34. Bala Bantuan

702 169 20
                                    

Kak Noa: Sorry Ru
Kak Noa: Gue nggak bisa

Haruto menghela napasnya. Tak ada pilihan lain, hanya Park Jihoon yang bisa membantunya. "Nggak apa-apa, deh. Bang Jihoon baik, kok. Minusnya cuma di lo nggak bisa interogasi sama gangguin dia aja, Ru."

Iya, sebenernya alasan Haruto nggak setuju Seira sama Jihoon itu cuma karena ia takut ke Jihoon. Takut! Dia takut! Sedangkan mimpi Haruto itu bisa interogasi pacar laki-laki kakaknya, terus dia jailin pacar kakaknya itu.

Kan, kalo Jihoon dia nggak berani. Sebelum jadi pelaku, Haruto lebih dulu jadi korban kejailan Park Jihoon. Mana Bang Jihoon juga nyeremin, terakhir aja Haruto kena omel cuma gara-gara manggil Yoshi nggak pake embel-embel Abang.

Untuk kesekian kalinya Haruto menghela napas. Padahal cuma mau nelepon Jihoon, tapi ngumpulin mentalnya udah kayak mau ngelamar anak gadis di Kampung Durian Runtuh. "Nggak apa-apa, To. Bang Jihoon baik, kok. Cuma kalo lagi muncul setannya emang kayak iblis," gumamnya sembari menekan ikon panggilan telepon di samping nama kontak Jihoon.

Tak perlu menunggu lama, panggilan suara langsung diterima. "Kenapa, To?" tanya Jihoon di sebrang sana. "Nyari siapa? Seira? Jeongwoo atau Wonyoung? Kalo Naeun gue getok lo!"

"Nyari lo, Bang."

"Lah? Tumben. Kenapa?"

"Lo ada di mana? Gue bisa ngomong sesuatu nggak? Tapi, langsung sama lo. Empat mata."

"Gue di restoran kakak lo, nanti abis anter Seira balik, deh. Mau ngomong di mana? Emang penting banget?"

Kening Haruto sedikit berkerut. Padahal Seira memiliki mobil, tapi kenapa selalu diantar jemput oleh Jihoon? GR Yaris putih itu justru lebih sering nangkring di basement apartment. "Penting, tentang Kak Ei," ucapnya. "Tapi, Abang jangan bilang Kak Ei dulu!"

Deheman Jihoon terdengar oleh Haruto. Lelaki itu seperti merasa ada sesuatu yang tidak beres. Entah mengapa, berbicara mengenai Seira selalu membuat Jihoon pusing sendiri, ia takut ada hal buruk yang kembali mengganggu perempuan itu. "Okay, nanti gue jemput. Lo gak usah bawa mobil! Udah malem!"

Jihoon, tuh, baik. Tapi, sayangnya ketutup sama mulut pedes dan tingkah tengilnya. Padahal aslinya Park Jihoon adalah manusia paling perhatian.

🦋

Angkringan yang buka sampai subuh menjadi pilihan Jihoon dan Haruto. Suasana ramai rupanya tak membuat remaja berhoodie biru muda itu menjadi lebih tenang. Sedangkan Jihoon duduk berhadapan dengan Haruto, sembari menunggu nasi bakar dan sate pesanannya.

"Seira kenapa?" tanya Jihoon langsung pada tujuan awal Haruto mengajaknya berbicara. "Tadi siang juga keliatan lesu, kayak lagi banyak masalah. Gue bahkan nggak izinin kakak lo bawa mobil, takut tiba-tiba ngelamun."

Mendengar penjelasan Jihoon membuat ragu Haruto sedikit berkurang. Entah mengapa perkataan Mara saat pulang sekolah tadi memang ada benarnya. Bang Jihoon tentu lebih aman dan bisa melindungi Kak Seira.

"Bang, lo punya pacar nggak?"

"Lo ngeledek gue?"

"Jawab aja napa, Bang!" sewot Haruto. "Walaupun gue yakin lo masih jomlo, sih."

Jihoon berdecak sebal, ia mengambil gorengan di dalam keranjang yang ada di meja mereka. "Itu lo tau," balasnya lalu menggigit bakwan sebagai luapan emosi. "Emang kenapa? Hubungannya sama Seira apa?"

Entah keberapa kalinya untuk hari ini, Haruto kembali menghela napas. Ia berusaha meyakinkan diri kalau Park Jihoon adalah pilihan terakhir dan yang paling tepat. Semoga.

METAMORPIKIR SEMPURNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang