Mommy

1.9K 85 0
                                    


Tok Tok

Nany masuk ke dalam kamar Ivy. Seperti biasa, di jam seperti ini Nany akan datang membawakan jus dan cemilan siang sembari Ivy mengerjakan pekerjaan rumahnya dari sekolah. Ivy terlihat senyum-senyum sambil menulis sesuatu.

"Apa yang kau buat Ivy?" tanya Nany setelah menyimpan cemilan dan jus di meja di samping meja belajar Ivy.

"Aku sedang membuat puisi," jawab Ivy tanpa mengalihkan pandangannya dari apa yang dia kerjakan saat ini.

"Wow, hebat!" puji Nany. "Apa itu tugas dari gurumu?"

Ivy menggeleng. "No,"

"Lalu?"

"Aku membuat puisi untuk Jo," jawab Ivy.

Nany tersenyum lalu mengelus rambut Ivy. "Good job!"

Nany pun keluar dari kamar itu dan membiarkan Ivy meneruskan puisinya. Nany kemudian turun dan masuk ke dapur. Di dapur, juru masak rumah itu terlihat sangat sibuk mempersiapkan hidangan makan malam spesial yang diminta Javier. Nany memeriksa segalanya agar tidak ada yang terlewat.

***Jo sangat gugup saat ini. Bagaimana tidak? Malam ini Javier mengundangnya makan malam di rumahnya bersama Ivy. Dia gugup karena ini pertama kalinya Jo akan tampil di hadapan Ivy sebagai kekasih ayahnya. Meski Ivy sudah akrab dengannya, tapi dia masih takut jika Ivy tidak ingin memiliki ibu selain Mary.

Ting Tong

Jo menekan bel pintu rumah Javier dengan membawa sekotak kue cokelat untuk Ivy. Tak lama, pintu pun terbuka dan sosok Javier muncul dari balik pintu.

Javier tersenyum manis. "Hai,"

Jo membalas senyuman itu. "Hai. Bagaimana penampilanku?"

Javier menatap Jo dari atas sampai bawah. Jo memakai dress simpel selutut dan rambut yang digerai.

"Penampilanmu sangat mempesona!" puji Javier. "Ayo masuk!"

Jo merasa ragu. "Javier, aku gugup."

Javier mengernyitkan dahinya. "Hey, kau hanya akan bertemu Ivy. Kalian sudah saling mengenal bukan?"

Jo menghela nafas, lalu masuk. Sebelum melangkah menuju ruang makan, Javier menarik Jo ke sudut ruangan dan menagih ciumannya. Permintaan Javier terasa konyol, tapi Jo tetap memberikannya meski setelah itu mereka cekikikan menertawai tingkahnya.

Javier merapikan noda lipstik di bawah bibir Jo yang rusak olehnya dengan ujung jempolnya. Jo pun melakukan hal yang sama pada Javier yang noda lipstiknya berpindah tempat ke bibir Javier.

"Aku akan mengganti lipstikku dengan yang lebih mahal agar warnanya tidak cepat berpindah seperti ini," gumam Jo.

Javier terkekeh mendengarnya. "Mulai hari ini aku akan memberikan kartu kreditku padamu."

Jo terhenyak mendengarnya. "Aku tidak bermaksud..."

"Aku akan marah jika kau menolaknya," ancam Javier yang membuat Jo mau tidak mau harus menerimanya.

Javier melingkarkan lengan kanannya ke pinggang Jo dan berjalan bersama menuju ruang makan. Sesampainya di ruang makan, Ivy sudah duduk manis di sana.

"Hai, cantik!" sapa Jo.

Ivy turun dari kursinya, lalu memeluk Jo. Jo pun membalas pelukan itu, lalu memberikan kue cokelat yang dia bawa tadi.

"Ini untukmu!" kata Jo.

"Thank you, Jo!" balas Ivy menerima kue itu dengan bahagia.

"Baiklah, karena aku sudah lapar, bagaimana kalau kita langsung makan!" ucap Javier.

Mereka pun mulai duduk di meja makan persegi panjang itu. Ivy dan Jo duduk berhadapan sedangkan Javier berada di tengah. Javier baru kali ini merasakan kebahagiaannya terasa lengkap karena orang-orang yang dicintainya berada di sini.

Tak lama lagi, Jo akan selalu ada di dekatnya menghiasi hari-harinya sebagai Nyonya Thompson. Javier pun memimpikan Ivy akan segera memiliki seorang adik dari rahim wanita yang dicintainya itu. Rumah ini akan semakin ramai dan penuh dengan canda tawa serta suka cita.

Hidangan demi hidangan mereka nikmati sampai di hidangan terakhir. Obrolan-obrolan ringan pun mereka lakukan sebagai penghangat suasana hingga makan malam pun berakhir.

"Jo, aku membuat puisi," kata Ivy.

"Oh ya? Apakah itu tugas sekolahmu? Bolehkah aku mendengarnya?"tanya Jo antusias.

"Tentu Jo," sahut Ivy lalu dia turun dari kursinya dan berlari dengan riang menuju kamarnya untuk membawa puisi yang telah ia buat.

Javier mengajak Jo untuk berpindah tempat ke ruang keluarga. Javier menyalakan perapian agar ruangan terasa hangat dan mematikan seluruh lampu setelah Ivy turun dengan secarik kertas dan setangkai bunga mawar di tangannya. Ivy berdiri di depan Javier dan Jo. Cahaya di ruangan itu hanya berasal dari perapian sehingga suasana terasa begitu syahdu.

Jo merasakan ada sesuatu yang sedang direncanakan Javier dan Ivy, tapi dia tidak tahu rencana apa. Jantungnya berdegup dan terlihat antusias saat Ivy mulai membaca puisi.

"Mommy," ucap Ivy memulai puisinya.

Baiklah, judulnya adalah Mommy. Apakah Ivy akan membicarakan soal Mary dalam puisinya? Batin Jo.

"Mommy, kau adalah wanita yang aku sayangi. Wanita yang memelukku dengan cinta dan mengepang rambutku dengan penuh kasih. Mommy, aku menyayangimu..."

Benar, dia menceritakan soal Mary. Jo melirik Javier yang tersenyum dan menatap bangga pada putrinya.

"Jo,"

Jo segera menatap Ivy lekat saat namanya disebut.

"Maukah kau menjadi mommy keduaku?" kata Ivy, mengakhiri puisinya sambil menyodorkan sekuntum bunga mawar yang dipegangnya tadi.

Perasaan Jo saat itu benar-benar terenyuh. Rasanya bagaikan disambut malaikat kecil saat memasuki pintu surga. Bangga, bahagia dan terharu. Tak terasa air mata Jo pun jatuh, dia menerima bunga mawar dari Ivy lalu merentangkan kedua lengannya.

"Tentu Ivy, aku mau menjadi mommy keduamu," ucap Jo.

Ivy segera berhamburan memeluk Jo dengan perasaan senang sedangkan air mata Jo terus mengalir karena terharu. Javier merasa bahagia, dia pun segera memeluk Jo dan Ivy yang tengah berpelukan.

"Good job, honey!" gumam Javier pada Ivy.

***Javier dan timnya sedang berdiskusi serius soal progres dari kampanyenya sejauh ini. Hari pemilihan sudah semakin dekat. Javier pun sudah tuntas dengan urusan cintanya. Kini dia sudah dapat kembali fokus pada pekerjaannya. Pesaingnya di pemilihan gubernur cukup berat. Pesaingnya berani menghalalkan segala cara demi kemenangan.

"Aku ingin kita berjalan semestinya dan sewajarnya," kata Javier. "Kita tidak perlu menyebarkan uang untuk mendulang suara. Rakyat kita sudah semakin cerdas untuk memilih siapa yang jujur dan tidak. Kalau pun nantinya kita kalah, kita jauh lebih baik dari mereka yang menang dengan cara kotor."

Semua timnya termasuk Tom menganggukkan kepalanya tanda setuju.

"Ini adalah kontribusi terakhirku pada dunia politik," kata Javier membuat semua mata mengarah padanya.

"Maksud Anda Tuan?" tanya Tom mewakili yang lainnya.

"Setelah pemilihan gubernur ini selesai, jika aku gagal maka aku akan berhenti di dunia politik. Jika aku memang, maka gubernur akan menjadi jabatan politikku yang terakhir," jawab Javier.

Saat ini dia ingin banyak menghabiskan waktu bersama Jo dan Ivy. Dia tidak ingin kesibukannya mempengaruhi kehidupan pernikahan keduanya nanti.Meski Tom merasa heran dengan Javier, tapi dia pun tidak dapat mencampuri keputusan atasannya itu.***

Cause I'M YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang