Labirin

956 57 0
                                    

Jo bangun dari tidurnya yang nyenyak di atas kasur yang dibelikan oleh Javier. Bayangan tentang Javier yang terjatuh dari tempat tidur lamanya yang sempit terlintas dengan jelas, membuat Jo terkekeh. Kenangan indah itu tidak akan pernah dapat dilupakan olehnya.

Terkadang, Jo berharap menderita amnesia agar dia dapat melupakan masa-masa itu. Jika sebuah lampu ajaib datang menawarkan sebuah permintaan, maka Jo akan meminta agar hidupnya dapat dikembalikan pada kehidupannya sebelum Javier datang dalam hidupnya.

"Selamat pagi!" bisik Daniel, membuat Bibi Ema terkejut.

Bibi Ema berbalik, dan Daniel tersenyum sambil menyodorkan sebuket bunga pada Bibi Ema. Bibi Ema tersenyum sambilmenyentuh dadanya, merasa terharu dengan perlakuan istimewa dari Daniel.

"Ah, kau sungguh manis! Mengingatkanku pada Tuan Senator!" ucap Bibi Ema.

Daniel mengernyitkan dahinya. "Tuan Senator?"

"Kau sudah datang?" Jo segera mengalihkan pembicaraan saat mendengar nama Tuan Senator disebut.

Daniel dan Bibi Ema menatap Jo yang tampil seperti biasanya, celana jeans, tank top dan kemeja. Bibi Ema segera menghampiri Jo.

"Kau akan bertemu calon mertuamu dengan penampilan seperti ini?" bisik Bibi Ema.

"Memangnya kenapa?" Jo malah balik bertanya.

"Pakailah sesuatu yang formal dan manis," kata Bibi Ema.

"Untuk apa? Justru aku ingin memperlihatkan diriku apa adanya, Bi."

Daniel terkekeh mendengar perdebatan kecil itu di hadapannya. "Kau benar, kau harus jujur di hadapan kedua orangtuaku. Mereka sangat menyukai kejujuran!"

Jo tersenyum penuh kemenangan pada Bibi Ema.

"Baiklah, kita berangkat?" kata Jo pada Daniel.

"Let's go!" sahut Daniel seraya memberikan kecupan jarak jauh pada Bibi Ema.

Bibi Ema tertawa kecil melihatnya. Daniel dan Jo pun menghilang dengan mobil Porsche berwarna silvernya.

"Hm... akhirnya, aku sudah tenang. Jo tidak akan merasa sendiri lagi," ucap Bibi Ema, sambil meraba dada sebelah kirinya dan meringis menahan sakit."

***Porsche yang dikendarai Daniel sampai di sebuah townhouse di kota Philadelphia. Di townhouse itu, terdapat satu rumah yang memiliki gerbang tersendiri, menandakan bahwa pemilik rumah itu adalah orang terpandang di sana.

Setelah memasuki gerbang, Jo disambut sebuah taman yang luas dan cocok untuk dijadikan tempat pelaksanaan pesta kebun dengan air mancur di tengahnya. Di sebelah kiri taman bunga, terdapat sebuah taman labirin yang cukup luas setinggi 2 meter.

"Wah, rupanya kedua orangtuamu suka dengan pepohonan," ucap Jo saat melintasi taman.Daniel terkekeh. "Ya, ibuku sangat menyukainya. Kau pikir dari siapa aku mewarisi jiwa pecinta alamku?"

"Apa aku boleh mencoba labirin itu?" tanya Jo.

"Haha.. Oke, kita main petak umpet di sana nanti!"

"Apa yang dilakukan ayahmu?"

"Dia seorang pebisnis. Tapi sudah pensiun dan dia menikmati waktu pensiunnya dengan menjadi kolektor lukisan."

Daniel menepikan mobilnya, mematikan mesin dan membuka sabuk pengaman. "Kau siap?"

Jo mengangguk pasti. "Siap."

Daniel mendekatkan tubuhnya pada Jo, membuat Jo kembali bersandar pada sandaran jok. Daniel membutuhkan ciumannya untuk menurunkan ketegangan. Di antara mereka berdua, memang Daniel-lah yang sangat tegang. Dia takut kedua orangtuanya menganggap Jo tidak pantas untuk putranya.

Sebaliknya dengan Jo, dia sangat santai saat hendak menghadapi calon mertuanya. Bahkan dia menampilkan dirinya sejujur mungkin, seakan memang sengaja agar dia dicap sebagai wanita yang jauh dari julukan calon menantu idaman.

Jo merapikan kembali rambutnya, sedangkan Daniel menyeka ujung bibirnya dan menghilangkan noda lipstick Jo yang menempel. Mereka berdua keluar dari mobilnya dan berjalan bukan ke dalam rumah melainkan memutari rumah menuju ke area taman belakang.

Di taman belakang terdapat kolam renang dan meja makan berpayung. Di meja itu, terlihat seorang wanita paruh baya yang duduk sambil menikmati cocktailnya, memandangi seorang lelaki berambut putih yang tengah berenang.

Belum sempat Daniel mengucapkan sesuatu, wanita itu segera berbalik dan menatap Daniel beserta Jo di belakangnya.

"Hallo!" sapa wanita itu ramah, seraya membuka kacamata hitamnya.

Jo tersenyum kemudian mengulurkan tangannya dengan sopan. "Selamat pagi, Nyonya."

Wanita itu membalas jabatan tangan Jo, kemudian mengusap dagu Jo lembut. "Pagi, sweety."

Daniel terkejut melihat sambutan hangat dari ibunya. "Mom, dia Joana March."

"Panggil saja saya Jo, Nyonya!" kata Jo sambil mengedipkan kelopak mata kirinya.

Daniel melingkarkan lengannya pada bahu ibunya. "Dan ini adalah wanita tercantik sejagat, ibuku. Margareth."

"Ah! Kau boleh memanggilku Meg!" balas Meg sambil mengedipkan kelopak mata kirinya sama seperti yang Jo lakukan.

"Well, well, siapa yang kau bawa hari ini?" ucap seorang lelaki berambut putih yang basah setelah keluar dari kolam sambil mengenakan handuk kimononya.

"Selamat pagi, Tuan!" sapa Jo.

"Jo, perkenalkan ini ayahku. Christian," kata Daniel.

Chris menatap Jo dari atas sampai bawah, membuat Daniel gugup.

"I like your style!" kata Chris, yang membuat semua orang tertawa serentak.

Ternyata kejujuran Jo membuat kedua orangtuanya terpikat oleh kesederhanaan yang ditampilkan Jo. Kedua orangtua Daniel sangat antusias saat Daniel mengutarakan maksudnya untuk bertunangan dengan Jo. Bahkan mereka sudah memikirkan bagaimana pesta pertunangan putra semata wayangnya nanti.

Chris mengangkat gelas cocktailnya ke udara, kemudian berteriak. "Let's the party begin!"***Jo masuk ke dalam taman labirin dan berjalan terus mencari jalan keluar. Jo terus berjalan dan berjalan hingga dia tersesat di dalamnya. Labirin ini bagaikan kehidupannya. Pintu labirin yang dia lewati tadi adalah Daniel. Jo masuk ke dalam dunia Daniel dan membuatnya menjadi bagian dari hidupnya, berusaha agar Daniel dapat membuatnya menghilangkan rasa cintanya terhadap Javier. Namun nyatanya, dia tersesat di dalam jalan yang berliku. Dia terjebak dengan Daniel dan rasa cintanya yang masih tertuju pada satu sosok bernama Javier.

Jo berhenti di tengah-tengah labirin itu, menutup mulutnya dan air matanya mengalir. Hatinya kembali terasa perih menanggung beban cinta yang membuatnya merana. Jo marah pada dirinya sendiri. Daniel adalah sosok lelaki yang pantas dicintai, Jo merasa dirinya telah menjadi wanita paling kejam di dunia.

"Gotcha!" Daniel bermaksud mengagetkan Jo dari belakang.

Jo berbalik dan masih terlihat jelas air matanya mengalir. Daniel berubah menjadi khawatir.

"Apa apa Jo?" tanya Daniel, mendekat.

Jo segera memeluk Daniel. Maafkan aku Daniel. Maafkan aku.

Jo menangis agak lama dalam pelukan Daniel, sampai dirinya tenang. Jo melepaskan pelukannya, kemudian Daniel menyeka air mata Jo.

"Ada apa? Apa ada sesuatu yang salah?" tanya Daniel.

Jo menggeleng, kemudian tersenyum. "Aku hanya merasa tidak pantas untukmu."

"Kenapa kau berkata seperti itu?"

"Kau," Jo mengayunkan kedua lengannya. "Sedangkan aku hanya seorang gadis biasa, seorang petani."

Daniel tidak suka Jo berkata demikian. "Ssshh... aku mencintaimu seperti ini. Dan kau lihat sendiri, kedua orangtuaku pun menyukaimu."

Jo menunduk. Daniel kembali memeluk Jo, kemudian menuntunnya menuju jalan yang benar yang mengarahkannya pada jalan keluar dari labirin itu.***

Cause I'M YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang