Demi apapun, Haruto sudah seperti Mas Aris yang ketahuan selingkuh saat sedang jalan bersama Lidya dan bertemu Kinan secara tak sengaja. Remaja itu hanya diam berlagak fokus memakan burger yang dipesannya.
Restoran cepat saji dengan logo M yang buka 24 jam ini tiba-tiba saja terasa canggung di pertengahan malam menuju pergantian hari.
Ah, tidak. Sebenarnya yang merasa canggung itu hanya Haruto, lalu di susul Seira, sedangkan Dahyun masih tetap asik menikmati makanannya sembari mengajak Seira mengobrol.
Ketiganya duduk di meja pojok Macdonald yang tidak terlalu ramai. Sebenarnya Haruto hanya datang bersama Dahyun yang baru pulang kerja, sedangkan Seira memang sudah berada di restoran cepat saji itu sedari tadi.
"Gue baru tau kalau lo yang punya restoran sapi panggang yang akhir-akhir ini lagi viral."
"Daging asap, Kak, bukan panggang," koreksi Seira yang berusaha terlihat santai tanpa mempedulikan Haruto. "Kak Dahyun pernah ke sana?"
Dahyun memajukan bibir bawahnya. "Belum pernah, nih. Nanti gue ajak cowok gue ke sana, deh. Atau sama Haruto. Ya, To?"
"Apaan?" Wajah Haruto terlihat seperti orang linglung saat pundah Dahyun menyenggolnya.
"Lo pernah ke restorannya Seira?"
"Belum," jawab Haruto jujur. "Tempatnya aja aku nggak tau di mana."
"Gue tau, nanti ke sana ye."
"Sama Kak Juki aja, ah," tolak Haruto yang kembali menikmati burgernya. Remaja itu berusaha untuk tidak dinilai akrab dengan yang Dahyun oleh Seira, tetapi tak mau juga terlalu bersikap kasar kepada tetehnya.
Dahyun melirik sinis adiknya. Dengan sebal ia mencubit bisep Haruto. "Nggak guna Banget lo jadi adek!" omelnya dengan sebal.
"Dih, tadi aja ngenalin diri sebagai tetehnya Mara," sewot Haruto dengan mulut penuh dengan burger. Lelehan sausnya bahkan meninggalkan jejak di sudut bibir remaja itu.
Dahyun tentu langsung menoleh kepada Haruto yang duduk di sebelahnya. Perempuan itu tertawa cukup kencang, meledek perkataan adiknya tadi. "Aduuuh, ada yang iri sama Mara," ucapnya sembari mengusap saus di sudut bibir Haruto. Dahyun bahkan tak segan mencubit gemas pipi Haruto.
"Kenapa nggak sama Mara aja, Kak?" sahut Seira memberi saran. Perempuan itu tak berminat menjadi obat nyamuk dan menonton keromantisan sepasang adik kakak di depannya. Belum lagi laki-laki yang menjadi adik Dahyun juga merupakan adiknya. "Biar Mara ketemu sama May juga."
"Nggak bisa. Yang ada gue kena omel Ayah. Soalnya Mara itu nggak boleh makan daging," jelas Dahyun yang paham betul akan pola makan Mara. "Nanti gue ke sana sama cowok gue aja, deh. Atau ajak Kak Dongi juga sama ceweknya, jadi double date gitu. Lo mau ikut nggak, To?"
Haruto dengan senang hati menggeleng. "Aku nggak tertarik jadi obat nyamuk di antara dua pasangan bucin," balas Haruto singkat dan beranjak dari posisi duduknya. "Teteh mau pesen lagi nggak? Kak Sei juga, mau pesen sesuatu?"
"Es krim sama kentang, To," pinta Dahyun sembari menghabiskan ayam gulainya. "Kentang yang large, sama cola juga."
"Kak Sei?" tanya Haruto menoleh kepada Seira. "Nggak mau Apple pie sama McFlurry?"
Seira yang awalnya tak mempedulikan Haruto kini sudah mendongak. Ia cukup terkejut karena lelaki itu mengetahui menu kesukaannya sejak dahulu. "Boleh," jawab Seira tak mau mempermasalahkan pemikiran yang mengganggunya.
Entah mengapa, sedari tadi hati Seira berdegup dengan sangat kencang. Hatinya berkali-kali meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Ia tidak sedang diam-diam merebut adik seseorang. Lagi pula, jika dipikir-pikir, Seira lebih dulu menjadi kakaknya Haruto.
Bukan Seira yang merebut Haruto. Ia justru lebih dulu mengenal laki-laki itu. Nama keluarga mereka bahkan sama, itu berarti ikatan keluarganya dengan Haruto jauh lebih kuat, kan?
"Iya juga ya?"
"Kenapa, Kak?" tanya Seira penasaran karena Dahyun terlihat menatapnya dengan penuh penilaian. Jantung Seira yang awalnya tidak terlalu gelisah, kini kembali berdegup dengan sangat kencang. "Ada yang salah dari penampilan saya?"
Dahyun yang merasa tak enak tentu saja langsung menggelengkan kepalanya. "Nggak, kok. Penampilan lo aman," jawab Dahyun lalu menghabiskan colanya. "Gue cuma tiba-tiba aja inget sama grup keluarga."
"Grup keluarga?"
"Iya, grup keluarga gue. Lo inget waktu kita selfie bareng Mao, Mara di rest area?" tanya Dahyun dan dijawab anggukkan Seira. "Nah, gue post foto itu ke grup keluarga dan tiba-tiba ayah bilang kalo lo mirip sama Haruto. Terus sekarang pas gue perhatiin bener-bener, lo emang mirip sama Haruto ya?"
Seira menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Masa, sih? Nggak, Kak. Atau mungkin karena saya mukanya pasaran kali," ucap Seira dengan gugup. Ia bahkan tak tahu penjelasannya masuk akal atau tidak.
"To, kakaknya May beneran mirip sama lo tau," ucap Dahyun saat Haruto datang dengan tangan membawa nampan di tangan. "Kan, mirip banget."
Haruto melirik kepada Seira, lelaki itu masih berdiri. Untung saja nampan di tangannya tidak tumpah.
"Tuh, kan, mirip!" ucap Dahyun saat bergantian memperhatikan wajah Haruto dan Seira yang sama-sama terlihat bingung. "Gila, gue kira muka lo cuma mirip sama A Mbin, To! Sepasaran itu ya lo."
"Yeu, muka Teteh juga pasaran," balas Haruto yang sudah berhasil menenangkan dirinya dan kembali duduk bergabung dengan Dahyun dan Seira. "Aku pernah liat kucing yang mirip sama Teteh. Gila! Kembarannya bukan lagi manusia, lintas spesies, Teh."
Dahyun dengan sebal menoyor kepala Haruto. Perempuan itu mengambil Sundae coklat dan mencoleknya menggunakan kentang. "Sei, sok diambil es krim pesenan lo."
"Makasih, Kak."
"Makasih ke Haruto aja, soalnya ini bayar pake duit dia," ucap Dahyun sembari menikmati hidangan penutupnya. "Lo baru dapet transferan dari adik papah lo ya?"
Mata Seira kembali membulat. Adik dari papanya Haruto? Om Jidi, kah?
"Bukan, orang aku pake uang di dompet ini," balas Harurto yang menyodorkan dompet merah muda yang tentu saja tidak asing bagi Dahyun.
"WATANABE HARUTO!"
"AAA AMPUN, TEEEH. AAAMPUUN!"
Seira menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Maksud hatinya datang ke McD di malam hari itu untuk menenangkan diri, bukan menambah bahan overthinking dan rasa iri saat melihat interaksi antara sepasang adik kakak di depan matanya ini.
🦋
"Lo nggak tinggal sama Mao ya?"
Seira menggeleng, perempuan itu duduk di kursi belakang kemudi bersama Dahyun. Sedangkan Haruto sudah berubah menjadi driver taksi online gratis.
"Nggak, Kak. Saya tinggal sendiri di apartemen."
"Iiih, enak banget! Lo dapet izin? Gue mau nginep di rumah temen aja perizinannya udah kayak mau pindah negara, ribet!"
Seira tersenyum. "Sejauh ini aman, Kak," jawabnya mencari kata-kata yang aman.
Seira yang memang tidak membawa kendaraan--lebih tepatnya belum membeli lagi karena yang lama disita oleh sang mommy--dipaksa Dahyun untuk ikut bergabung dan akan diantarkan ke tempat tinggalnya.
Selama di perjalanan, Haruto tak banyak bicara. Lagi, hanya Dahyun yang menjadi manusia paling cerewet diantara mereka bertiga.
"Kak, udah sampe--"
"Udah sampe?" tanya Dahyun saat menyadari mobil yang ia tumpangi sudah berada di lobi salah satu apartemen. "Kok lo tau Seira tinggal di mana? Padahal kita belum tanya alamat dia tinggal."
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
METAMORPIKIR SEMPURNA
Fanfiction-Hamada Asahi- "Gue udah terlalu lama kabur. Ini waktunya nerima kenyataan." -Hirokawa Mao- "Dibandingkan berpikir tentang Mama yang nggak nerima gue. Lebih baik gue bersyukur karena masih banyak yang sayang kepada gue." -Nakamoto Mara- "Aku percaya...