Pagi ini Jihoon menikmati sarapan di apartemen Seira. Masih dengan wajah bantal, lelaki itu menyuap nasi goreng daging buatan Seira. Sepasang manusia itu duduk berhadapan, dengan dua piring nasi goreng dan segelas susu milik Seira serta air mineral untuk Jihoon.
"Semalem lo balik jam berapa?" tanya Seira yang masih mengenakan baju tidurnya. Perempuan itu tak tahu kapan Jihoon tiba, ia hanya melihat Park Jihoon terlelap di ruang tengah apartemen dengan kasur lipat dan selimut yang diambil dari kamar sebelah. "Emang lagi ada event apa di kampus?"
Jihoon menggeleng, "Kagak ada. Semalem gue keasikan nongkrong di bengkel. Pas liat jam udah di setengah tiga," ceritanya disela-sela mengunyah nasi goreng, "balik ke rumah terlalu jauh, jadi gue ke sini."
Bengkel yang Jihoon maksud pasti tempat mobil balap lelaki itu berada. Letaknya memang tak terlalu jauh dari apartemen Seira, dibanding harus putar balik jika pulang ke rumah keluarga Park. Lagipula ia khawatir Seira kembali demam, soalnya perempuan itu juga baru balik lagi ke apartemen setelah seminggu tinggal di rumah Mama Park.
"Emang mau ada kejurnas lagi?"
Jihoon mengangguk, "Nggak terlalu penting, sih. Kayak cuma ajang silaturahmi sebelum puasa. Lo mau nonton?"
"Kapan?"
"Minggu ini."
"Jam?"
"Mulai jam 8."
Seira mengangguk, perempuan itu memang cukup sering ikut dengan Jihoon ke sirkuit. Baik saat Park Jihoon latihan atau bahkan lomba sekalipun. "Nanti gue nyusul, mau ke resto dulu," jawabnya kembali menikmati sarapan.
Keduanya duduk berhadapan di meja makan kecil. Kalau di liat-liat mereka ini kayak pengantin baru. Mana Si Jihoon dengan sukarela menyumbangkan kuning telurnya untuk Seira. Padahal sebenernya Jihoon juga suka kuning telur, tapi ia tahu Seira sangat menyukai itu.
"Eh?"
Seira dan Jihoon kompak saling bertatap saat mendengar suara bel. Jihoon yang posisinya dekat dengan intercom jelas langsung beranjak. Melihat siapa manusia yang datang sepagi ini. Nggak mungkin Asahi, soalnya dia tau pin apartemen Seira.
"Eh? Teh Dahyun?"
"Hah?" Seira juga ikut mendekat pada intercom, perempuan itu terlihat sedikit panik. "Dia ngapain?"
"Lo mau ketemu sama dia--"
"Nggak, lah!"
Jihoon menghela napas. Tubuh Seira rupanya cukup cepat memberi reaksi, perempuan itu itu terlihat bergetar, wajahnya bahkan terlihat panik saat bunyi bel terdengar berkali-kali.
"Lo di kamar aja!" perintah Jihoon, lelaki itu mengambil piring Seira dan menuntun perempuan itu masuk ke kamar. "Kunci pintu kamarnya, jangan bersuara."
Tak banyak membantah, Seira masuk ke kamarnya. Suara kunci bahkan terdengar jelas. Sedangkan Jihoon melangkah menuju pintu masuk, menghampiri Dahyun yang masih menekan bel apartemen.
"Buseeet, ganggu gue sarapan aja," komentar Jihoon. "Gue kira siapa, ternyata lo, Teh. Nyari Haruto?"
"Seira mana? Ini apartemen Seira, kan?" Tanpa menunggu izin Jihoon, Dahyun masuk ke dalam apartemen. Tangannya menjinjing tas berukuran cukup besar. "Seira mana?"
Jihoon pasrah mengikuti Dahyun setelah pintu apartemen ia tutup. "Kagak ada, dia di rumah gue--"
"Lo leluasa tinggal di rumah orang yang bahkan pemiliknya kagak ada?" tanya Dahyun. Ia sempat melirik ke arah meja makan, terdapat satu piring nasi goreng dan segelas susu. "Sampe ikut sarapan pula."
KAMU SEDANG MEMBACA
METAMORPIKIR SEMPURNA
أدب الهواة-Hamada Asahi- "Gue udah terlalu lama kabur. Ini waktunya nerima kenyataan." -Hirokawa Mao- "Dibandingkan berpikir tentang Mama yang nggak nerima gue. Lebih baik gue bersyukur karena masih banyak yang sayang kepada gue." -Nakamoto Mara- "Aku percaya...