TigaL — Chapter 9
Perhatian Kecil—Happy Reading—
"Mah..." Mendengar lirihan itu, Yina kembali mendekat lalu mengusap surai Lian dengan lembut.
"Lian sudah bangun sayang? Anak Mama kuat. Maafin Mama sayang, maafin Mama." Lian memandang sayu mamanya yang tengah terisak itu, tak lama kemudian matanya kembali tertutup kala pusing kembali menghujam dikepalanya. Andai ia dalam keadaan sehat, mungkin Lian akan meloncat-loncat senang hanya karena mendapat perhatian kecil seperti itu.
Cklek
Dokter Andrew dan beberapa suster tampak masuk dengan tergesa-gesa. Zelo mendekat lalu kembali menarik Yina untuk memberi ruang agar dokter Andrew lebih leluasa untuk memeriksa anaknya.
"Lian bisa dengar Om? Coba buka matanya sebentar aja." Lian membuka perlahan matanya dan wajah senang dokter Andrew yang terlihat pertama kali.
"Masih sesak?" Lian menjawabnya dengan kedipan mata dua kali yang artinya tidak.
"Om ganti pakai nasal ya?" Lian menjawabnya dengan kedipan satu kali yang artinya, ya. Dokter Andrew pun segera mengganti masker oksigen itu dengan nasal cannula di hidung Lian.
Beberapa saat kemudian dokter Andrew mendekat kearah Zelo yang menunggu di sofa bersama yang lain. "Kondisinya sudah mulai membaik, walau begitu tapi tolong jangan biarkan pasien terlalu banyak pikiran. Saat ini dia sedang dalam pengaruh obat bius, mungkin sekitar satu jam lagi dia akan siuman."
"Terimakasih dokter Andrew."
Dokter Andrew mengangguk sekilas, "kalau begitu saya permisi."
Selepas kepergian dokter Andrew, Yina dan Zelo kembali mendekat kearah brankar Lian. Yina menduduki kursi itu lalu tangannya ia bawa untuk menggenggam tangan Lian yang terdapat selang infus.
"Cepat bangun sayang. Mama menunggumu."
•••
Canggung, satu kata yang dapat mewakili perasaan Lian. Entah apa yang terjadi selama ia tertidur hingga membuat semua orang terutama mamanya menjadi begitu perhatian padanya.
"Makan yang banyak sayang, biar cepat sembuh." Lian menanggapinya dengan mengangguk kaku. Mamanya begitu perhatian padanya. Seperti mimpi, namun terasa nyata.
"Mah, Leon ajak Lean pulang ya? Besok-"
"Iya, kalian hati-hati dijalan." Potong Yina tanpa mengalihkan perhatiannya dari aktivitasnya menyuapi Lian. Sedangkan Leon yang ucapannya dipotong itu hanya menghembuskan nafas panjangnya. Ia pun segera membangunkan Lean yang sedang tertidur pulas di sofa lalu mengajaknya pulang.
"Gue pulang dulu, lo jangan merengek yang aneh-aneh sama Mama." Pamit Lean diselingi candaan. Lian hanya mengangguk patuh.
Sepeninggalan kedua kakaknya, kini tinggallah Lian dan mamanya saja. "Papa dimana?"
"Papa lagi nganterin Bi Sum pulang. Nanti juga Papa kesini lagi, ayo dihabiskan buburnya." Balas Yina sambil menyodorkan sesendok bubur kearah mulut Lian.
Lian menolak, jujur saja perutnya sudah kenyang dan bubur itu terasa hambar di mulutnya. Yina meletakkan mangkuk itu diatas nakas, tangannya beralih mengelus tangan Lian dengan pelan.
"Maafin Mama sayang, pasti waktu itu kamu kesakitan banget ya? Maafin Mama karena nggak dengerin penjelasan kamu dulu."
"Mama nggak salah, itu terjadi memang karena kecerobohan aku sendiri. Kalau aja aku nggak lari-larian ditangga, mungkin kejadian itu nggak akan terjadi dan nggak akan membuat Bang Lean celaka."
KAMU SEDANG MEMBACA
TigaL || Selesai
Teen FictionDiary of Lian ➞ TigaL ••• Jika orang berkata, rumah adalah tempat kita berpulang, teman adalah sosok yang paling mengerti kita, dan keluarga adalah orang-orang yang paling tulus di hidup kita. Tapi, kenapa bagi Lian itu semua terlalu mustahil untuk...