52. Manusia-Manusia Gengsi

575 142 18
                                    

Entah untuk keberapa kalinya Asahi menghapus deretan huruf yang ia ketik di room chat-nya dengan Winter. Hampir setengah jam Asahi sibuk sendiri mencari topik obrolan untuk ia kirim pada Winter. Dari menanyakan tentang nilai semester yang sudah keluar, lalu jadwal masuk sekolah, hingga spill mata kuliah di semester depan. Namun, sayangnya semua topik obrolan itu tak ada yang Asahi kirim pada Winter. 

"Apa, ya?" gumam Asahi. Ia menatap kosong pada layar ponsel yang masih menampilkan ruang oborlannya dengan Winter. "Nanya apa, ya?"

Lama banget emang itu manusia mikirnya. Asahi nggak mau dia terkesan basa-basi, itu manusia pinginnya chat Winter tentang hal yang penting aja. Tapi maslaahnya ini liburan kuliah, nggak ada permasalahan penting yang bisa mereka obrolin. 

"Mao nyariin dia pentingg nggak, sih?" gumam Asahi yang mulai memikirkan adiknya sebagai tumbal. "Eh, Eunseoo aja kali, ya?" Lelaki itu meralat tumbalnya menjadi adik perempuannya yang bungsu. 

Asahi: Win? [delete]
Asahi: Lo dicariin Eunseo [delete]
Asahi: Minggu depan May mau ke Paris

"Eh?" Mata Asahi membulat sempurna saat ibu jarinya justru menekan tanda kirim dan membuat pesan itu bener-benar terkirim pada Winter. "Anjir, lah. May ke Paris bulan depan. Apa gue suruh dia ke Paris minggu depan aja--EH?"

Tubuh Asahi yang sebelumnya bersandar di kursi gamming, kini seketika menegak. Lelaki itu menatap tak percaya pada ponselnya yang menampilkan balasan dari Winter.

Winter DKV: Bukannya bulan depan?
Winter DKV: May bilang bulan depan.

Perkata Winter tau kapan Mao akan terbang ke kota yang terkenal akan menaranya itu saja sudah berhasil membuat senyum Asahi terbit. "Perhatian banget," gumamnya dan setelah itu disusul oleh tawa kecil lelaki itu. Hanya karena Winter tau jadwal Mao, Asahi udah baper. Cih. 

Winter DKV: Apa dimajuin?
Winter DKV: Jadwalnya berubah?
Winter DKV: Gue belum beliin dia kado perpisahan.
Winter DKV: Kira-kira apa ya?

Salah tingkah yang sebelumnya saja masib tersisa, dilanjut sama pesan masuk dari Winter yang terbaru, Makin menggila, lah, si Asahi ini. Senyumnya semakin melebar, tawa kecilnya sudah terlihat seperti orang gila. Ini kalo ada yang lihat tingkah dia di studio, mereka pasti mikir Asahi kerasukan setan.

Asahi: Nggak, ternyata tetep bulan depan

Winter DKV: Oke

Senyum Asahi seketika sirna, dia berdecak sebal saat melihat pesan balasan dari Winter berikutnya. "Harusnya gue ajak dia nyari kado ya?" gumamnya sendiri, tetapi tidak kembali mengirimkan pesan pada Winter.

Dibanding melanjutkan topik obrolan agar tidak mati, Asahi justru men-screen shoot room chat dengan Winter dan mengirimkan pada Sei sebagai sebuah laporan.

Asahi: Send a pic

Seira: Tolol

Ya, selain memberi laporan. Asahi juga membutuhan sebuah motivasi dari ibu asuhnya berupa kata-kata kasar.

Seira: Bales lagi! Tanya mau beli hadiah apa?
Seira: Terus tawarin mau dianter nggak
Seira: Cepet!

Asahi: Nanti
Asahi: Takut dikira nggas

Seira: Lah?
Seira: KAN EMANG IYA!

🦋

Tapi kalau tentang gengsi yang tinggi, tentu saja Hamada Asahi masih kalah dengan Watanabe Haruto! Meskipun remaja itu mulai mengakui perasaannya pada Mara, tetapi dia tetap saja genggsi buat bilang secara terang-terangan. Nggak mau bilang, tapi kalo ada laki-laki yang ada di deket Mara, pasti langsung panas. Dan, dia masih konsisten dengan gengsinya itu, Haruto tidak mau mengakui kalau ia cemburu. 

Contohnya saja sekarang, saat ia tahu kalau ada beberapa lelaki yang datang untuk membantu Mara pindahan rumah. Kalo Sunghoon mungkin Haruto sudah mulai terbiasa, tapi masalahnya ada Jake juga. Haruto merasa tersaingi dengan Jake.

"Elah, Jake kagak bakal rebut Mara dari lo," balas Sunghoon yang membantu Haruto memasukan beberapa piring ke dalam kardus. "Sama kayak gue ke Mara, Jake juga gitu. Kami bertiga lumayan akrab, apalagi semenjak lo waktu itu ngilang."

Haruto tak berminat membalas, mata remaja itu justru melirik sekilas pada Mara yang membantu Jake memasukan beberapa gelas ke dalam kardus. Lelaki itu berdecak tak suka saat kedua manusia di meja makan itu tertawa bersama hanya karena membuat skenario tentang gelas-gelas yang dimasukkan ke dalam kardus. 

"Elah, gitu doang panas," balas Sunghoon dan langsung mendapatkan lirikan tajam dair Haruto. "Apa?"

"Gue nggak panas, orang di sini ac-nya nyala," balas Haruto namun ia beranjak dan meninggalkan Sunghoon menyusun piring ke dalam kardus sendirian.  

Sunghoon jelas langsung membulatkan mata saat Haruto benar-benar pergi dan meninggalkannya mengerjakan tugas sendiri. "Woy! Oy! Panas, sih, panas, tapi masa ninggalin gue sendiri!" teriaknya berusaha memanggil Haruto yang meninggalkan Area dapur.

Mara dan Jake saja sampai menoleh ke arah Sunghoon. "Kenapa itu Tuan Muda Watanabe?" tanya Jake yang sebetulnya tidak terlalu dekat dengan Haruto.

"Kepanasan," balas Sunghoon asal, lelaki itu melanjutkan kegiatan tanpa bantuan Haruto, "AC di dapur nggak begitu dingin."

Sudah tau AC di dapur tidak begitu dingin, Sunghoon malah sekalian ngomporin Haruto. Jelas remaja itu makin panas. Ini saja sudah syukur Haruto tidak kebakaran.

Padahal Haruto itu bukan jenis orang yang protektif nggak jelas. Tapi, kayaknya itu pengecualian kalau ke Mara. Seakan Mara tidak boleh memiliki interaksi dengan lelaki lain, seakan hanya dia yang boleh terus-terusan sama Mara.

Remaja itu memilih untuk ngadem di di gazebo taman. Menonton beberapa petugas pindahan yang sedang mengangkut barang-barang dari dalam menuju truk yang disewa. Jangan lupakan ponsel yang sebelumnya ia abaikan di saku, kini sudah kembali Haruto perhatikan.

Hari ini Mara dan sang mama memang akan pindah dari rumah kontrakan milik ayah tirinya Haruto. Setelah keputusan cerai mamanya Mara turun, ibu dan anak itu sepakat untuk pindah rumah dan memilih tinggal di salah satu apartemen yang mereka beli.

Seharusnya angin di halaman rumah itu berhasil memberi kesejukan untuk Haruto, namun sial suasana hati Haruto semakin panas karena Mara tidak menyadari kepergiannya. Lelaki itu justru sayup-sayup mendengar suara tawa Mara di dalam. Membuatnya semakin kegerahan.

Dan, Haruto hanya bisa mengutarakan keluh kesah serta rasa cemburunya itu pada satu orang saja. Yup, siapa lagi kalau bukan pada Watanabe Seira.

Ruto: Yang bantu cari apartemen itu gue. Yang bantuin pindahan dari awal juga gue. Kenapa yang disambut baik malah dia?

Kak Ei: Apa si?
Kak Ei: Tiba-tiba ngamuk

Haruto memanyunkan bibirnya saat membaca balasan Seira. Kakaknya ini memang cukup fast respon, seperti mbak-mbak online shop. Asalkan nggak nge-chat di jam makan siang aja, sih.

Soalnya kalau jam makan siang, seluruh waktu Seira dikerahkan untuk membantu karyawan Sei'Ra Meats. Sedangkan sisanya, meskipun lagi fokus kerja, Sei pasti akan meluangkan waktu untuk membalas pesan. Dari siapapun.

Ruto: Mara

Kak Ei: Cemburu?

Ruto: Nggak lah

Kak Ei: Ya kalo gak cemburu NGAPAIN NGOMEL HAH?! UDAH SONO LANJUT NGEBABU LAGI!

Tbc

Capek banget jadi Seira🥴
Punya anak asuh tingkahnya kayak asu semua🥴🥴

METAMORPIKIR SEMPURNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang