TigaL — Chapter 6
Tuduhan—Happy Reading—
Lian berjalan tergesa-gesa menuju kelasnya. Ia tak menyangka jika calon temannya tadi adalah seorang berandal. Bahkan dia belum pernah memimpikan hal itu walau dalam tidurnya sekalipun.
Entah seperti kebiasaan atau apa, jika sedang berjalan pasti Lian tidak melihat jalannya. Dan langkah cepatnya tiba-tiba terhenti ketika sebuah cekalan mendarat ditangannya.
"A-abang?" Guman Lian sambil menatap orang yang tengah menyekalnya itu.
"Dari mana?" Tanya Leon dengan tatapan penuh selidik.
"I-itu em... Itu..." Gugup Lian karena tak tau harus menjawab apa.
"Dia habis nemenin gue tadi." Ucap Lean yang baru saja tiba.
"Ngapain kesana?" Tanya Leon pada Lean.
"Buang kursi bekas."
"Oh... Lo udah makan?" Tanya Leon lagi namun entah kepada siapa.
"Lo nanya ke siapa?" Tanya Lean walau tau pertanyaan itu ditujukan ke siapa.
"Siapapun yang mau jawab."
"Oh... Kalau gue udah." Jawab Lean lalu menatap adiknya yang sedari tadi diam.
Lian yang merasa ditatap pun bergantian menatap kedua kakaknya. "Em... Lian juga uda-"
"Nggak usah bohong, lo nggak ada bakat." Potong Lean segera.
"Hehe... Iya, Lian belum makan." Ucap Lian sambil menahan malu.
"Nih, beli sendiri dikantin. Sepuluh menit lagi bel masuk bunyi, jadi cepetan." Ucap Leon sambil memberi beberapa lembar uang kepada Lian.
"Nggak usah Bang, Lian masih kenyang kok."
"Nggak usah sok deh lo, nanti lo pingsan temen-temen lo juga yang repot."
"Lian beneran masih kenyang Bang."
"Udah lah Bang, biarin aja dia. Toh kalau dia yang sakit, dia juga yang repot." Ujar Lean menengahi perdebatan itu.
"Ck, dasar nggak tau terimakasih." Decak Leon kemudian berlalu dari sana meninggalkan Lean dan Lian berdua.
"Nih, kalau lo nggak mau makan, setidaknya lo minum." Tangan Lean menyodorkan sebotol air mineral kepada Lian.
Lean berdecak saat Lian yang hanya bengong melihat air minuman itu. Ia memberikan minuman itu ke tangan Lian kemudian beranjak pergi.
"Makasih Bang."
•••
Sesampainya dikelas, Lian langsung mengobrak-abrik isi tasnya untuk mencari obatnya. Ia mengeluarkan dua butir kemudian memakannya dengan bantuan air yang diberikan Lean tadi.
Tak berselang lama obat itu sudah menunjukkan reaksinya. Perlahan nafasnya yang terasa sesak dan nyeri di dadanya kian berkurang. Kepalanya ia tolehkan pada bangku milik Ferel yang masih kosong. Apa anak itu belum pergi dari gudang itu, pikirannya. Lian memilih acuh karena bel masuk telah berbunyi. Ia memilih fokus pada materi yang diberikan guru yang sedang mengajar didepan.
Cklek
Pintu kelas itu terbuka dan mengalihkan seluruh perhatian termasuk guru itu. Ternyata Ferel lah pelakunya.
"Kamu dari mana? Kenapa terlambat masuk?" Tanya guru laki-laki yang mengajar pembelajaran matematika.
"Maaf Pak, saya tadi ada urusan di toilet. Biasalah Pak, orang lagi sakit perut." Jawab Ferel dengan santainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TigaL || Selesai
Teen FictionDiary of Lian ➞ TigaL ••• Jika orang berkata, rumah adalah tempat kita berpulang, teman adalah sosok yang paling mengerti kita, dan keluarga adalah orang-orang yang paling tulus di hidup kita. Tapi, kenapa bagi Lian itu semua terlalu mustahil untuk...