya kamu, jangan bentak apalagi kasar sama perempuan. Apalagi itu istri kamu sendiri," pesan Nita pada sang putra.
"Iya Mah, yaudah Al tutup dulu. assalamualaikum." Setelah telfon terputus Altezza segera berlari kearah kamar.
Altezza mengetuk pintu kamar, sekali, dua kali, tapi tetap tidak ada respon. Altezza terus mengetuk dan memanggil nama Elya. Hingga ia teringat setiap pintu di rumah ini memiliki lebih dari satu kunci.
Altezza berlari untuk mengambil kunci cadangan tersebut. Setalah pintu terbuka. Altezza langsung membulatkan matanya. Ia terkejut melihat Elya yang sudah terkapar lemas dan tak sadarkan diri di lantai samping ranjang mereka.
Tanpa ba-bi-bu Altezza langsung mengangkat Elya keatas ranjang. Dan kemudian ia menelfon Dokter-Dokter yang ia kenal. Sembari menunggu Dokter datang, Altezza mengompres Elya, sebab saat ia memindahkan Elya tadi, ia dapat merasakan suhu tubuh Elya yang sangat panas.
"Istri Bapak mengalami syok, dan demam itu sendiri juga disebabkan oleh hal yang sama," ujar sang Dokter.
"Apa perlu rawan inap Dok? Atau saya telfon ambulans sekarang?"
"Tidak perlu. Cukup perbanyak istirahat, dan jangan terlalu banyak pikiran. Kalau begitu saya pamit."
Setelah Dokter itu pergi. Altezza duduk di sisi ranjang dekat Elya berbaring. Ia mengompres Elya dengan sangat telaten.
Altezza memandang sendu wajah Elya. Ia merasakan sakit dihatinya melihat Elya terbaring lemas seperti ini.
Flashback off.
"Buat yang tadi kamu lihat. Itu semua cuman salah paham. Jadi tolong kamu jangan mikir macem-macem." Altezza menjeda ucapannya. "Tadi Zara tiba-tiba aja masuk keruangan aku. Aku udah coba usir dia, tapi semakin di usir dia semakin menjadi. Dan sampai akhirnya kamu datang dan salah paham atas semuanya. Tapi jujur aku gak ada hubungan apa-apa sama si Zara-Zara itu," jelasnya tanpa diminta. Elya hanya mendengarkan penjelasan yang Altezza tanpa membalas apapun.
"Dan aku gak ada naitan buat nyakitin kamu apalagi sampai duain kamu, gak ada niatan atau pun keinginan sedikit pun buat ngelakuin hal itu," ujar Altezza bersungguh-sungguh.
Altezza menjelaskan semuanya. Ia tak ingin Elya salah paham tentang dirinya dan Zara. Terutama ia tak ingin Elya jatuh sakit seperti ini lagi. Cukup kali ini Altezza melihat Elya seperti ini. Dirinya tak ingin lagi, sungguh.
KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA ALTEZZA
Teen FictionAltezza mencintai seorang gadis tapi ia tidak ingin berpacaran, tapi juga takut kehilangan. Terlebih ia harus menuruti keinginan keluarganya untuk meneruskan pendidikannya di pesantren. Hingga bertahun-tahun telah usai. Ia kembali dengan perasaan y...