"Lo jangan cepu!" Entah untuk keberapa kalinya Asahi berkata seperti itu kepada Haruto. "Awas aja kalo sampe anak Trejo lainnya tau!"
"Bang, lo meragukan reputasi gue menjaga rahasia?" sewot Haruto. "Dari SMP gue pura-pura bego padahal tau lo sama May adek kakak."
Asahi tak lagi menyahuti perkataan Haruto. Ia berjalan masuk ke sebuah restoran mewah, tempat ia akan bertemu dengan perempuan pilihan keluarganya.
"Bang, gue di sini?" tanya Haruto. Remaja itu duduk di meja terpisah yang sebelumnya sudah dipesankan oleh Asahi. Ia penasaran akan perempuan yang akan menjadi pasangan Asahi. Rengekannya untuk ikut akhirnya membuahkan hasil.
Asahi sudah duduk di kursi lain, dua meja setelah Haruto. Ia terlihat gugup. Bagaimanapun ini pertama kalinya ia bertemu dengan perempuan yang mungkin saja nanti akan menjadi pasangannya.
"Hamada Asahi?" Seorang perempuan dengan pakaian serba minim berwarna putih berdiri tepat di hadapan Asahi.
Tak hanya Asahi yang terkejut. Haruto juga membulatkan matanya. Remaja itu bahkan dengan refleks beranjak dari posisi duduk.
"Gue boleh duduk?" tanya perempuan tersebut. Gerak-geriknya terlihat tak nyaman dengan pakaian yang ia pakai. "Gue nggak punya waktu lama. Abis ini ada urusan lagi."
Asahi hanya mengangguk saja. Lengan kirinya memberi kode pada Haruto untuk duduk. Untung saja perempuan itu tak menyadarinya.
Jarak tempat duduk yang tak terlalu jauh dan suasana restoran yang cukup sepi membuat Haruto dengan mudah menguping percakapan Asahi dan perempuan tersebut.
"Eh, gue boleh pesen wine nggak?"
Mata Haruto langsung membulat saat mendengar pesanan perempuan tersebut. Ia segera membuka ponselnya, mengirim pesan kepada Asahi.
Haruto: Jangan kasih Wine!
Asahi menaikan sebelah alisnya. Bukankah Haruto hanya ingin tahu siapa perempuan yang akan datang? Mengapa sekarang ia menjadi ikut campur dan mengatur.
"Oh, iya. Gue kenal sama Hitom, kami beberapa kali ketemu di pertemuan bisnis," ucap perempuan tersebut. "Gue bisa bantuin lo deket sama dia, tapi lo harus gagalin perjodohan ini, tanpa merugikan pihak keluarga gue."
Tak ada satu katapun yang keluar dari mulut Asahi. Ia fokus memperhatikan wajah perempuan di hadapannya ini. Seperti tidak asing.
"Gimana? Lo setuju nggak?"
Masih tetap diam. Pikiran Asahi sedang berkelana ke tempat lain. Otaknya terus berputar, mengingat tentang perempuan di hadapannya.
"Lo bisu ya? Dari tadi kagak ngomong!" sewotnya. "Ini kalo udah nggak ada yang mau di--"
"Lo punya adik?" sela Asahi.
Alis sang perempuan sedikit naik ke atas, tetapi kepalanya tetap mengangguk. "Gue punya satu adik laki-laki."
Haruto berusaha menajamkan pendengarannya. Hatinya sudah berharap bahwa nama ia akan disebut oleh perempuan tersebut.
"Namanya Lee Eunsang."
Mata Asahi melirik sekilas ke arah Haruto sebelum akhirnya kembali menatap perempuan di hadapannya. "Haruto," kata Asahi. "Lo kenal sama dia?"
Pertanyaan itu terdengar jamak, entah kepada Haruto atau perempuan yang berada di hadapan Asahi.
Haruto menoleh kepada Asahi. "Bang ...." panggilnya pelan.
Perempuan tersebut langsung menoleh ke arah Haruto. Matanya langsung membulat. Walaupun sudah banyak perubahan, ia masih bisa mengenali lelaki tersebut. "G-gue nggak punya banyak waktu," ucapnya pada Asahi. "Temen-temen gue di klub udah pada nungguin. Kita bisa omongin hal ini lain waktu, tapi jangan bawa orang lain!" Ia melirik sekilas kepada Haruto sebelum pergi lebih dulu.
Tubuh Haruto langsung ikut berdiri saat melihat perempuan tersebut beranjak. "Kak Sei ...."
Tak ada balasan dari perempuan yang dipanggil 'Kak Sei' oleh Haruto. Perempuan itu tetap pergi meninggalkan restoran.
"Kejar," perintah Asahi yang masih duduk tenang. "Bawa aja mobil gue. Nanti gue balik pake taksi."
Haruto langsung berlari mengajar kakak perempuannya. "Kak Sei!" panggilnya lagi. Ia langsung menggenggam pergelangan tangan perempuan tersebut.
"Le-lepas!"
"Kak Sei." Haruto menggenggam langan sang kakak yang masih terus memberontak.
"Gue nggak ada urusan sama lo. Jadi, lepasin tangan gue!" sentakannya. Ia masih terus berusaha melepaskan diri. Sayangnya tenaga Haruto lebih kuat.
"Kak Sei--"
"BERHENTI MANGGIL GUE KAK! LO BUKAN ADIK GUE--"
"WATANABE SEIRA!" balas Haruto. Suara beratnya cukup menggelegar hingga membuat perempuan tersebut mundur beberapa langkah.
Watanabe Seira. Kakak perempuan Haruto dari ayah yang sama. Seira tak pernah menyukai Haruto, ia menganggap bawa Haruto ada manusia paling jahat yang merebut seluruh kebahagiaan hidupnya.
Mata Seira seketika membulat saat tubuhnya sudah berada di dalam rengkuhan Haruto. Pelukannya sangat etat, bahkan bisa memberikan kehangatan pada tubuh Seira yang malam ini mengenakan pakaian sedikit terbuka.
"Aku nungguin Kakak dateng. Aku berkali-kali nanya ke Om Jidi, ibu panti, Pak Moon, bahkan security komplek." Air mata Haruto mengalir deras. Berurusan dengan Seira akan selalu membuat kelenjar air matanya banjir. "Aku nyariin Kak Sei, tapi Kakak kayak hilang ditelan bumi."
Seira dengan paksa melepaskan pelukan Haruto. "Lo bisa anggap gue begitu," ucapnya dingin. "Anggap gue udah ditelan bumi dan kita nggak pernah saling kenal."
•Watanabe Seira•
•Watanabe Haruto•
KAMU SEDANG MEMBACA
METAMORPIKIR SEMPURNA
Fanfic-Hamada Asahi- "Gue udah terlalu lama kabur. Ini waktunya nerima kenyataan." -Hirokawa Mao- "Dibandingkan berpikir tentang Mama yang nggak nerima gue. Lebih baik gue bersyukur karena masih banyak yang sayang kepada gue." -Nakamoto Mara- "Aku percaya...