Happy reading 🎉------------------------------------
Pagi ini, keduanya sedang menikmati semangkuk bubur yang Altezza masak tadi.
"Elya," panggil Altezza menoleh kearah Elya yang kebetulan duduk di kursi depannya.
"Hmm?" jawab Elya yang hanya fokus menikmati suapan demi suapan terakhir buburnya.
Melihat Elya yang makan dengan begitu lahap, entah kenapa Altezza lah yang justru merasa kenyang sekaligus senang.
Elya menoleh pada Altezza, ternyata sedari tadi Altezza menatap dirinya dengan senyum di bibirnya. Elya yang merasa aneh karena ditatap seperti itu, lantas ia melihat dirinya sendiri dari atas hingga bawah. Ia juga bercermin pada ponselnya. Takutnya ada daun bawang nyangkut pada giginya atau yang lainnya. Atau wajahnya yang aneh karena belum mandi? "Kenapa sih?" tanya Elya pada Altezza.
Tapi Altezza tak menjawab ia hanya menggelengkan kepalanya.
Elya mengangkat kedua bahunya acuh. Elya lebih memilih membawa mangkuk dan gelas bekas makannya pada wastafel. Saat hendak mengambil spons cuci piring tangannya terlebih dahulu ditahan oleh Altezza.
Altezza menggelengkan kepalanya. "Gak usah, biar aku aja. Sini." Altezza mengambil alih mangkuk ditangan Elya tersebut.
Elya mengangguk dan kemudian ia mencuci tangannya. "Makasih." Setelah itu ia melangkah pergi meninggalkan dapur.
Elya menikmati film yang ia tonton di televisi. Ia menoleh saat mendengar suara langkah kaki yang mendekat kearahnya. Ternyata itu Altezza dengan beberapa cemilan dan botol air di tangannya.
Elya diam sejenak. Ia bertanya pada dirinya sendiri. Apakah Altezza tidak kekantor? Atau pergi kuliah? Sudahlah masa bodoh dengan itu, yang terpenting ia sudah menyiapkan baju Altezza sebelum ia turun sarapan tadi.
"Aku gak kuliah. Gak kekantor juga," ujar Altezza saat ia sudah duduk di samping Elya. Seakan ia tau apa yang barusan Elya pikirkan saat melihatnya.
Elya hanya menjawab dengan anggukan kepala dan ber 'o' ria.
Altezza menempelkan tangannya pada dahi Elya. "Kenapa sih, kak?" tanya Elya.
"Takut kamu masih demam aja kayak kemarin." jawab Altezza.
Elya menjauhkan tangan Altezza pada dahinya. "Udah sembuh akunya, gak usah khawatir lagi."
Altezza mengangguk. "Kalo ada apa-apa kamu ngomong ya sama aku. Jangan kamu simpan sendiri," ujarnya tiba-tiba.
Elya mengerutkan dahinya.
"Aku gak mau kamu nanggung semuanya sendiri. Aku suami kamu, kamu bisa berbagi semuanya sama aku. Sakit, luka, duka, bahagia, masalah, semuanya kamu bisa berbagi sama aku." Altezza menggenggam tangan Elya. "Aku mau ngelindungin kamu dari apapun itu."
"Emang dari apa? Aku gak punya musuh tuh," balas Elya.
"Kita mungkin emang gak punya musuh. Tapi di dunia ini mau sebaik apapun kita yang namanya orang gak suka itu pasti ada aja. Kita juga gak akan tau, apa yang akan terjadi di hari esok," jelas Altezza seraya mengelus kepala Elya.
Elya menganggukkan kepalanya. Ya, ia membenarkan ucapan Altezza.
"Kamu mau kemana?" Altezza menahan tangan Elya, saat Elya hendak berdiri dari sofa.
"Mau ambil gunting buat buka jajan," jawab Elya.
Altezza mengambil satu bungkus cemilan dan membukanya. "Kan bisa minta tolong. Nih."
KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA ALTEZZA
Ficção AdolescenteAltezza mencintai seorang gadis tapi ia tidak ingin berpacaran, tapi juga takut kehilangan. Terlebih ia harus menuruti keinginan keluarganya untuk meneruskan pendidikannya di pesantren. Hingga bertahun-tahun telah usai. Ia kembali dengan perasaan y...