45. Hubungan

682 164 15
                                    

Kompor di dapur keluarga Park benar-benar bekerja tanpa istirahat sejak beberapa jam yang lalu. Sebenarnya tak hanya kompor, oven, mixer, blander dan beberapa alat dapur lainnya juga bekerja ekstra. Itu semua karena Mama Park dan Seira yang sedang giat membuat berbagai jenis masakan. Dari kue basah, kering sampai ke lauk untuk buka puasa kali ini.

"Mama tuh, pingin coba bikin mille crepes, Ei," ucap Mama Park sembari meratakan adonan sponge cake-nya. "Tapi, ngeliat di YouTube cara bikinnya ribet banget, jadi keburu males."

Sei mengangguk setuju. "Nanti kita kapan-kapan coba bikin, deh, Mah. Bikinnya pas lagi agak senggang aja, Ei ambil waktu libur di pertengahan puasa, deh."

"Boleh, tuh! Mama juga nanti kosongin waktu."

Hal yang paling Mama Park suka sejak mengenal Seira adalah memiliki teman memasak. Dulu Mama Park selalu iri saat melihat sang kakak dan adik iparnya memasak bersama anak perempuan mereka, sedangkan ia hanya memiliki dua pejantan yang kalau disuruh potong bawang aja nangisnya kayak dijadiin korban KDRT. Belum lagi sejuta alasan dua bujangan itu kalau disuruh masuk ke dapur. 

Sama seperti Mama Park. Sei juga semeperti berhasil mewujudkan mimpinya. Sejak kecil ia sangat suka memasak, namun mamanya terlalu menikmati kehidupan menjadi wanita sosialita dan tak pernah sempat menginjakkan dapur. Padahal mimpi terbesar Seira itu memasak bersama sang mama. 

"Cuma katanya ada beberapa tips gitu, Ma," kata Seira, keduanya sibuk dengan sponge cake, tetapi obrolan keduanya tentang mille crepes. "Soalnya ada yang mille crepes-nya jadi longsor gitu, Ma. Katanya itu gara-gara teralalu panas atau apa gitu."

Mama mengangguk paham, "Nanti Mama liat-liat di Youtube lagi," ucap Mama Park setelah memasukan beberapa loyang kue ketiganya ke dalam oven. "Abis ini kita udahan deh, Ei. Udah mau magrib, nih. Papah kayaknya udah di jalan."

Sei yang sedang merapikan perkakas dapur bekas mereka tempur jelas langsung mengangguk. "Malem mau tarawih, kan, Ma?" tanya perempuan itu sembari meletakkan beberapa perkakas di wastafel. "Aku mau tarawih lagi, mumpung resto belum buka, kuliah juga masih libur."

"Iya, nanti kita berangkat sebelum isya," balas Mama yang dengan senang hati menemani Seira salat tarawih. "Jangan dicuci, Ei. Biar nanti Si Bibi aja."

"Widiiih, akhirnya selesai juga ini Galery Hamster Chef." Jihoon muncul dengan wajah bantalnya, lelaki itu baru bangun tidur setelah beribadah seharian dan bangun hanya karena dimarahi Mama untuk salat wajib. Sisanya hampir bablas jadi mayat. "Jadi, hari ini masak apa aja, nih?"

Jihoon itu semangat masuk ke dapur kalau ada makanan. Apalagi kalau kemungkinan buat jadi babunya sangat tipis. Nah, semenjak Seira hadir di kehidupan keluarganya, posisi menjadi budak di dapur jelas semakin aman. Apalagi Woojin, lelaki itu semakin semangat nongkrong di dapur tanpa takut harus mengupas bawang. 

"Abang belum bangun, Ji?"

Jihoon yang sedang duduk di meja makan dan fokus pada ponsel langsung mendongak ke arah sang mama. "Bukannya tadi siang ke toko? Katanya ada beberapa ikan hias yang dateng."

"Kamu nggak kuliah?"

"Libur."

"Biasanya kalo libur juga nggak di rumah," sindir Mama pada si bungsu yang selalu sibuk organisasi. Kalau kegiatan kampus lagi sepi juga Jihoon biasanya jarang di rumah, dia sering ke bengkel, sirkuit, main sama anak Trejo atau bahkan ilang entah ke mana. "Kenapa pas ada Ei malah di rumah mulu."

"Jaga-jaga takut Ei dieksploitasi," balas Jihoon asal. Lelaki itu masih tetap fokus pada layar ponselnya. Sebagai salah satu kakak tingkat yang selalu saja memiliki kegiatan, apapun itu. "Ei, di kelas SDM lo ada anak angkatan gue yang ikut susulan?"

METAMORPIKIR SEMPURNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang