Escape Plan

635 52 0
                                    

Jo tersadar dari tidurnya yang teramat sangat lama. Dia masih berada di ruangan beraroma basement atau rubanah. Tak ada jendela sama sekali. Penerangan hanya bersumber dari lampu berwarna kuning yang menggantung di langit-langit.

Hanya ada sofa di ruangan itu dan di sofa itulah Jo terduduk saat ini. Kedua tangannya terikat di belakang dengan tali kabel yang sangat kuat mengikat. Kedua tangannya sudah terasa amat pegal.

Jo berdiri kemudian mendekat ke arah pintu. Ditempelkannya daun telinga di daun pintu. 

Terdengar suara beberapa orang dari luar.

"Viva Real Madrid!" seru salah satu dari dua orang lelaki yang duduk di hadapan televisi sambil mengangkat botol bir di tangannya.

"Viva Manchaster!" seru salah seorangnya lagi.

"Brad, kita taruhan. Siapa yang akan menang pertandingan hari ini."

"Tentu hari ini Manchaster akan menang! Kau akan kalah taruhan Pitt!" ucap lelaki yang disebut Brad dengan ekspresi wajah penuh keyakinan.

"Jangan senang dulu, Real Madrid semakin kuat akhir-akhir ini!" sanggah lelaki yang disebut Pitt dengan ekpresi wajah yang tak kalah meyakinkan.

"Berapa taruhanmu?"

"Seratus dolar!"

"Terlalu kecil. Bagaimana dengan dua ratus dolar!" kata Brad sambil memperlihatkan angka dua dengan kedua jarinya.

"Wow wow! Kau terlihat begitu yakin!"

"Tentu."

"Baiklah. Dua ratus dolar dan Real Madrid akan menang!"

"Dua ratus dolar dan Manchaster akan menang!"

Kedua lelaki itu membenarkan posisi duduknya kemudian meneguk bir dan mulai serius menonton pertandingan yang segera dimulai.

"Hey! Apa kalian mendengarku?!" teriak Jo.

Dua orang lelaki yang sedang asyik minum beer sambil menonton pertandingan bola itu mendengar Jo berteriak. Salah satunya menoleh namun masih tidak beranjak dari tempatnya.

"Hey! Aku ingin ke toilet! Kumohon aku sudah tidak kuat!" teriak Jo, lagi.

"Sst!" salah satu lelaki itu memerintahkan rekannya untuk menghampiri Jo dengan isyarat kepala.

"Kau saja yang menghampirinya!" lelaki yang diperintah menolak.

"Hey! Cepatlah!" teriak Jo.

Akhirnya, lelaki yang menolak diperintah itu pun beranjak dan berjalan dengan malas menuju pintu. Dia pun mengambil kunci yang menggantung di dinding samping pintu kemudian membuka pintu. Jo sudah berdiri di hadapannya.

"Terima kasih!" ucap Jo kemudian berjalan di belakang lelaki yang membuka pintu.

Sesaat Jo bertemu pandang dengan lelaki yang menonton pertandingan sepak bola di televisi. Benar saja ruangan ini adalah rubanah sebuah rumah. Lelaki yang diikutinya ini berbadan tinggi besar dan berkulit hitam.

Lelaki itu menggiring Jo menaiki tangga dan setelah selesai menaiki tangga mereka berdua keluar dari pintu dan ruangan lantai pertama rumah itu terlihat. Tak ada siapapun di rumah itu selain dari mereka dan lelaki yang menonton di rubanah.

"Hem," ucap lelaki yang sedari tadi diikuti Jo saat sampai di depan pintu toilet.

"Bisakah kau membuka tali kabel ini?" tanya Jo sambil menyodorkan kedua tangan yang terikat di belakang tubuhnya.

Lelaki itu tentu menolak dengan hanya menatap.

"Bagaimana bisa aku membuka celanaku kalau tanganku terikat di belakang begini!" kata Jo.Lelaki itu masih menatap.

"Aku tidak akan kabur! Ayo cepat aku sudah tidak tahan!" desak Jo sambil berlari di tempat menahan buang air kecil.

Lelaki itu pun akhirnya mengeluarkan pisau lipat kecil di saku celananya kemudian memotong tali kabel yang terikat. Segera setelah tali kabel itu terlepas, Jo pun masuk ke dalam toilet kemudian mengunci pintu toilet dari dalam.

Jo duduk di atas toilet untuk buang air kecil kemudian menatap ke sekeliling. Di atas bathtub terdapat sebuah jendela yang berukuran kecil. Pikiran untuk melarikan diri pun terlintas.

Jendela kecil itu tentu tidak akan muat di badannya. Tapi dia harus mencoba. Setelah selesai buang air, Jo pun naik ke atas bathtub kemudian membuka jendela itu. Jendela itu hanya muatuntuk kepalanya saja.

"Shit! Tidak muat!" gumam Jo.

Jo kembali berpikir. Di sampingnya, terdapat gagang shower besar. Gagang shower itu memberikannya ide lain. Jo mencabut gagang shower itu dari keran kemudian berdiri di samping pintu dan menunggu.

"Hey! Kau sudah selesai?" teriak lelaki itu dari luar toilet.

Jo tidak menjawab. Adrenalinnya meningkat. Lelaki itu pun mulai memutar gagang pintu toilet karena berpikir Jo telah kabur. Karena pintu terkunci dari dalam, lelaki itu pun segera mendobrak pintu.

BRAK

Lelaki itu terkejut saat melihat jendela di atas bathtub terbuka. Dengan cepat Jo memukul kepala lelaki itu dari belakang dengan gagang shower sampai yang dipukulnya tersungkur ke dalam bathtub dan pingsan.

"Goooolll!!!" teriak lelaki yang menonton pertandingan di rubanah. Jo segera berlari dari tempat itu dan keluar melalui pintu utama. 

Setelah keluar dari rumah penyekapannya, yang terlihat di sekelilingnya hanyalah pepohonan pinus yang tinggi menjulang dan rapat. Rumah itu benar-benar ada di tengah hutan. Jo pun berlari meski dia tidak tahu kemana dia harus berlari.

"Kenapa lama sekali?" gumam lelaki yang menonton di rubanah.

Karena merasa curiga, lelaki itu pun naik keluar dari rubanah kemudian terkejut saat melihat rekannya tersungkur di dalam bathtub tak sadarkan diri.

"Shit!" teriak lelaki itu kesal.

Dengan segera dia merogoh ponsel dari dalam sakunya dan menelepon seseorang.

"Gadis itu kabur dan Pitt pingsan!" ucapnya pada sambungan telepon.

"Apa yang kalian lakukan! Tuan Alfonso pasti murka! Cepat cari! Aku akan segera ke sana!" teriak suara dari dalam ponselnya.

"Baik bos!" ucap lelaki itu sambil memutuskan sambungan.

Sebelum dia keluar dari rumah, dia mempersiapkan pistol untuk melumpuhkan buruannya.

***Jo berlari dan berlari secepat yang ia bisa. Dia berlari mengikuti matahari yang semakin condong ke barat.

Sampai akhirnya dia tak sanggup lagi berlari. Selama dua hari dia disekap, selama itu pula dia tidak minum. Rasa dahaga menyergap tenggorokannya. Jo berhenti dan bersender di pohon pinus.

Jo terengah-engah. Peluh membanjiri wajahnya. Kalau saja keringat dapat diminum, mungkin dia akan meminumnya sedari tadi. Dari kejauhan terdengar suara air.

Seakan mendapatkan oase di tengah gurun, Jo segera berlari menuju suara air. Akhirnya dia menemukan sumber air. Sebuah air terjun kecil setinggi satu meter yang mengalir dari arah pegunungan.

Jo segera merangkak dan membenamkan wajahnya ke dalam air sambil meminumnya. Airnya terasa segar di tenggorokan. Setelah memuaskan rasa dahaganya, Jo berbaring di pinggiran sungai untuk melepaskan rasa lelahnya. Sekelebat bayangan orang-orang yang dicintainya muncul. Bibi Ema dan Javier menjadi sosok yang paling mendominasi.

"Aku merindukan kalian," gumamnya.

Matahari lambat laun terbenam. Tak lama terdengar suara beberapa orang yang berlari. Jo segera bersembunyi di balik batu besar.

Terlihat Brad dan dua orang lainnya berlari dengan senjata api di tangannya. Jo menutup mulut dengan kedua telapak tangannya berharap nafasnya tak terdengar.

♤♤♤

Cause I'M YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang