Di tempat kesukaan Seira. Seorang laki-laki sudah duduk dengan gelisah, matanya terus memperhatikan jalanan dari dinding kaca di sampingnya. Entah untuk keberapa kali ia berharap akan kedatangan GR Yaris Putih yang sejak kejadian beberapa hari lalu tidak pernah dilihat lagi oleh netranya.
"Itu perempuan galak nggak apa-apa, kan?" gumam lelaki itu untuk kesekian kalinya. Entah bertanya pada siapa dan berharap mendapatkan jawab dari siapa.
Park Jihoon. Mahasiswa Ekonomi Bisnis itu jarang sekali terlihat gelisah, dia justru selalu dikenal sebagai makhluk hidup paling tenang dan santai oleh orang-orang sekitarnya. Tetapi, hanya karena melihat tangan perempuan yang bahkan tidak dikenalnya dengan akrab itu gemetar hebat, Jihoon sampai kepikiran. Ia bahkan kalang kabut saat tidak lagi melihat perempuan itu sejak kejadian beberapa hari lalu.
"Namanya siapa, sih? Gue lupa," gumam Jihoon. Tatapan mata laki-laki itu masih tetap tertuju pada jalanan, fokusnya mencari mobil putih langka yang plat nomornya sudah ia hafal di luar kepala. "Sera? Sese? Sei--Ah, iya! Sei, daging asap!"
Sebenarnya bukan tanpa alasan Jihoon khawatir kepada Seira. Melihat perempuan itu gemetar hebat bahkan sampai keringat dingin membuatnya berpikir buruk karena akhir-akhir ini tidak lagi terlihat. Kan, serem kalo tiba-tiba ada kabar perempuan bunuh diri gara-gara depresi.
Terlahir dari seorang Mama yang sangat mengutamakan kesehatan mental anak-anak membuat Jihoon cukup peduli dengan hal-hal seperti itu. Ya ..., walaupun tingkah dan tengilnya Park Jihoon sering membuat orang gila sakit jiwa.
"Gue datengin ke apartemennya aja apa?" Jihoon masih terus berpikir keras. Ia menimbang-nimbang mana yang lebih baik. "Tapi, kagak sopan kalo malem-malem gini datengin apartemen cewek."
Jika saja sahabat-sahabat Jihoon melihat tingkah labilnya, sudah pasti mereka akan menganga tidak percaya. Hey, Park Jihoon buka jenis manusia yang uring-uringan seperti ini.
Tidak lagi mempedulikan jalanan di samping matanya. Jihoon sudah menelungkupkan kepala di meja Macdonald dengan frustrasi. Ini pertama kalinya di hidup ia menghadapi perdebatan yang merepotkan.
Makanan dan minuman milik Jihoon sebenarnya sudah habis. Hampir satu jam laki-laki itu hanya diam memandang jalanan dan berdebat dengan pikiran sendiri. Bahkan, sampai sekarang batinnya terus berselisih, antara pulang saja atau menunggu lebih lama dan berharap perempuan galak itu datang.
Terlalu lama berdebat dengan pikiran dan hati, tanpa Jihoon sadari seorang perempuan yang sedari tadi mengganggu pikiran kini sudah duduk tepat di kursi depannya.
Seira baru saja tiba dari luar kota, kemarin sibuk menyelesaikan segala masalah dengan sang mommy, sekalian berobat ke psikiater langganannya. Setengah jam yang lalu ia bahkan baru tiba di bandara dan langsung bergegas ke restoran cepat saji ini karena lapar.
Maqcdonald sebenarnya memiliki banyak cabang, tetapi Seira sangat menyukai tempat makan yang berada di jalan antara restorannya dan apartemen ia tinggal. Letaknya strategis, suasana di malam hari yang tidak terlalu ramai sangat cocok untuk ia menikmati akhir hari.
"Eh?" Jihoon yang baru saja mendongakkan kepalanya seketika merubah posisi menjadi duduk tegak dengan tatapan penuh khawatir kepada Seira. "Dari mana aja lo?"
Sudut alis kiri Seira cukup menukik tinggi dengan mulut yang masih menikmati Big Mac pesanannya. Wajahnya benar-benar terlihat lelah, mata bengkak seakan habis menangis seharian bahkan dapat Jihoon lihat dengan jelas.
"Kursi kosong yang lain masih banyak, ngapain duduk di si--Eh, ambekan lo!" Maksud hati Jihoon ingin membalas perkataan Seira yang selalu mengusirnya, tetapi ia langsung panik saat perempuan itu benar-benar berniat untuk pindah. "Gitu doang langsung pindah," ucap Jihoon yang tangannya sudah menahan nampan berisi makanan milik Seira.
KAMU SEDANG MEMBACA
METAMORPIKIR SEMPURNA
Fanfiction-Hamada Asahi- "Gue udah terlalu lama kabur. Ini waktunya nerima kenyataan." -Hirokawa Mao- "Dibandingkan berpikir tentang Mama yang nggak nerima gue. Lebih baik gue bersyukur karena masih banyak yang sayang kepada gue." -Nakamoto Mara- "Aku percaya...