Now What?

1.1K 60 0
                                    

Jo dan Daniel berjalan berdampingan di bandara internasional Philadelphia. Sesampainya di pintu keberangkatan, mereka berdua berhenti. Daniel tersenyum pada Jo, lalu memeluknya. Jo pun membalas senyuman dan pelukan itu. Hari ini Daniel akan kembali ke Jerman.

"Terima kasih Daniel, karena kau sudah ada di sisiku saat aku membutuhkan," kata Jo setelah lepas dari pelukan yang Daniel berikan.

"Aku akan selalu di sisimu, jika kau membutuhkan," balas Daniel.

Jo tersenyum.

"Ayah dan ibuku sudah tahu kita membatalkan pertunangan," ucap Daniel.

Jo mengangguk pelan dan wajahnya muram. "Maafkan aku karena sudah mengecewakan kalian. Apa mereka membenciku?"

Daniel mengernyitkan dahinya. "Apa aku membencimu?"

Jo menggeleng.

"Maka mereka pun tidak akan membencimu," kata Daniel.

Jo tersenyum. "Sebuah pengalaman yang sangat berharga karena telah mengenal dan pernah menjadi bagian dari kalian. Terima kasih."

"Sampai saat ini pun, kau masih menjadi bagian dari kami," Daniel meyakinkan Jo hal itu.

Daniel pun pergi menyeret kopernya. Sebuah perpisahan yang tidak semua mantan pasangan dapat melakukannya.

Jo menghela nafas. "Hhhm.. now what?"***Jo masuk ke dalam rumah kacanya. Seperti biasa, setelah semua petani asuhannya selesai bekerja, Jo selalu memeriksa. Akhir-akhir ini Jo sering mengunjungi rumah kaca sebagai pelarian dari kerinduannya pada Bibi Ema.

Jo berbalik dan seketika terkejut saat setangkai mawar menyentuh dahinya. "Bisakah kau datang dengan wajar tanpa mengagetkanku?"

Javier tertawa kecil. "Maafkan aku, ini untuk menebusnya!"

Jo terpaksa memberikan ulasan senyumnya lalu menerima setangkai mawar dari Javier. "Kau diselamatkan oleh bunga ini!"

Jo menatap setangkai mawar itu dan pikirannya melayang pada kejadiaan saat Daniel menyatakan perasaannya di Australia dahulu. Dia kembali penasaran siapa yang menitipkan bunga itu pada Maya. Jo mengernyitkan dahinya dan menatap Javier lekat.

"Ada apa?" tanya Javier pada Jo yang menatapnya aneh.

"Saat di Australia, temanku pernah memberikan setangkai bunga mawar padaku. Tapi katanya, itu bukan darinya. Karena penasaran, aku pun menyusul orang yang menitipkan bunga itu tapi terlambat dan sampai saat ini aku tidak tahu siapa orang itu," jelas Jo.

Javier tersenyum kikuk, lalu menggaruk kepala bagian belakangnya yang tidak gatal.

"Apa itu kau?" tanya Jo lagi.

"Ya, itu aku. Saat aku hendak mencarimu, aku malah melihat Daniel sedang menyatakan cintanya padamu dan kau menjawab iya. Ah, itu sangat menyakitkan!" kata Javier berterus terang.

Jo mengangguk. "Jika saja kau datang lebih dulu, mungkin aku tidak akan mengatakan iya pada Daniel."

Javier membelai Jo, lalu menempelkan dahinya pada dahi Jo. "Aku sudah mendengar kalau kau membatalkan pertunanganmu dengan Daniel."

Jo mengangguk pelan. "Ya. Lalu, sekarang apa?"

Javier menatap Jo dengan tatapan penuh misteri. Dia pun menggenggam tangan wanita di hadapannya itu, kemudian membawanya pergi dari rumah kaca menuju villa del phia. Villa yang selama ini menjadi sarang cinta mereka berdua. Tak dapat dipungkiri bahwa Javier adalah satu-satunya lelaki yang Jo inginkan selama ini.

Brug!

Pintu tertutup. Javier segera menyerang Jo dengan ciuman keras di bibir hingga akhirnya Jo pun kehilangan akal sehat. Helai demi helai kain yang melekat di tubuh mereka pun berjatuhan di lantai. Javier segera mengangkat tubuh Jo masuk ke dalam kamar dan membaringkannya ke atas tempat tidur. Bibir dan tangannya kembali menyusuri setiap jengkal tubuh wanita yang dia rindukan selama ini membuatnya begitu menikmatinya.

"Javier..."

Javier mencium dahi Jo dan terkulai di sampingnya setelah mencapai kemenangan. Kemenangan yang selama ini dia nantikan. Jo memeluk tubuh Javier, memainkan jari jemarinya di atas dada berbulu halus milik lelaki yang dicintainya itu. Keduanya merasakan cinta yang semakin dalam setelah melakukannya.

"Aku ingin kita menikah Jo," kata Javier.

Jo tersenyum. "Aku tidak pernah membayangkan menjadi Nyonya Thompson,"

"Kalau begitu, bayangkanlah mulai saat ini."

"Javier, kita tidak bisa menikah dalam waktu dekat," kata Jo memudarkan senyuman di wajah Javier.

"Kenapa?"

Jo mengangkat kepalanya lalu menatap Javier. "Aku baru saja memutuskan pertunanganku. Aku akan menjadi wanita yang amat sangat jahat jika langsung menikah denganmu, meskipun aku ingin."

Javier mengerti itu. "Baiklah. Bagaimana jika setelah pemilihan gubernur selesai?"

Jo memutar bola matanya dan mengingat pemilihan gubernur akan berakhir dalam tiga bulan mendatang. "Kurasa itu waktu yang cukup."

"So, selain mempersiapkan diri menjadi Nyonya Thompson, kau pun harus menyiapkan diri menjadi Nyonya Gubernur."

Jo tersenyum. "Jadi gubernur ataupun tidak, aku akan tetap menjadi Nyonya Thompson dan itu sudah lebih dari cukup."

Hati Javier meleleh mendengarnya. *Akhirnya, saat itu akan segera tiba. Saat dimana kau dan aku bersatu tanpa ada yang menghalangi. Dimana aku dapat menciummu di lantai dansa dan memegang tanganmu di hadapan semua orang. *

Jo menempelkan bibirnya pada bibir Javier, ciuman yang sudah sangat sering dia lakukan pada lelaki itu tapi entah mengapa jantungnya masih saja berdegup kencang.

***Munich, Jerman.

"Kita harus bicara," ucap Daniel pada Paula yang sedang duduk di sofa di apartemennya.

Paula mengangguk. "Ya, kita harus bicara."

"Aku tidak ingin kau melakukan tindakan bodoh seperti tempo lalu."

"Aku tidak akan melakukan itu lagi jika kau tetap di sampingku Daniel."

Daniel menghela nafas. "Baiklah, aku akan tetap di sampingmu."

Paula menatap Daniel dengan tatapan berkaca-kaca karena bahagia. "Sungguh? Kau memberiku kesempatan sekali lagi?"

Daniel mengangguk. "Pertunanganku dibatalkan, aku akan memberimu kesempatan untuk bersama-sama memperbaiki diri."

Paula mengangguk dan segera memeluk Daniel. "Terima kasih Daniel, aku berjanji tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang telah kau beri."

Daniel mengusap punggung Paula. Akhirnya dia pun kembali pada mantan kekasihnya.

***Malam ini Javier tengah berbaring di atas ranjang Ivy bersama Ivy di sampingnya. Ivy menyimak ayahnya yang sedang membacakan dongeng Cinderella sebelum tidurnya.

"Akhirnya, Cinderella dan Pangeran hidup bahagia selamanya," ucap Javier mengakhiri dongengnya.

"Daddy, apakah semua ibu tiri seperti ibu tiri yang dimiliki Cinderella?" tanya Ivy.Javier mengernyitkan dahinya. "No, honey. Ini hanya sebuah dongeng."

"Jika aku punya ibu tiri, apakah aku akan menjadi Cinderella?"

"Tentu tidak sayang, kau akan menjadi putri kesayangan ibu tiri."

Ivy merasa lega mendengarnya. "Aku yakin Jo tidak akan seperti ibu tiri Cinderella."

Javier terhenyak mendengar putrinya menyebutkan nama Jo."Jo?"

"Ya Daddy, aku ingin Jo menjadi ibu tiriku," kata Ivy pasti.

Javier semakin ternganga mendengarnya. Di saat dia bingung bagaimana caranya berbicara pada Ivy soal pernikahannya dengan Jo, Ivy malah mendahuluinya.

"Kau yakin?" tanya Javier, memastikan.

Ivy mendongak pada ayahnya. "Ya Daddy. Apa dia mau menjadi ibu tiriku?"

Javier tersenyum, mengeratkan pelukannya pada putrinya. "Bagaimana kalau kau bertanya langsung padanya?"

Ivy mengangguk antusias. "Okay Daddy."***

Cause I'M YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang